Alvito menatap kesamping menatap wajah Pita yang tertidur di sampingnya. Mereka kini berada di dalam pesawat tentunya bersama kedua orang tua kandung Pita.
Yang awalnya gadis itu menolak karena belum bisa menerima kenyataan jika ia adalah anak dari pasangan bangsawan itu.
Namun setelah mendengar kata Alvito gadis itu sedikit luluh, ingat hanya sedikit. Pita memilih duduk diam di atas pesawat. Ia akan mengetahui kebenaran nanti jika orang tuanya yang ada di Indonesia berkata yang sebenarnya.
Yuli berjalan mendekat, ia menatap putrinya yang sedang tertidur pulas. Lalu menatap Alvito. "Dimana putriku tinggal di Indonesia?" tanyanya.
Alvito yang sibuk menggenggam tangan Pita menatap Yuli. "Di tempat yang jauh dari kerumunan. Rumah kecil yang terbuat dari kayu. Tapi jujur saja, tempat itu benar-benar sejuk dan dingin," ucapnya.
"Tempat kecil?" tanya Devan. Ia duduk di hadapan Alvito. Pria itu mengangguk.
"Bisa di bilang pemukiman desa. Dengan banyak sawah di sekeliling. Pita tinggal disana," ucap Alvito, ia menatap wajah Pita. "Ia di besarkan dengan baik disana. Kekasihku tumbuh menjadi gadis pintar dan mendapat beasiswa. Gadis tercantik yang pernah aku temui," sambungnya.
Devan mengepalkan tangan nya, Yuli mengelus punggung tangan Devan. "Pelaku yang menculik putriku menghilang tanpa jejak," ucapnya. "Jika aku tau lebih awal. Putriku tidak akan hilang," sambungnya.
"Sudah takdir," balas Alvito santai. "Jika Pita tidak disana, aku mungkin tidak akan pernah bertemu dengannya." sambungnya.
Yuli mengangguk setuju. "Kau benar," ucapnya.
Devan menatap Alvito dengan serius. Ia melempar beberapa lembar foto kearah meja di sampingnya. Alvito menatapnya dengan alis terangkat.
"Ibumu, dan bibimu sedang aku tahan. Kesalahan pertama dia membuat putriku sedih, kesalahan kedua membuat keluarga angkat putriku yang ada di Indonesia dalam bahaya," ucap Devan sambil melepas kacamata yang ia kenakan. "Yang ketiga, karena dia mencoba melakukan hal buruk bahkan ingin mencelakai putriku," sambungnya.
"Menurut mu bagaimana aku akan membuat perhitungan tentang ini?" tanya Devan, Alvito terdiam sambil menatap luar jendela pesawat.
"Hancurkan saja," balas Alvito santai. "Buat ibuku jera," sambungnya.
Devan menaikan alisnya. "Kau yakin? Tentang saham dan perusahaan keluargamu--"
"Tidak penting jika di gantikan dengan nyawa seseorang. Aku bisa membangun sendiri perusahaan ku tanpa harus mendapat uang dari keluarga ku. Sekalipun keluarga ku adalah keluarga terkaya," potong Alvito, ia menatap datar. "Tentang statusku sebagai pewaris tunggal. Jika hak ku hilang, aku sama sekali tidak akan khawatir dengan itu." sambungnya.
Alvito bangun dari duduknya. "Karena kebahagiaan ku adalah yang utama disini. Aku bisa mengejar kebahagiaan ku sendiri sekalipun aku kehilangan semua hartaku," ucapnya.
Devan menyunggingkan senyumnya dengan tipis begitu pula istrinya Yuli.
Alvito mengusap pipi Pita. "Jika bersama kekasihku, aku lebih bahagia aku akan meninggalkan apa yang tidak menjadi sumber kebahagiaan ku." ucapnya dengan tegas.
∆∆∆
Pita keluar lebih dulu dari pesawat, ia tidak sabar ingin bertemu dengan keluarganya disana. Alvito menahan tangan Pita.
"Sebentar sayang. Aku tau kau tidak sabar," ucap Alvito.
"Siapa yang kau panggil sayang?" Pita mendelik sambil menghempaskan tangan Alvito.
"Kalau kau lupa, kau pernah berkata jika mencintaiku juga. Berarti cintaku tidak bertepuk sebelah tangan," ucap Alvito.
Pita menghentikan langkahnya lalu menatap tajam kearah Alvito. "Enyah kau!" teriaknya kesal.
Alvito gencar menggoda Pita hingga wajah gadis itu memerah karena malu. Sedangkan Devan dan Yuli hanya tersenyum manis melihat putrinya memiliki pasangan yang begitu setia padanya.
"Sayang," panggil Yuli. Devan menengok kearah istrinya.
"Kenapa, hm?" tanyanya sambil memeluk pinggang istrinya dengan mesra.
"Jika Alvito benar-benar kehilangan statusnya sebagai pemegang saham. Bagaimana jika kita memberikannya satu perusahan untuk di urus." ucap Yuli. Devan tampak berpikir sejenak, lalu menganggukkan kepalanya pelan.
"Kau benar. Akan aku pikirkan setelah sidang nanti," ucap Devan.
Yuli menatap bingung. "Sidang apa?" tanyanya.
Devan terkekeh kecil. "Tentu saja memasukkan orang orang sialan itu ke penjara," ucapnya.
"Termasuk ibu Alvito?" tanya Yuli lagi.
Devan mengangkat bahunya acuh. "Tergantung bocah itu," ucapnya sambil menatap Alvito yang tengah menggendong putrinya dan berputar-putar di depannya. "Kalau tentang menghancurkan penjalanan karir keluarga Danendra tentu sudah aku lakukan. Jangan memandangku seperti itu sayang. Semua aku lakukan untuk putri kesayanganku," sambungnya.
Yuli menatap khawatir. "Tentang Alvito--"
Devan tersenyum. "Bocah itu tidak akan kenapa-kenapa. Jangan khawatir sayang," ucapnya.
Devan kembali menatap kearah Alvito dan Pita. "Tergantung bocah itu. Dia masih ingin memperjuangkan putriku atau berhenti di tempat," ucapnya santai.
"Brengsek!!" teriak Pita membuat Devan dan Yuli menatapnya lalu mereka berdua menggelengkan kepalanya saat Alvito dengan sengaja mengecup bibir Pita.
"Apa?" tanya Alvito santai. "Bukankah sudah pernah. Bahkan berkali-kali. Kau lupa," sambungnya.
"Atau perlu aku ingatkan kembali tentang ciuman? Aku adalah pencium handal," Alvito menatap Pita dengan tatapan jahil.
Wajah Pita memerah padam karena malu, ia memukul dada Alvito. "Mesum! Kau mesum!" teriak nya namun Alvito hanya terkekeh sambil menahan tangan Pita.
Ia memeluk pinggang Pita sambil tersenyum manis. "I love you. Aku bahagia karena kau mencintai aku juga," ucapnya sambil mengecup keningnya.
"Tetap bersamaku hingga kapanpun Pita. Aku berani bersumpah kalau aku benar-benar mencintaimu. Sungguh," ucap Alvito.
"Aku mencintaimu Pingkan Agustina. Sekarang dan seterusnya,"
∆∆∆
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
My Arrogant Billionaire [END] [PROSES TERBIT]
RomanceCOVER BY OBI ART Serumah dengan orang kaya yang sombong dan sialnya sangat tampan. Anugrah atau kesialan? Itulah yang di rasakan gadis yang bernama lengkap Pingkan Agustina biasa di panggil Pita oleh temannya. Gadis keturunan darah kental Jawa harus...