Fio terkikik geli saat handphone miliknya terus bergetar menandakan banyak telepon masuk. Ia yakin sepupunya sedang mengumpat di sebrang sana.
"Ada apa denganmu?" tanya Pita bingung.
Fio menggeleng lalu menggandeng tangan Pita. "Ayo. Kita akan ketinggalan pestanya," ucapnya.
Fio mengambil dua gelas sampanye dan menyerahkan nya pada Pita. "Minumlah," ucapnya.
Pita mengangguk, ia menatap dimana Cecilia dan dua orang temannya nampak menatapnya dengan tajam.
"Kau melihatnya juga?" tanya Fio.
Pita menoleh, ia pun mengangguk. "Ada apa?" tanyanya dengan santai.
"Kau tidak terlihat takut," ucap Fio.
Pita terkekeh. "Untuk apa takut? Sekumpulan gadis itu bukan lawanku," ucapnya dingin.
Fio menatap terkejut. "Benarkah?"
Pita mengangguk, Fio berdecak kagum. "Baiklah. Ayo beri pelajaran pada gadis angkuh itu," ucapnya.
Disisi lain...
Alvito tampak gelisah ditempatnya. Katakan lah jika dirinya terlalu khawatir.
"Hey Alvito. Apa yang kau khawatirkan?" tanya Tio sambil merangkul dua perempuan berpakaian seksi.
"Apa kau tidak tertarik dengan wanita seksi?" tanyanya. Alvito menatap dingin kearah sepupunya.
"Ah. Apa kau khawatir tentang kekasihmu? Aku dengar kau memiliki kekasih yang tidak diketahui asal usulnya," ucap Tio.
Alvito mengepalkan tangannya. Jika bukan di depannya ini adalah sepupunya dengan senang hati ia akan menghabisinya.
"Apa kurangnya Cecilia?" tanya Revan sambil meminum wine miliknya.
Tio mengangguk setuju. "Hey. Cecilia memiliki keluarga terpandang bahkan memiliki separuh kekayaan dari tambang minyak yang ayahnya punya," ucapnya.
"Kau akan sangat kaya bahkan lebih," sambungnya. Alvito meletakkan gelas sampanye miliknya.
"Oh hey apa unggulnya kekasih barumu itu?" tanya Revan dengan tatapan merendahkan.
"Oh aku tau! aku tau!" teriak Tio. Sepertinya pria itu tengah mabuk.
"Tubuh yang wow dan dapat memuaskan mu diranjang bukan begitu Alvito?" tanya Tio. Revan tertawa lepas.
Alvito bangkit dari duduknya hendak menyerang Tio namun terhalang oleh Xander.
"Jangan menyerangnya. Dia sudah terlihat mabuk," bisik Xander.
Tio dan Revan tertawa terbahak-bahak membuat Alvito mengepalkan tangannya.
"Kita pergi," bisik Xander sambil merangkul pundak Alvito. "Sepertinya mereka sudah menggila,"
Alvito mengikuti Xander kembali naik kedalam helikopter nya sebelum Alvito benar-benar mengamuk disana dan membuat ulah.
"Bagaimana pesta disini?" tanya Alvito.
"Biarkan saja," Xander mengangkat bahunya. "Kita akan pergi ke tempat yang menenangkan,"
"Yang lebih baik dari pada berkumpul dengan pria brengsek disini," sambung Xander.
Alvito berdecak sambil membenarkan letak jaket miliknya. Huh, jika kedua pria itu berulah lagi jangan salahkan dirinya mengamuk dan menghancurkan mereka.
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Xander.
Alvito menggeleng lalu memasuki helikopter tersebut. Yang ia khawatirkan adalah perasaanya sudah tidak enak sedari tadi itulah yang membuatnya gelisah.
∆∆∆
Pita menatap nanar kearah kamar pribadinya yang berubah menjadi berlumuran darah dengan bangkai hewan yang berada di atas kasur.
Dengan tulisan didinding dengan darah. 'MAKAN INI DASAR JALANG!'
Baiklah. Ini sudah benar-benar kelewatan. Fio menatap terkejut saat mendengar teriakan Pita dari dalam.
"Aku akan memanggil pengawal," ucap Fio namun Pita menahan tangannya.
"Jangan. Aku tidak ingin membuat kekacauan disini," ucap Pita.
"Tapi ini sudah kelewatan," ucap Fio kesal.
Pita menatap kearah bangkai binatang yang berada di atas kasurnya.
"Hanya bangkai saja. Apa yang harus di khawatirkan?" tanya Pita santai.
"Kau--tidak takut?" tanya Fio terkejut.
"Aku hanya terkejut bukan berarti aku takut," balas Pita. Sambil mengambil sarung tangan yang berada di mejanya.
Fio terkejut saat bangkai tersebut dimasukkan kembali kedalam kardus dan membuangnya.
"Suruh orang untuk membersihkan nya," ucap Pita sambil melepas sarung tangan miliknya.
"Lalu kau?" tanya Fio melihat Pita berjalan keluar.
"Aku? Tentu saja membalas mereka. Aku tidak ingin mereka merasa puas dulu," ucap Pita.
Fio menatap punggung Pita yang mulai menjauh dari pandangannya. Hanya satu kata yang terlintas di benaknya.
"Menakjubkan," gumam Fio. Ia pun menghubungi Alvito untuk menceritakan apa yang terjadi pada Pita.
"Dia benar-benar cocok dengan Alvito," ucap Fio.
Pita bersembunyi di balik dinding mendengar percakapan mereka. Ia tersenyum miring.
Pita mengangkat kandang yang berisikan ratusan tikus putih di dalamnya. Ia tersenyum penuh kemenangan.
Pita membuka kandang tersebut. "Pergilah tikus kecil. Bermainlah di tempat barumu," ucapnya saat melihat tikus-tikus putih tersebut berlarian kesana kemari memenuhi kamar tersebut.
Pita terkekeh pelan. Kebanyakan gadis manja sangat membenci tikus dan hal yang menjijikan disekitarnya.
"Kalian pikir dengan menaruh bangkai diatas kasurku akan membuatku takut pada kalian?" Pita tersenyum.
"Hell nah. Kalian salah. Kalian di hadapkan dengan seorang yang cerdik," ucap Pita.
"Itu aku,"
Disisi lain..
"Ck!" decak kesal Alvito.
"Kenapa?" tanya Xander.
"Mereka membuat ulah," ucap Alvito.
Xander terkekeh. "Aku yakin kekasihmu itu pasti bisa menanganinya," ucapnya.
"Aku pikir jika Pita adalah seorang gadis yang kuat dan pintar," sambung Xander.
Alvito menatap kearah layar ponselnya. "Mungkin saja," balasnya.
"Kau akan bertemu dengannya nanti," ucap Xander.
Tak lama kemudian ponsel milik Xander kembali berdering. Ia langsung membuka ponsel tersebut dan terkejut.
"Sepertinya besok tidak akan berjalan dengan baik," ucap Xander sambil menepuk pundak Alvito.
Alvito menatap bingung. "Apa?" tanyanya.
"Ibumu membawa bibi Elena. Ini tidak akan mudah,"
∆∆∆
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
My Arrogant Billionaire [END] [PROSES TERBIT]
RomanceCOVER BY OBI ART Serumah dengan orang kaya yang sombong dan sialnya sangat tampan. Anugrah atau kesialan? Itulah yang di rasakan gadis yang bernama lengkap Pingkan Agustina biasa di panggil Pita oleh temannya. Gadis keturunan darah kental Jawa harus...