satu.

18.3K 768 31
                                    

Pita berlari menuju rumahnya dengan suasana hati yang begitu membuncah karena senang. Tak lupa ia membawa kertas di tangannya.

"BAPAK!! IBU!!" teriak Pita saat ia memasuki rumahnya. Nampak menoleh kesana kemari.

"Ada apa nduk, kenapa kamu teriak-teriak seperti itu?" tanya Raya ibu nya Pita dengan heran.

"Bu, mana bapak?" tanya Pita sambil menoleh kesana dan kemari.

"Ibu juga belum liat bapak dari tadi," ucap Raya. "Ada apa? Kamu kelihatan nya senang banget," sambungnya.

"Pita mau nunggu bapak dulu baru deh Pita jelasin," ucap Pita dengan semangat.

Raya menggelengkan kepalanya. "Yasudah, ibu mau masak dulu sambil nunggu bapak pulang." ucapnya.

"Iya Bu," ucap Pita. Ia kembali meletakkan kertas tersebut diatas meja.

Tak lama kemudian terdengar suara teriakan ayahnya.

"IBU, BU!! KESINI CEPAT!!" teriak Fikri, ayahnya Pita.

Pita langsung berlari menuju ayahnya dengan wajah khawatir. "Kenapa bapak? Kok teriak-teriak segala?" tanya nya.

Mata Pita melihat seorang pria yang di bopong ayahnya. "Siapa itu pak?" tanya nya.

"Tadi bapak tolongin dia dari kecelakaan," ucap Fikri.

"Yaudah sini. Aku bantu pak," ucap Pita.

Pita mengambil alih tubuh pria yang di bopong ayahnya lalu menuju kamar nya, ia meletakkan tubuh pria tersebut perlahan di kasur.

"Gila! Berat banget," gumam Pita.

"Widih, ganteng juga," ucap Pita sambil terkikik geli. "Lumayan cuci mata," sambung Pita.

"BAPAK!! INI BAJUNYA GANTI ORA?" teriak Pita. Kesempatan, untuk melihat tubuh pria bule. Anggap saja dia mengambil kesempatan dalam kesempitan. Kapan lagi ia akan bertemu dengan pria tampan dari luar negeri.

"Ganti saja," jawab Fikri.

"Maaf ya, izin buka baju kamu dulu nanti masuk angin barabe," ucap Pita, ia perlahan membuka baju pria tersebut.

Dari mulai jas hitamnya nya lalu kemeja putih yang terkena percikan darah.

"Aduhh! mata Pita gak suci lagi jadinya," ucap Pita saat melihat dada bidang pria tersebut.

"Roti sobek euy," Pita terkekeh kecil. Badan pria di hadapannya ini tergolong sangat kekar.

Pita mengganti bajunya dengan baju milik ayahnya yang agak kebesaran dan muat untuk pria di depannya ini.

"Nah selesai," ucap Pita, ia langsung berdiri untuk mengambil kompresan dan beberapa obat merah.

"Bapak, kok bapak bisa ketemu dia. Gimana ceritanya?" tanya Raya, ibunya Pita.

"Tadi bapak gak sengaja lewat deket kebunnya Pak Anas yang jalan sepi itu, nah sebelum bapak sampai disana ada dua mobil yang ngejer dia kayanya rem mobilnya blong," jawab Fikri sambil memandang kearah Pita yang sibuk mengobati pria yang di tolongnya.

"Oalah, yaudah biarin dia disini dulu," ucap Raya. "Lumayan siapa tau bisa jadi mantu ku."

∆∆∆

Pita membersihkan luka yang berada di kening pria tersebut dengan telaten lalu memperban luka pada kepala dan lengannya.

Setelah itu Pita membawa baju kotor tersebut untuk di cuci namun dari dalam jas tersebut ada yang terjatuh.

"Apa ini?" tanya Pita bingung.

"Oh, hanya tanda pengenal," sambungnya lalu ia menaruh tanda pengenal tersebut di atas meja.

Tak lama kemudian ia kembali lalu melihat nama yang berada di tanda pengenal tersebut.

"Alvito Denandra," gumam Pita. "Namanya bagus juga."

"Muka dia kayak bule-bule gitu, apa jangan-jangan beneran bule lagi?" ucap Pita. "Wih! lumayan dapet cogan bule," Pita tertawa kecil sambil membayangkan.

"Eughhh," ringis Alvito membuat Pita menoleh lalu ia berjalan mendekat.

"Who are you?" tanya Alvito datar lalu ia memegang perban di kepala dan di lengannya.

"Nah kan bener bule beneran," batin Pita. Untung saja dia fasih menggunakan bahasa Inggris.

"Me? Pingkan Agustina, you can call me Pita," ucap Pita dengan bahasa Inggris yang fasih.

"Where is this?" tanya Alvito bingung.

"My house," jawab Pita singkat. Ia membantu Alvito untuk duduk.

"Kau yang menyelamatkan ku?" tanya Alvito. Pita menggeleng.

"Bukan, ayahku yang menyelamatkan mu," balas Pita.

"Jangan terlalu banyak bergerak! Lukamu baru saja aku perban," sambung Pita saat melihat Alvito ingin berdiri dari tempat tidur.

"Kau lancar menggunakan bahasa inggris," ucap Alvito.

Pita tersenyum kecil. "Aku baru belajar," ucapnya.

"Nduk, nak ganteng sudah bangun?" tanya Raya. Alvito mengerutkan keningnya, lalu siapa wanita yang sudah berumur itu?

"Udah Bu," sahut Pita. Alvito menatap Pita.

Alvito mengerutkan keningnya. "Bahasa apa yang kau gunakan?" tanya nya heran.

"Bahasa indonesia," ucap Pita, Alvito mengangguk paham.

"Ayo, sini ku bantu," ucap Pita sambil membopong tubuh Alvito yang masih lemas.

Alvito mengangguk lalu menatap Pita yang hanya setinggi dadanya, wajah yang terlihat ciri khas dari Indonesia berbeda dari banyak perempuan yang pernah ia lihat. Hanya saja rambutnya yang terlihat pirang dan memiliki tinggi yang melebihi standar tinggi perempuan di Indonesia.

"Kenapa kau pendek sekali?" tanya Alvito. Pita mendelik.

Pita mendengus kesal. "Hey, disini ukuran ku sudah sangat tinggi tau," ucapnya tidak terima.

"Tapi tetap saja terlihat pendek," ucap Alvito.

"Tinggi," ucap Pita sambil menatap tajam.

"Pendek," balas Alvito.

"Tinggi."

"Pendek."

"Bodo amat," ucap Pita dengan bahasa indonesia.

"Kau berkata apa tadi?" tanya Alvito penuh selidik membuat Pita gelagapan.

"Ah tidak," alibi Pita. Alvito mengerutkan keningnya menatap Pita tidak yakin.

"Ganteng-ganteng kok bodoh. Bisa di kerjain nih ehe"

∆∆∆
TBC

My Arrogant Billionaire [END] [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang