Tiga puluh tiga.

1.5K 101 12
                                    

Raya, ibu Pita yang tinggal di Indonesia kini sedang sibuk dengan menanam padi di sawah dekat rumahnya.

Ia terdiam sejenak saat memikirkan Pita, putrinya yang sedang ada di luar negeri untuk melanjutkan pendidikan.

Beberapa saat yang lalu belasan orang dengan pakaian formal berjaga di depan rumahnya. Entah apa maksudnya, Raya pernah bertanya pada salah satu dari mereka. Mereka hanya menjawab jika mereka berjaga untuknya dan suaminya.

Raya heran hingga terjadi perkelahian di depan rumahnya. Setelah selesai salah satu dari mereka berkata jika orang-orang yang menyerang merupakan suruhan orang jahat untuk menyerang Raya dan suaminya.

Raya menatap khawatir apalagi sudah hampir setengah bulan Pita tidak mengabarinya. Ia takut jika terjadi sesuatu pada putrinya.

"IBU!" teriak seseorang membuat tubuh Raya tersentak, ia menoleh. Menatap terkejut saat Pita berlari menghampiri nya lalu memeluk tubuhnya.

"Ibu! Pita kangen sama ibu," Pita menangis sambil memeluk erat Raya, ibunya.

"Kamu pulang nak? Ya ampun akhirnya kamu pulang. Ibu khawatir banget sama kamu," ucap Raya sambil mengusap rambut Pita. Ia menatap beberapa orang yang berada di belakang Pita.

Raya terdiam saat menatap Yuli. Wajah wanita itu mirip dengan Pita hanya saja warna mata yang membedakan.

"Kamu bawa siapa sayang?" tanya Raya dengan lembut. "kamu sudah makan?" tanyanya lagi.

Pita mengangguk, ia menatap kondisi ibunya. Tetap sama, hanya saja lebih kurus dari terakhir ia melihatnya.

"Ibu sehat? Bapak dimana? Ibu apa kabar? Maaf Pita nggak ngabarin ibu. Pita ada masalah dan sekarang sudah selesai," ucap Pita sambil tersenyum.

"Bapak lagi istirahat di dalam nak. Lagi kurang enak badan, kayaknya kecapean," ucap Raya sambil mengusap rambut Pita. "Kemarin abis panen besar-besaran Pita. Bapak kamu seneng," sambungnya.

Raya menatap Alvito, ia pun memeluk Alvito juga. "Kamu juga datang berkunjung. Apa kabar nak?" tanyanya.

Alvito menatap Pita. Gadis itu terkekeh, ia lupa jika Alvito tidak bisa bahasa Indonesia.

"Ibuku menanyakan kabarmu," ucap Pita yang kembali menggunakan bahasa Inggris.

Alvito mengangguk paham. "Aku baik. Bagaimana denganmu? Kau tampak lebih kurus dari yang terakhir kali kita bertemu," ucapnya.

Raya menatap bingung namun terkekeh kecil. "Ibu nggk paham kamu ngomong apa," ucapnya.

Pita berjalan mendekati Raya lalu menggandeng tangan ibunya. "Alvito bilang kalau ibu keliatan lebih kurus dari terakhir ketemu," ucapnya.

Raya mengangguk paham. Ia menatap kedua pasang suami istri yang tersenyum tipis kearahnya. "Terus mereka nak?" tanyanya.

Pita menggaruk tengkuknya. "Em, mereka itu---"

Devan memotong pembicaraan Pita. "Sepertinya lebih baik kita berbicara di dalam saja nyonya," ucapnya dengan bahasa Indonesia yang fasih.

∆∆∆

Raya terdiam saat Devan menceritakan, ia tidak menyangkal. Ia memang mengadopsi Pita dari panti asuhan karena ia dan suaminya tidak memiliki anak hingga sekarang.

Pita memeluk lengan Raya, ibunya dengan cemas. "Bu?" panggil Pita.

Raya menoleh, ia mengusap pipi Pita. "Benar sayang. Ibu mengadopsi kamu dari panti asuhan," ucap nya sambil menatap bersalah kearah Pita. "Maaf kalau selama ini ibu nggak pernah ngomong jujur sama kamu. Ibu takut kamu jadi banyak pikiran," Raya tersenyum manis.

Pita memeluk ibunya dengan erat. Ayahnya, Fikri hanya terdiam dengan senyuman tipis. Ia mengusap rambut anaknya.

"Akhirnya kamu ketemu sama orang tua kamu yang asli nak," ucap Fikri. Pita menatap ayahnya, ia pun memeluk ayahnya dengan erat.

Fikri mengelus punggung Pita. "Anak baik, jangan menangis kamu nggak malu, hm? Lihat! Banyak yang natap kamu," ucapnya.

Pita melepaskan pelukannya. "Jadi bener kalau aku ibu adopsi?" tanyanya sekali lagi untuk memastikan.

Ibu dan ayahnya mengangguk. "Iya sayang," ujar Raya. Ia menggenggam tangan Pita sambil menepuknya dengan pelan. "Sekarang kamu udah ketemu orang tua asli kamu. Pita bisa kembali sama mereka ya sayang. Ibu nggak larang kalau kamu kembali ke orang tua kamu nak," ucapnya sambil tersenyum.

"Kamu tetap anak ibu. Anak perempuan yang ibu sayangi," sambungnya dengan tulus.

Yuli mengusap sudut air matanya. Ia ingin menangis, namun ia tahan. Orang tua angkat putrinya teryata sebaik ini. Putrinya menjadi gadis cantik dan luar biasa.

"Pita akan kembali bersama kami. Tapi, dengan syarat," ucap Devan. Ia menatap sepasang suami istri di depannya. "Dengan syarat kalian berdua ikut kami ke kota asal Pita dan tinggal disana," sambungnya sambil tersenyum.

Alvito hanya diam sambil menatap wajah sembab kekasihnya. Sebuah notif pesan membuatnya mengalihkan pandangan.

Xander

Pengadilan ibumu akan di laksanakan besok. Yah dengan ayah mu dan Cecilia dan juga beberapa gadis nakal yang sudah mengganggu Pita.

Alvito mematikan ponselnya. Ia memijat pangkal hidungnya. Memang sudah seharusnya terjadi. Ibunya sangat egois, demi kekayaan bahkan ia rela jika kebahagiaan putranya di renggut.

Ayahnya memanipulasi, begitu pula Cecilia dan beberapa gadis sialan yang sudah mengganggu kekasihnya Pita. Yang terpenting mereka sudah mendapat ganjaran dari apa yang mereka lakukan.

Persetan dengan status pewaris tunggal. Dari awal Alvito tidak menginginkan kekayaan itu. Pita menatap Alvito yang kini sedang melamun sambil menatap luar jendela.

"Bagaimana?" tanya Devan. Ia mengulurkan tangannya mengajak Fikri untuk bersalaman. "Ikut dengan kami. Hidup bersama putri kami disana. Aku dan istriku akan dengan senang hati menyambut kalian," sambungnya.

Yuli menganggukkan kepalanya. "Kita hidup disana. Sebagai keluarga, bukan orang asing. Bagaimana sayang?" tanyanya pada Pita.

Gadis itu tersenyum manis. Ia menganggukkan kepalanya dengan semangat sambil menggandeng kedua tangan orang tua angkatnya.

"Ibu, ayah. Pita mau sama kalian juga. Jadi mau ya? Ikut sama Pita, kita tinggal disana. Pita mohon," ucap Pita.

Devan berjalan mendekat lalu mengusap rambut Pita. "Demi putriku. Tolong terima tawaran ini." ucapnya.

"Tidak ada unsur apapun dalam permintaan ini. Yang aku inginkan hanya kebahagiaan putriku. Dan mengabulkan nya. Bagaimana?"

∆∆∆
Tbc

My Arrogant Billionaire [END] [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang