"ALVITO!" teriak Elena marah. Alvito menatap tajam.
"Kau tidak ada hak untuk memarahi ku bibi!" ucap Alvito dingin.
"Lihat! Dia hanya pembawa sial. Bahkan kau melawanku untuk membela gadis sialan itu," ucap Elena.
Alvito menatap berang. "Siapa yang kau bilang pembawa sial? Kau lupa siapa yang memberimu harta yang banyak itu? Itu semua uang ayahku kalau kau lupa itu," ucapnya sarkas. "Kau tidak lebih dari seorang pengemis di mataku."
"Alvito!" bentak Winda.
"Gadis itu tidak pantas denganmu. Ia gadis dari keluarga yang rendah!" teriak Winda sambil menahan tangan Alvito agar tidak mengejar gadis sialan itu.
"Aku tidak peduli. Lepaskan tanganmu!" Alvito menatap tajam. Ia menepis tangan ibunya dengan kasar. "Aku benar-benar kecewa padamu Bu,"
"Apa yang kau harapkan dari gadis sialan itu? Dia hanya hama dari keluarga rendahan. Kau ingin menikahi gadis sialan itu?" Alvito mengepalkan tangannya dengan kuat.
"Brengsek---"
"Siapa bilang putriku berasal dari keluarga yang rendah," ucap seseorang.
Alvito menoleh bersamaan dengan Elena dan Winda. Alvito terdiam, tunggu dulu bukan kah mereka berdua keluarga bangsawan yang terkenal itu?
"Tuan Devan," ucap Alvito, ia menunduk hormat.
Devan menyunggingkan senyuman nya lalu menepuk pundak Alvito dengan jantan.
"Kejar putriku nak. Kau pantas bersama dengan putriku," ucap Devan. Alvito menatap terkejut, tunggu! Mereka orang tua Pita yang asli? Benarkah?
Winda dan Elena menatap terkejut bukan main.
"Kejar sayang," ucap Yuli. Istri Devan. Ia tersenyum lembut pada Alvito sambil mengusap rambutnya. "Kejar putriku. Kejar kebahagiaan mu sayang,"
Alvito mengerjapkan matanya. Ia pun kembali mengejar Pita yang sudah menjauh dari pandangannya. Ia tidak mau kehilangan Pita, mengabaikan teriakan dari ibu dan bibinya.
"Siapa yang kau bilang dari keluarga rendahan. Putriku?" tanya Devan dingin.
Elena tertawa sinis dan menatap remeh. "Putrimu? Jangan bercanda. Dia hanya perempuan yang diadopsi oleh keluarga miskin. Kau bilang dia putrimu?" tanyanya tidak percaya.
"Tuan," ucap Jack sambil memberikan dokumen tersebut pada Devan.
"Kau butuh bukti kan. Ini bukti agar kau tidak sembarang berkata lagi," ucap Devan sambil melemparkan dokumen kearah Elena.
"Cih. Mungkin kau hanya kasian padanya kan? Tidak mungkin dia putrimu," ucap Winda sinis.
Yuli menatap dingin. "Oh. Kau tau apa tentang keluargaku? Pita adalah putriku. Putri dari keluarga ku," ucapnya datar.
"Putriku di culik saat ia baru berumur 2 tahun. Saat kami berada di Indonesia. Mereka meletakkan putriku didepan sebuah panti asuhan. Apa kau lihat tanda di pundaknya? Itu tanda lahir dari putriku," ucap Yuli. "Apa aku harus membawa dokter untuk menunjukan bukti DNA putri dan suamiku?"
"Kau masih berani mengatakan jika putriku berasal dari keluarga rendahan seperti bayanganmu?" tanya Devan dengan tatapan tajam menusuknya. Ia mengepalkan tangannya dengan kuat.
Sialan! Selama ini putrinya sudah sangat menderita berani sekali mereka melakukan ini semua pada putrinya, Pita.
Disisi lain~
"Tunggu Pita!" teriak Alvito sambil berlari menghampiri Pita. Perempuan itu nampak berlari menghindar dari kejaran Alvito dengan berlinang air mata.
"Lepas!" bentak Pita saat tangannya berhasil ditahan Alvito. Alvito menggelengkan kepalanya.
"Dengarkan---"
"Apa yang harus aku dengarkan? Penjelasan kebenaran dari ibumu atau olokan dari bibimu? Mana yang harus aku dengar?" tanya Pita dengan air mata. "Kalian memang orang kaya sedangkan aku-aku tidak lebih seorang yang beruntung menyukaimu,"
Alvito memeluk tubuh Pita namun gadis itu tampak memberontak. "Aku mencintaimu," bisik Alvito. Pita nampak berontak di dalam pelukan Alvito.
"Bohong!" teriak Pita. Alvito menggelengkan kepalanya. Dia tidak bohong.
"Aku mencintaimu. Aku benar-benar---"
"Kau pikir aku percaya? Aku hanya dari keluarga miskin sedangkan kau," Pita menghentikan perkataannya ia menangis dengan lirih.
"Kau menyakitiku. Keluargamu bahkan merendahkan aku. Apa aku serendah itu dimata kalian?" tanya Pita dengan tangisannya.
"Kau bukan dari keluarga miskin. Kau bukan--"
"Bukan?" Pita tertawa lirih. "Lalu apa? Memang dari awal kita tidak bisa bersama," ucapnya.
Alvito menatap tidak percaya. "Tidak. Kau salah---"
"Sejak awal harusnya aku tidak bertemu denganmu. Dan lebih bodohnya aku malah menyukaimu. Sangat menyedihkan bukan?"
∆∆∆
"Dengarkan aku Pita," ucap Alvito.
Pita menepis tangan Alvito. "Yang mana yang harus aku dengarkan?" tanyanya.
"Kau lihat! Keluargamu bahkan tidak menyukaiku. Mereka bahkan menghinaku. Jika dari awal aku tau aku tidak akan dekat denganmu," ucap Pita sambil tersenyum pahit.
"Jangan berkata seperti itu Pita. Aku benar-benar mencintai mu," lirih Alvito. Tubuhnya lemas.
Pita tertawa kecil dengan begitu menyedihkan. "Mencintaiku? Mencintai seorang gadis dari panti asuhan? Mencintai gadis yang tidak tau asal usul keluarga nya? Begitu maksudmu?" tanyanya.
"Kau bukan gadis dari panti kau bukan anak dari hubungan gelap. Kau adalah putri bangsawan. Percaya padaku," ucap Alvito sambil memegang kedua pundak Pita.
"Bohong! Kau bohong!" Pita menggelengkan kepalanya.
"Benar sayang. Kau bukan dari keluarga rendahan," Pita menoleh menatap kearah sepasang suami istri yang membuatnya terkejut adalah wanita itu mirip sekali dengannya.
Tunggu, apanya yang benar? Pita menatap bingung.
"Kau putriku. Kau bukan dari keluarga rendahan sayang," ucap Yuli sambil tersenyum.
Pita menatap terkejut. "Tidak mungkin," lirihnya.
"Itu benar sayang," Devan datang bersama dengan Jack anak buahnya.
"Tidak. Tidak mungkin," Pita menutup kedua telinganya.
Yuli menatap khawatir, ia pun berjalan mendekat namun Pita bergerak mundur.
"Jangan mendekat!" ucap Pita. Yuli menatap sedih kearahnya.
"Kemari sayang. Peluk ibumu," ucap Yuli.
Pita menggelengkan kepalanya. "Kau bukan ibuku. Aku bukan putrimu. Ini tidak---"
Alvito menangkap tubuh Pita yang hilang kesadaran. Ia menepuk pipi Pita agar gadis itu sadar.
"Bawa ke rumahmu nak. Aku harus mengurus sesuatu disini dulu," ucap Devan. "Aku percayakan putriku padamu,"
Alvito mengangguk. Ia pun menggendong Pita dan memilih pergi meninggalkan tempat tersebut.
Yuli menatap sedih namun Devan mengelus rambutnya. "Bersabarlah sayang. Pita akan menerima kita dengan perlahan. Jangan sedih," ucapnya.
"Semoga saja," lirih Yuli dengan sedih.
Mungkin ini terlalu mendadak untuk Pita. Yuli hanya menghela nafas pelan.
"Ikutlah bersama Alvito. Aku akan mengurus beberapa orang yang sudah membuat putriku menderita," ucap Devan sambil mengecup kening Yuli.
"Hati-hati," ucap Yuli.
Devan mengangguk. "Ayo Jack! Kita harus membuat perhitungan pada mereka yang berani menyakiti putriku,"
∆∆∆
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
My Arrogant Billionaire [END] [PROSES TERBIT]
RomanceCOVER BY OBI ART Serumah dengan orang kaya yang sombong dan sialnya sangat tampan. Anugrah atau kesialan? Itulah yang di rasakan gadis yang bernama lengkap Pingkan Agustina biasa di panggil Pita oleh temannya. Gadis keturunan darah kental Jawa harus...