dua puluh satu.

9.1K 541 29
                                    

"Ini," ucap Xander sambil memberikan undangan untuk Alvito.

"Kau harus datang," sambung Xander sambil tersenyum.

Alvito menatap undangan pernikahan tersebut. "Kau akan menikah?" tanyanya bingung.

Xander mengangguk. "Minggu depan aku akan menikah, kau harus datang. Dan pergilah bersama Pita," ucapnya.

"Kenapa Bibi Laila tidak memberitahu ku?" tanya Alvito kesal.

Xander terkekeh pelan. "Karena kau terlalu sibuk dengan duniamu," balasnya dengan santai.

Alvito mendengus kesal. "Aku akan datang," ucapnya.

Xander mengangguk. "Tentu saja kau harus datang. Jika tidak aku akan menyeretmu untuk datang," ucapnya.

Alvito memutar bola matanya dengan malas. "Pergilah," ucapnya.

Xander melotot tidak terima. "Kau mengusirku?" tanyanya kesal.

Alvito menggeleng. "Tidak tapi menyuruhmu," ucapnya santai. Ia melanjutkan kegiatannya.

Xander mencibir kesal. "Oh ya, kau harus ikut acara pesta sebelum pernikahan," ucapnya.

"Acara tempat berkumpulnya kita para pria," sambung Xander.

Alvito mengangguk paham. "Aku akan datang," ucapnya.

"Kalau begitu aku pergi dulu. Ingat, kau harus datang. Jika tidak aku akan merajuk padamu," ucap Xander.

Alvito mengangguk malas laku Xander pun keluar dari ruangan Alvito. Alvito menggelengkan kepalanya lalu kembali membaca dokumen yang sudah menumpuk di mejanya.

Alvito menghentikan kegiatannya. Jika ia datang ditempat pernikahan Xander maka Pita akan bertemu dengan ibunya.

Alvito memijat pelipisnya. Mungkin kali ini ia tidak bisa menghindar dan juga tidak bisa berbuat banyak takut jika Pita menjadi sasaran empuk dari ibunya.

Ia yakin ibunya pasti memiliki rencana lain setelah banyak yang ibunya lakukan namun semuanya gagal.

"Kali ini tidak bisa menghindar ya," gumam Alvito.

"Aku harus menjemput Pita," ucap Alvito, lalu ia pun berdiri dan mengambil jas hitam miliknya.

Pita kini berada di universitas, ia memiliki jam kuliah pagi ini. Alvito langsung menancapkan gas mobilnya menuju tempat kuliah Pita.

Disisi lain...

"Aku senang sekali. Terima kasih, kau sudah banyak membantuku," ucap Revi sambil memeluk lengan Pita.

"Tentu saja karena kita teman," balas Pita sambil tersenyum.

"Tidak. Tapi kita adalah sahabat," ucap Revi senang.

"Ngomong-ngomong bagaimana hubunganmu dengan Alvito?" tanya Revi penasaran.

"Tidak ada yang menarik," balas Pita.

"Kau yakin belum mencintainya?" tanya Revi bingung.

"Aku tidak bisa mencintai pria yang sudah memiliki tunangan," lirih Pita. Mungkin.

"Jangan menyerah seperti itu. Aku yakin Alvito benar-benar mencintaimu," ucap Revi.

"Entahlah," balas Pita bingung.

Revi tersenyum. "Kau sudah jatuh hati padanya Pita," ucapnya.

Tubuh Pita menegang ditempat. "Tidak. Aku tidak mencintainya," ucapnya mengalihkan pembicaraan.

"Kau terlihat begitu sedih saat menceritakan Alvito. Jangan berbohong lagi padaku Pita, akui saja kau sudah jatuh hati padanya," ucap Reva.

"Aku tidak---"

"Mulutmu boleh menyangkal nya tapi hatimu tidak Pita,"

∆∆∆

"Kenapa kau tidak mengatakannya padaku lebih dulu?" tanya Pita kesal.

Lihatlah saat ia baru saja keluar dari kelasnya mobil mewah bewarna hitam terparkir didepan lalu setelah itu Alvito keluar hingga membuat dirinya menjadi pusat perhatian banyak orang.

"Aku hanya ingin menjemputmu," ucap Alvito sambil mengangkat bahunya.

"Tapi tidak dengan membuat heboh disini," ucap Pita dengan gemas.

Alvito menatap acuh membuat Pita menggerutu kesal melihat tingkat Alvito.

"Ikut aku," ucap Alvito membuat Pita menoleh dan menatap bingung.

"Kita akan kemana?" tanya Pita bingung.

"Membeli gaun untuk kau pakai. Undangan pernikahan Xander akan diadakan seminggu lagi," ucap Alvito sambil memberikan undangan pernikahan Xander.

"Xander akan menikah?" tanya Pita sambil berdecak kagum. Teryata pria itu sudah memiliki seorang wanita.

Alvito mengangguk. "Aku pun heran. Teryata masih ada perempuan yang mau dengannya," ucapnya.

Pita memutar bola matanya dengan malas. "Terserah kau saja," ucapnya.

"Kau harus menemaniku disana," ucap Alvito sambil tersenyum.

Pita mengangguk malas membuat Alvito tersenyum tipis. "Kau menurutiku?" tanyanya penasaran.

"Lalu? Jika aku menolak pun kau akan tetap memaksaku bukan?" tanya Pita malas.

"Good girl,"

Disisi lain...

Winda berdecak kesal. Segala usaha yang ia lakukan untuk menyingkirkan Pita dari Alvito semuanya gagal.

Alvito begitu cerdik hingga tau apa saja yang ia lakukan. Winda harus melakukan sesuatu agar Pita pergi dengan sendirinya.

"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Winda sambil mengotak-atik ponselnya.

Dari penyerangan tidak ada yang berhasil, lalu beberapa hari lalu saat ia menyuruh seseorang untuk menculik Pita tidak membuahkan hasil juga.

Winda menghentikan kegiatannya. Tunggu, bukankah Pita berasal dari keluarga sederhana? Ini akan mudah untuk mencari latar belakangnya.

Winda tersenyum penuh arti. Jika ia tidak bisa menyakiti gadis itu maka ia akan menggunakan cara lembut agar gadis itu segera pergi dari hadapan Alvito dengan sendirinya.

Winda nampak menghubungi seseorang untuk mencari tau semuanya.

"Hallo sayang, ini bibi. Kau bisa mencari data seseorang? Aku memerlukannya, akan aku kirimkan foto dan namanya," ucap Winda.

"......."

Winda tersenyum sinis lalu ia mematikan sambungan telepon dan terkekeh pelan.

Ia akan melakukan apa saja jika itu untuk semua yang akan ia dapatkan.

"Hari bahagia mu sudah berakhir," gumam Winda.

"Kini saatnya kau harus pergi dari kehidupan anakku," sambung Winda.

"Karena sampah sepertimu tidak akan cocok bersanding dengan anakku,"

∆∆∆
TBC

Konflik panasnya sudah dimulai siapkan tissue wkwk

My Arrogant Billionaire [END] [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang