17. Let's Start (2)

3.1K 161 32
                                    

Fei bangkit dari ranjang nya, dirinya benar-benar tidak mengerti dengan situasi nya sekarang. Dipikiran nya sekarang yang terpenting ia harus keluar dari sini, ia harus menemui ayahnya untuk membicarakan hal ini sekarang.

Langkah Fei terhenti saat samar-samar dirinya mendengar isak tangis perempuan di sebuah ruangan yang diyakini ruang tidur. Dengan rasa penasaran, Fei mencoba mengintip untuk mencari tau siapa yang menangis.

"Tante Melisa" gumam Fei saat mengetahui yang tengah menangis adalah tante Melisa.

"Hiks, aku gamau kehilangan putra kita sayang" tangis Melisa pecah saat Edwin menariknya kedalam pelukan.

"Aku harus gimana lagi agar gadis itu mau kembali pada anak kita. Kau bahkan sudah membeberkan semuanya pada orang tuanya dan memaksa mereka membalas budi karena kita dulu sudah menyelamatkan nyawa putri mereka kan? Tapi kenapa mereka belum memberikan keputusan nya sampai sekarang?"

Edwin terdiam mendengar perkataan istrinya. Sebenarnya ia sudah mendapatkan jawaban dari mereka, hanya saja jawaban yang di dapatkan Edwin hasilnya tidak memuaskan. Oleh karena itu Edwin tidak berani berbicara jujur pada sang istri.

Flashback on

"Bagaimana dengan tawaran kemarin?" Tanya Edwin di telfon. Terdengar helaan nafas dari seberang telfon. Saat ini Edwin sedang mentelfon dengan Kevin Fernandez, orang tau dari Fei.

Satu jam sebelum menculik Fei, Edwin dan Melisa menghampiri keduanya di rumah sakit. Mereka membeberkan semuanya pada Kevin dan Asyira, lalu mengutarakan niat mereka meminta balas
budi atas kebaikan yang pernah mereka lakukan pada Fei.

Jika bukan karena putra pewaris satu-satunya, keduanya tak akan mau merendahkan diri dengan datang secara cuma-cuma ketempat seperti ini hanya untuk meminta balas budi.

"Maaf tuan, bukannya mau menolak tawaran anda. Hanya saja, semua itu kami serahkan kembali pada putri kami Fei. Kami akan mendukung setiap keputusan yang putri kami ambil, kami hanya tak ingin merenggut kebebasan putri kami." Ucap Kevin tenang.

Tentu saja Kevin tak terima dengan penawaran Edwin. Orang tua mana yang rela menukarkan kebahagian anaknya dengan harta? Ayolah, itu sama saja seperti Kevin menjual putri nya.

Edwin mengepalkan tangannya pertanda marah. Jika tidak bisa dengan cara baik-baik ia akan menggunakan cara kasar agar mereka mau menuruti keinginan nya.

Setelah mendengar perkataan Kevin, tanpa berkata apapun Edwin memutuskan panggilan secara sepihak. Menyeringai kecil memikirkan rencana yang tersusun di otak cerdas nya.

Flashback off

"Sayang, kamu denger gasih aku ngomong?" Kesal Melisa di sela tangis nya karena merasa di hiraukan oleh Edwin.

"Maaf, tadi kamu ngomong apa?"

"Apa aku harus bersujud di kaki gadis itu agar ia mau kembali pada putra kita?" Lirih Melisa.

Edwin menggeram marah pendengar niat istrinya yang hendak merendahkan diri pada gadis yang keluarga nya sudah merendahkan mereka karena penolakan yang diajukan.

"Tidak! Kau ini apa-apa an, jangan merendahkan diri kita lagi pada gadis itu ataupun keluarga nya. Kita beritahu saja dia tentang kita yang menyelamatkan nyawa dia dulu, lalu kita meminta balas budi atas itu. Aku yakin gadis itu mau menyetujui permintaan kita, aku yakin dia gadis baik." Marah Edwin, dada nya naik turun seiring nafasnya yang tak teratur.

Sedangkan Fei yang dari tadi mendengar perbincangan keduanya mengernyitkan dahinya bingung. Menyelamatkan nya? Menyelamatkan apa?Dengan rasa penasarannya, Fei tak sadar sudah melangkah maju ke arah kedua paruh baya tersebut.

Possessive [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang