Chapter 20

118 6 1
                                    

Tung POV

Aku menatap permukaan danau yang berkilau dari atas kudaku. Beberapa prajurit nampak sedang memandikan kuda di tepi danau sebelah barat, beberapa juga masuk ke dalam danau untuk mendinginkan tubuh setelah berlatih.

Aku tak memperhatikan mereka lebih jauh. Karena aku tahu orang yang kucari tak ada di antara mereka.

Hua Ji Un telah pergi meninggalkan perkemahan dua hari yang lalu. Meski hatiku terasa kosong dan kesepian tapi perkemahan tetap berjalan seperti biasa.

Lima orang prajurit berangkat meninggalkan perkemahan di malam hari saat semua orang telah tidur. Meski aku tahu dia akan pergi, aku tak mengantar kepergiannya.

Aku ada di dalam tenda saat salah satu pengawalku masuk dan menginformasikan kepergian mereka.

Huft...

Tanganku membelai surai rambut kuda yang kunaiki dan menepuknya perlahan, mengajaknya untuk berbalik dan melanjutkan perjalananku.

Terlalu dini untuk mendengar kabar dari Ji Un dan yang lain. Saat ini mereka pasti masih di perjalanan. Bahkan belum sampai ke desa yang disepakati akan mereka tinggali sebelum menyebar.

Sebelum aku melihatnya, aku mendengar suara langkah kuda yang berderap mendekat. Tak perlu melihat ke arah kedatangan untuk tahu siapa yang menyusulku hingga ke tempat ini.

"Komandan..." sapanya memberi hormat,

"Ada apa?"

"Ada utusan dari ibukota, dia datang untuk menyampaikan pesan dari Yang Mulia!" jawab Kapten Qiang.

Tanpa menjawabnya, aku memacu kudaku untuk kembali ke perkemahan.

Ji Un POV

Lima orang prajurit dikirim keluar dari perkemahan untuk mempelajari informasi tentang pasukan musuh. Termasuk aku adalah salah satunya.

Kami berangkat di malam hari dua malam yang lalu. Seharusnya kami sudah akan sampai di desa yang kami tuju. Namun di malam kedua kami bermalam di hutan, kami bisa merasakan bahwa kami sedang diawasi.

Mengingat nasib telik sandi yang dikirim sebelumnya berakhir tanpa kabar, kami pun memutuskan untuk berpisah di sana. Aku dan prajurit Ming memutuskan untuk pergi bersama mengambil jalur memutar menyusuri sungai. Sedangkan tiga orang lainnya memutuskan untuk keluar dari jalan setapak dan melintasi hutan.

"Ji Un! Ada ceruk di balik batu ini, kita bisa beristirahat disini malam ini!" sahut Er Hua,

"Baiklah... Paling tidak kita punya atap di atas kepala!" anggukku setuju,

"Huft... Untung kita menemukan tempat ini..." desah lega Er Hua terdengar,

"Jangan menyalakan api!" kataku memepringatkan saat melihat pria itu bergerak mengumpulkan dahan dan daun kering, "Aku tidak yakin kita cukup aman. Bisa saja orang yang mengikuti kita sebelumnya masih ada di sekitar sini!"

"Jadi kita makan roti keras ini lagi?" keluhnya,

"Paling tidak kita punya air untuk diminum... Semoga saja Feng Lai dan yang lain menemukan cara untuk menambah perbekalan mereka..." sahutku.

Setelah makan dan minum, kami pun memutuskan untuk beristirahat. Er Hua bertugas jaga pertama, kemudian di setengah malamnya aku akan berjaga.

Rasanya baru saja aku memejamkan mata, tak lebih dari dua jam, saat Er Hua mengguncang tubuhku.

Aku pun segera terbangun dalam keadaan waspada.

"Ada seseorang..." bisiknya,

"..."

Mulan... The Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang