Ji Un POV
Suasana hati semua prajurit sangat baik. Malam ini adalah malam perayaan, ulang tahun Kaisar. Semua orang siap untuk berpesta. Kecuali satu orang yang belum nampak di tengah lapangan.
Komandan Tung.
Setelah meninggalkan lapangan dengan ekspresi marahnya. Dia tak lagi muncul. Bahkan saat api unggun dinyalakan dan semua prajurit duduk melingkari api unggun.
Sersan Qiang ada di dekat api unggun terbesar. Dan beberapa kali dia melempar pandangan ke arahku. Namun aku mencoba mengacuhkannya.
"Kenapa Sersan melihatmu terus menerus?" tanya Cricket,
"Entahlah..."
"Ji un... Apa kau melakukan kesalahan lagi?" tanyanya lagi dengan nada menuduh,
"Kau pikir aku ini apa hah?"
Semua orang tertawa menanggapi pembicaraanku dan Cricket namun aku tak bisa menahan diri untuk terus melirik ke arah api unggun utama.
Tak lama kemudian, aku bisa melihat Komandan Tung berjalan memasuki lapangan. Dalam perjalanannya ke tengah dia menyapa semua orang, namun saat ada di dekatku, dia hanya melewatiku seolah aku tak terlihat.
Beberapa hari terakhir aku memang menghindarinya tapi saat Komandan mengacuhkanku, hatiku terasa seperti diremas. Aku memaksa air mata yang mulai mengembang masuk kembali dan aku memaksakan sebuah senyuman di depan teman-temanku.
Bisa kulihat bagaimana Komandan Tung menyampaikan pidato untuk memulai acara makan malam dan memberi aba-aba agar musik dimainkan.
Satu tim pemain musik didatangkan khusus dari desa terdekat untuk menghibur para prajurit. Empat orang pemain musik dan 2 orang penari wanita dengan baju minim. Kedua penari itu menari mengelilingi api unggun utama. Salah satunya bahkan dengan terang-terangan menggoda Komandan dengan menari berputar-putar seperti kupu-kupu di sekelilingnya.
"Apa yang kau lakukan dengan ayam itu Ji Un?" tanya Cricket mematahkan tatapan dinginku.
Saat aku menatap tanganku. Satu paha ayam telah remuk dalam genggamanku. Tiba-tiba aku berharap bisa mematahkan leher seseorang.
Sake terus mengisi gelas semua orang. Tak terkecuali gelasku. Tapi yang kupedulikan dan paling mengesalkan buatku adalah bagaimana penari itu duduk di samping Komandan Tung dan terus mengisi gelasnya. Mengajaknya minum bersama.
Saat malam semakin larut dan penari itu tak kunjung melepaskan diri dari tubuh Komandan, aku semakin merasa muak. Meninggalkan teman-temanku yang telah setengah mabuk, aku berjalan keluar dari lapangan menuju danau. Aku butuh udara segar.
Pemandangan di tepi danau nampak tenang dan tak terganggu. Walau sayup masih bisa terdengar suara musik dari tengah camp.
Wajahku terasa memanas karena minuman keras yang hampir tak pernah kuminum sebelumnya. Dan tubuhku terasa panas karena rasa kesal.
'Ini menyebalkan! Kenapa aku merasa kesal melihat dia bersenang-senang dengan wanita itu? Jika aku berdandan, aku bahkan lebih cantik darinya!' rutukku dalam hati.
Namun kemudian aku menyadari kenyataan pahit bahwa aku mungkin takkan pernah lagi menggunakan barang-barang yang dulu kubenci setengah mati. Gaun panjang melambai, kertas gincu untuk memerahkan bibir. Rambut yang dikepang rapi. Takkan ada lagi semua itu bagiku.
Tiba-tiba aku merasa sedih. Merindukan Ayah, Ibu dan adikku. Entah bagaimana keadaan mereka. Karena kabur dari rumah, aku tak berani berkirim surat. Tak ada jalan untuk mencari tahu.
"Apa yang... kau lakukan disini?" tanyanya dengan suara pelan,
"Komandan?!"
Kemunculan Komandan Tung yang tiba-tiba membuatku terkejut. Tubuhku spontan berbalik ke belakang. Tak menyadari posisi kami yang teramat dekat, tubuhku menubruk tubuh keras Komandan Tung dan membuat kami berdua tak seimbang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mulan... The Love Story
FanfictionMulan mencintai pria itu. Pria kharismatik yang memimpin ribuan pasukan dan dihormati semua orang. Namun dia adalah wanita tomboy, kasar dan kini bahkan menyelusup diantara pasukan, berpura-pura menjadi seorang prajurit. Seseorang yang bukan diriny...