Tung POV
Aku membagi pasukanku menjadi dua. Menyerahkan satu pasukan di bawah kendali Kapten Kang, lalu satu lagi pada Kapten Qiang.
Aku sendiri mengambil posisi di pasukan kedua dimana itu adalah pasukan yang Qiang bawahi. Pos kami berada tepat di belakang perkemahan dengan posisi terjauh. Satu arah dengan jalur pelarian para penari.
Kami bertugas membersihkan jalur pelarian dan memastikan semua titik api telah berhasil dinyalakan.
Pasukan Tuan Ma dan Kapten Kang akan menyerang dari sisi kanan dan kiri depan. Menyisakan satu jalur gunung agar pasukan musuh bisa digempur mundur ke arah jalur kedatangan mereka.
Aku duduk di atas sebuah batu datar di tepian tebing sembari mengamati perkemahan itu.
Api unggun telah dinyalakan di tengah perkemahan, tanda pesta akan segera dimulai.
'Dia akan menari di dalam lingkaran itu...
Kira-kira apa yang dipikirkannya saat itu?' batinku bertanya.
Aku belum pernah melihatnya menari. Aku juga tak tahu apa akan ada kesempatan bagiku melihat hal itu.
Huft...
'Dia pasti sangat cantik...'
"Komandan..." panggilnya,
"Qiang..."
Pria itu meletakkan sesuatu di depanku.
"Makanlah dulu!
Kami membawa perbekalan dari perkemahan... Meski tak bisa menyalakan api disini, tapi aku memastikan semua pasukan bisa makan malam..."
Aku melirik tumpukan roti dingin dan daging asap yang diawetkan. Meski tak berselera, aku tetap mengambil beberapa dan memakannya. Bagaimanapun kami butuh energi untuk penyerangan malam ini.
"Kau nampak banyak pikiran...
Apa yang terjadi selama kau tinggal di Gunung itu?"
"Banyak hal Qiang... Banyak hal..."
"Kau nampak lebih tenang jika dibandingkan saat kita berpisah.
Tapi kau juga nampak banyak pikiran..." katanya,
"Uhn... Aku memikirkan penyerangan malam ini dan kelanjutan perang ini..."
"Kita akan bisa memukul mundur mereka dari perbatasan. Dan mereka akan kembali ke negara mereka...
Perang akan berakhir dan kita akan kembali ke Ibukota..." sahut Qiang,
"Benarkah semudah itu?
Aku bersyukur kau masih bisa bersikap sepositif itu... Karena aku tak bisa..."
Kami berdua terdiam. Qiang nampak meresapi apa yang kukatakan.
"Lalu apa?
Apa bahkan jika kita berhasil menang malam ini, kita takkan bisa mengakhiri perang?" tanyanya,
"Kekuatan mereka bukan hanya di jumlah pasukan atau kekuatan jendralnya...
Mereka memiliki kekuatan moril yang tak kita miliki..." jawabku gamblang,
"Maksudmu?"
"Keberadaan penyihir itu mendongkrak semangat mereka... Dan kemenangan demi kemenangan yang diraih wanita itu membuat kekuatan moril mereka semakin tinggi...
Kepercayaan diri itu membuat mereka berkali-kali lipat lebih kuat dibanding pasukan kita..."
Aku tak ingin membohongi Qiang. Dia telah menjadi orang kepercayaan ku selama bertahun-tahun. Aku ingin dia bisa melihat kenyataan berat yang kami hadapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mulan... The Love Story
FanfictionMulan mencintai pria itu. Pria kharismatik yang memimpin ribuan pasukan dan dihormati semua orang. Namun dia adalah wanita tomboy, kasar dan kini bahkan menyelusup diantara pasukan, berpura-pura menjadi seorang prajurit. Seseorang yang bukan diriny...