Halaman 23

4.4K 497 16
                                    

Halaman itu sangat luas dan menyejukkan, Haechan memejamkan matanya merasakan hembusan angin yang menerpa wajahnya. Kali ini dia merasakan kebebasan, rasanya begitu ringan, baik hati maupun raganya. 

"Haechan." hybrid itu membuka matanya ketika mendengar suara yang tak asing ditelinganya, suara lembut yang selalu berhasil membuat Haechan tenang. Ia menatap sosok nenek yang merawatnya sejak kecil, nenek Renjun yang biasa dia panggil 'Mama'. Angelisa namanya, salah satu penyihir putih yang suka menolong orang dan akhirnya menikah dengan kakek Renjun. 

"Mama.." Haechan refleks memeluk Angel, merasakan kehangatan tubuh Angel yang tak pernah berubah. 

"Haechan merindukan Mama." ucap Haechan tanpa melonggarkan pelukannya sedikitpun,

"Mama juga." ucap Angel sembari mengusap kepalanya dengan lembut. Selama beberapa waktu mereka hanya saling merasakan kehangatan dalam pelukan satu sama lain, 

"Haechan, kau sudah melaksanakan tugasmu dengan baik." ucap Angel. 

Sebuah senyuman merekah dibibir Haechan begitu mendengar pujian yang dilontarkan oleh Angel. "Tapi Haechan." Angel melonggarkan pelukannya untuk menatap wajah Haechan. 

"Mama tidak suka ketika harga dirimu direndahkan oleh orang-orang itu." ucap Angel. 

Mendengar hal itu pancaran kesedihan terlihat di kedua bola mata Haechan, 
"Tapi aku-"

"Haechan, jika itu tidak benar kau bisa melawan. Mama sudah mengajarkanmu untuk menjadi kuat, bukan?" Angel mengusap pipi Haechan dengan lembut. Anak itu menundukkan kepalanya, merasa bersalah karena tidak bisa melakukan permintaan Angel. 

"Apapun yang kau inginkan, perjuangkan juga. Apa yang bisa membuatmu bahagia, ambil lah. Jangan peduli dengan apapun yang menghalangi jika itu merupakan hal baik. Menyalahi aturan bukan sesuatu yang buruk." Angel menangkup pipi Haechan kemudian membuat anak itu mendongak menatapnya. 

"Masih ada waktu untuk memperbaiki semuanya." ucap Angel. 

"Masih belum terlambat?" Haechan balik bertanya, hal itu membuat Angel tersenyum kemudian mengangguk.

"Masih ada waktu untuk memperbaiki semuanya." ucap Angel. 


Haechan membuka matanya ketika mimpi itu berakhir, nafasnya memburu dan ia langsung mengedarkan pandangannya. Ketika dia bergerak, punggungnya terasa sakit dan perih luar biasa. 

"Jangan bergerak dulu." Haechan menoleh ke sumber suara, Renjun masuk ke dalam kamar dengan membawa nampan berisi sarapan. 

"Renjunie.." 

Setelah Renjun menaruh nampan, ia langsung duduk disamping Haechan yang masih terbaring dengan posisi miring itu. 

"Kau membuatku khawatir karena tidur terlalu lama." ucap Renjun sembari mengusap kepala Haechan dengan lembut, wajah anak itu masih terlihat pucat, tak seperti biasanya yang selalu terlihat berseri. Haechan tidak menjawab dan memilih untuk menikmati usapan Renjun di kepalanya. 

"Aku sudah berusaha keras memulihkan lukamu, kau harus cepat sembuh." ucap Renjun. Ia kemudian membantu Haechan untuk duduk, menyuapi anak itu dengan sup yang sudah dibuat oleh pelayannya. Hari sudah siang dan ini adalah hari ketujuh setelah hari itu. 

Ya, Haechan tak sadarkan begitu lama sampai Renjun khawatir. 

"Renjunie baik-baik saja kan?" tanya Haechan sembari mengunyah makanannya, 
"Aku yang harusnya bertanya begit padamu." balas Renjun. 

"Aku takut kalau orang istana ikut membuatmu menanggung hukuman." ucap Haechan dengan bibir mengerucut, Renjun hanya terkekeh mendengarnya.

"Mereka tidak akan berani melakukan itu." balas Renjun, ia menyodorkan satu gelas minuman pada Haechan dan satu cangkir kecil berisi obat herbal untuk mempercepat penyembuhan luka Haechan. 

ALEXANDER (MARKHYUCK) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang