Tinggal serumah

3.3K 450 17
                                    


Arga tersenyum. Dia kemudian mempersilakan Kiara masuk setelah membuka pintu. Ruangan luas dengan sofa berwarna kuning gading menyambut kedatangan mereka.

Tak ada hiasan dinding di sana. Wallpaper putih membuat rumah ini semakin lega. Di depan sofa terdapat televisi LED menempel di dinding. Tanpa sekat, tatapan Kiara berlabuh ke pantry yang bisa dilihat dari ruang tamu. Dapur bersih dengan kulkas empat pintu dan kompor listrik membuat ruangan itu sangat nyaman digunakan bereksperimen.

"Di atas ada satu kamar. Eum ... itu sebenarnya kamar untuk kerjaku sih, sambil melepas penat kadang aku suka berlama-lama di sana," terang Arga.

"Kamu mau lihat ke atas?" tanyanya.

Kiara menggeleng.

"Oke, itu kamar utama dan satu lagi untuk siapa aja yang mau menginap. Nah satu kamar lagi, untuk asisten rumah tangga."

Kiara menghela napas.

"Kita duduk dulu?"

Anggukan Kiara dibalas senyum oleh Arga. Pria itu mengajaknya duduk di sofa.

"Kulkas masih kosong, kita belanja dan  mengisinya nanti."

"Sebenarnya ada orang yang biasa bersih-bersih rumah juga kolam renang di sana, cuma memang hanya satu pekan sekali."

Tak menjawab perempuan yang mengenakan celana denim dan blouse berwarna biru gelap itu hanya tersenyum tipis.

"Kiara."

"Ya?"

"Kamu sejak tadi hanya mengangguk dan menggeleng. Apa kamu marah?"

Pertanyaan Arga membuatnya mengangkat wajah membalas tatapan suaminya.

"Marah? Untuk apa?"

Menarik napas dalam-dalam, Arga menyandarkan tubuhnya. Penatnya perjalanan membuat dirinya semakin sesak melihat reaksi Kiara.

"Entah, tapi aku merasa mood-mu sedang tidak baik."

"Jadi, di mana kamarku nanti?" Kiara mengalihkan pembicaraan.

"Terserah. Kamu bisa menempati kamar mana yang kamu suka," balas Arga.

"Ini bukan rumahku. Kamu yang berhak menentukan di mana aku tinggal."

"Ini rumahmu juga, Kiara."

Kiara bergeming. Meski dia mencoba bersikap biasa, tetapi mata beningnya tak bisa membohongi seperti apa suasana hatinya.

"Sampai kapan?" tanyanya menatap vas bunga kosong di meja.

"Sampai kapan, maksudmu?"

"Sampai kapan aku bisa menempati rumah ini?" Kiara melipat kedua tangannya.

Arga menarik napas dalam-dalam.

"Tak bisakah kita sejenak tidak membahas itu? Aku ingin kita berbicara soal lain."

Kiara tersenyum getir

"Rumah ini kamu beli dengan harapan bisa hidup bersama dengan Astrid, kan? Aku tahu rasanya memiliki harapan yang tidak terwujud. Rasanya sakit, kan?"

Perempuan berambut sepunggung itu bangkit dari duduk melangkah menuju jendela kaca yang menghubungkan ke taman dan kolam renang. Matanya berkaca-kaca. Ingatannya kembali ke masa di mana dia juga pernah memiliki impian manis bersama Satria.

"Ra, dengar aku. Rumah ini aku beli tanpa niatan seperti yang kamu bilang," tuturnya menghampiri dan berdiri di samping Kiara.

"So, apa bedanya?"

Titian Takdir (Sudah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang