Kiara bersandar seraya memijit dahinya. Kembali kepalanya berdenyut. Beruntung meeting siang itu sudah selesai dan staf dari departemen perindustrian sudah meninggalkan kantornya."Ra? Are you okey?" Niken berjalan mendekat.
Kiara mengangguk lalu meneguk air mineral di depannya.
"Kamu mau aku antar pulang, Ra?" tawar Niken. Sahabatnya itu terlihat khawatir karena Kiara tampak pucat.
"Nggak, Ken. Aku nggak apa-apa kok," tolaknya.
"Oke, kamu mau makan apa? Kamu tadi bilang kalau belum makan nasi, kan? Aku pesankan ya? Eum, gimana kalau nasi Padang di langganan kita. Mau?"
"Terserah!"
Niken mengangguk kemudian mengambil ponselnya untuk memesan makanan.
"Ponsel kamu mana, Ra!" Fia muncul di pintu, tetapi mendadak wajahnya berubah saat melihat Kiara yang tak seperti biasanya.
"Kamu sakit, Ra? Ken! Kiara kenapa?"
"I'am okey! Mungkin cuma karena telat makan aja, Fi."
Fia mendengkus. Belakangan ini Kiara memang agak aneh. Biasanya sahabatnya itu selalu tertib pada dirinya sendiri. Kiara bukan tipe perempuan yang menolak makan hanya untuk diet. Kiara justru perempuan yang sangat menerapkan pola hidup sehat. Salah satunya adalah tidak pernah telat makan.
"Belakangan kamu aneh, Ra! Kenapa jadi malas makan gitu sih?" ungkap Fia.
"Kamu tadi tanya ponselku?"
"Ah iya! Tuh di depan ada Mas Angga sama Mas Rama. Mereka katanya sejak tadi ngubungin kamu tapi nggak bisa. Mereka khawatir!"
Kiara tersenyum tipis.
"Suruh masuk, Fi!"
Angga heran melihat adiknya tampak pucat. Demikian pula dengan Rama.
"Kamu kenapa, Ra? Kita ke dokter sekarang!" ujar Angga.
"Aku nggak apa-apa, Mas. Aku cuma ...."
"Kiara, kamu pucat banget! Angga benar, kamu harus ke dokter!"
Tak bisa membantah lagi, akhirnya Kiara mengikuti saran mereka semua. Angga dan Rama mengantar ke rumah sakit.
Selama di perjalanan, Kiara hanya memejamkan mata menahan rasa mual yang kadang muncul, belum lagi kepalanya yang masih terus berdenyut.
"Pasti ini asam lambung kamu kambuh, Ra! Ck! Udah sih! Pulang ke rumah Mama aja. Kamu itu sedang nggak fit. Kalau di rumah Mama ada yang merhatiin!" cicit Angga seraya mengemudi.
Kiara duduk di belakang ditemani Rama.
"Aku baik-baik aja, Mas! Nanti minum obat dari dokter juga sembuh, balas Kiara. "Udah jangan ngomel terus kenapa sih!" protesnya.
Rama tersenyum mendengar perdebatan keduanya.
**
Astrid baru saja keluar dari mobil saat melihat Kiara bersama dua orang pria berjalan menuju pintu masuk rumah sakit. Hari itu Astrid hendak mengunjungi kerabatnya yang dirawat di situ.
Dengan mata menyipit dia melangkah mengikuti mereka. Astrid sama sekali tidak tahu siapa pria yang bersama istri Arga itu. Mendadak dia seperti menemukan ide. Bak seorang detektif dia mulai merekam tiga orang di depannya hingga mereka bertiga duduk di ruang tunggu.
"Kamu duduk sini aja. Biar Mas yang daftarkan!"
Kiara mengangguk.
"Minum, Ra?" Rama menyodorkan botol air mineral padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titian Takdir (Sudah terbit)
RomanceMencintai dan dicintai adalah impian siapa pun. Akan tetapi, apa yang dilakukan ketika mimpi itu harus pupus karena takdir? Kiara Paramitha harus menepikan perasaannya demi memberi bahagia untuk keluarganya. Demikian pula dengan Arga. Pria yang sang...