Rama adalah teman sekolah Angga saat SMA. Pria itu dulu sering bertandang ke rumah bersama beberapa teman yang lain. Waktu itu Kiara masih SMP kelas dua.
Paras tampan yang dimiliki Rama serta pembawaan yang ramah membuat Kiara menyukai teman kakaknya itu.
Sekadar suka dan kagum saat usia beranjak remaja. Kala itu Rama sering memberinya hadiah kecil kesukaan Kiara. Segala sesuatu berwarna pink hampir selalu diberi oleh Rama.
Seperti halnya anak baru gede lainnya, Kiara hanya bisa bermonolog seandainya dia menjadi kekasih Rama. Namun, tentu saja keinginan itu tak diketahui Angga.
Hingga pada suatu hari, Angga mendengar Kiara bertutur dengan beberapa temannya yang sedang berkumpul di rumah mereka. Adiknya itu mengungkapkan kekagumannya terhadap Rama.
Akan tetapi, Angga hanya menanggapi sambil lalu karena tak ingin sang adik menjalin hubungan dengan siapa pun termasuk dengan temannya kala itu.
Kedekatan mereka berlangsung hingga menjelang kelulusan Kiara. Saat itu, Rama harus ikut ayahnya yang pindah tugas ke luar negeri. Hal itulah yang membuat dia dan Rama tak pernah lagi berhubungan.
Rama kini telah berbeda. Badannya tidak lagi sekerempeng dulu. Tubuhnya terlihat tegap dan berotot.
"Sejak kapan di Indonesia, Mas?" tanya Kiara seraya meletakkan beberapa cangkir berisi teh lemon di meja.
"Sudah lama sih. Kita semua sudah balik lagi ke sini kok," balasnya.
"Sudah lama, tapi nggak ngabarin aku? Keterlaluan kamu!" Angga meninju lengan temannya membuat Rama terkekeh.
"Sori, Angga. Aku benar-benar sibuk ngurusin kerjaan. You know lah, namanya juga baru merintis."
Angga mengangguk paham.
"Merendah aja terus, Bro!" tuturnya menepuk pundak Rama.
Pria berkulit putih itu tersenyum tipis. Rama adalah seorang penulis beberapa buku best seller. Dia sejak dulu memang suka menulis dan pernah beberapa kali mewakili sekolah untuk lomba. Ternyata hobinya semakin berkembang setelah dia tinggal di luar negeri.
Kini di sini pun dia tetap meneruskan hobinya itu, selain bekerja di salah satu perusahaan otomotif.
"Jadi, yang ngirim tadi Mas Rama?" Kiara menatap Rama dengan mata berbinar.
"Iya, awalnya aku nggak yakin kamu masih suka warna itu. Syukur aku dapat bocoran dari sumber terpercaya," kelakarnya menoleh ke Angga.
Kiara ikut tertawa mendengar ucapan Rama. Dirinya seperti tertarik ke masa lampau. Di saat dia masih remaja dan mengagumi pria itu. Mengingat semuanya, membuat Kiara malu.
"Makasih, Mas. Mas Rama masih ingat kesukaanku. Aku nggak nyangka!"
Rama tersenyum.
"Jangan remehkan ingatanku, Ra. Mungkin justru kamu yang lupa."
"Lupa?" Kiara menggeleng. "Nggak dong, Mas. Tadi itu bukan lupa, tapi nggak nyangka Mas Rama tiba-tiba muncul dan ...."
"Semakin kece! Iya, kan, Ra?" potong Angga yang sepertinya sudah memiliki rencana dengan pertemuan itu.
Ucapan Angga membuat Kiara melotot kepada sang kakak dengan wajah merona.
"Oh iya, Ra. Kamu pasti lupa pernah kasi aku sesuatu, kan?"
"Kasi apa, Mas? Kapan? Kok aku nggak ingat ya?" Kiara mengerutkan kening.
Rama menaikkan sebelah alisnya seraya tersenyum.
"Tuh, kan? Lupa. Aku bilang juga apa. Bukan aku yang lupa, tapi kamu," candanya.
"Emang adik aku kasi apa ke kamu?" tanya Angga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titian Takdir (Sudah terbit)
Roman d'amourMencintai dan dicintai adalah impian siapa pun. Akan tetapi, apa yang dilakukan ketika mimpi itu harus pupus karena takdir? Kiara Paramitha harus menepikan perasaannya demi memberi bahagia untuk keluarganya. Demikian pula dengan Arga. Pria yang sang...