Hujan yang mengguyur sejak semalam meninggalkan genangan di mana-mana. Rinainya pun masih tersisa hingga pagi. Kiara yang sudah rapi dan siap berangkat. Dia punya agenda untuk bertemu beberapa donatur yang didapat dari Astrid.
"Sebenarnya aku khawatir kamu pergi, Ra," tutur Arga mendekat saat Kiara masih duduk di depan meja rias
Matanya memindai paras sang istri tanpa jeda.
"Khawatir kenapa, Mas? Aku baik-baik aja kok," balas Kiara seraya bangkit dan menatap Arga dari pantulan cermin.
Arga tersenyum kemudian memeluknya dari belakang.
"Kamu yakin?"
"Kenapa nggak yakin, Mas?"
Arga meletakkan wajahnya ke ceruk leher Kiara.
"Aku cuma khawatir karena cuaca masih hujan dan jalanan licin. Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa, Sayang."
"Aku baik-baik saja. Lagian ada Astrid nanti. Kita janjian di kantor untuk pergi bareng ke beberapa donatur."
"Apa, Ra? Astrid?" Arga melepas pelukannya.
"Iya, Mas." Kiara membalikkan badan menghadap sang suami.
"Astrid kamu bilang? Kamu yakin?"
Bibir Kiara melengkung membentuk pisang. Dia lalu mengusap lengan Arga lembut.
"Kenapa, Mas? Dia udah banyak berubah loh. Sikapnya sudah sangat berbeda, jadi aku rasa sudah bukan lagi waktunya untuk curiga," ucapnya lalu melangkah ke pintu.
"Lagipula kita memang harus memberi ruang dan menerima siapa pun yang ingin berubah lebih baik agar semakin banyak orang yang percaya diri untuk mengubah dirinya tanpa dibayangi masa lalu. Termasuk Astrid, kan?"
Arga masih terlihat ragu. Meski belakangan dari cerita istrinya, Astrid memang sudah jauh berubah, tetapi tetap saja dia memiliki rasa khawatir.
"Kita sarapan yuk! Tadi aku minta Bik Tini bikin cream sup ayam. Aku ajari kemarin caranya. Ayo, Mas!" ajaknya dengan mata berbinar.
Arga menarik napas dalam-dalam kemudian mengangguk mengikuti langkah Kiara. Entah kenapa hatinya merasa tidak nyaman melepas Kiara pergi berdua saja dengan Astrid.
"Eum, Ra." Arga menatap Kiara yang tengah menyendokkan cream sup untuk sarapan sang suami.
"Iya, Mas?"
"Emangnya Niken sama Fia nggak bisa nemanin kamu?" tanya Arga.
Kiara menggeleng mengatakan bahwa kedua rekannya itu tengah menemui klien di tempat lain.
"Lalu ... teman kamu yang laki-laki itu?"
Kiara menyipitkan matanya.
"Rendra?"
"Iya, dia. Dia nggak bisa nemenin kamu?"
Kiara mengedikkan bahu seraya berujar, "Rendra sedang ke luar kota untuk urusan kerjaannya untuk satu pekan ke depan."
Arga menghentikan sarapannya.
"Kalau gitu aku yang nemenin kamu!"
Kiara mengangkat wajahnya menatap Arga.
"Nemenin aku?"
"Iya. Kenapa?"
"Mas nggak ke kantor? Mas bilang hari ini ada meeting sama papa dan beberapa rekan bisnis, kan?"
"Buatku keamanan kamu dan calon anak kita penting!"
Kiara tersenyum tipis kemudian menggeleng.
"Aku baik-baik aja, Mas. Jangan khawatir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Titian Takdir (Sudah terbit)
RomanceMencintai dan dicintai adalah impian siapa pun. Akan tetapi, apa yang dilakukan ketika mimpi itu harus pupus karena takdir? Kiara Paramitha harus menepikan perasaannya demi memberi bahagia untuk keluarganya. Demikian pula dengan Arga. Pria yang sang...