Damar menyeka bibirnya yang terlihat sedikit lebam. Adik Arga itu kemarin tak sengaja melihat kakaknya keluar dari komplek pemakaman dan merangkul seorang perempuan yang dia tak tahu siapa.Awalnya Damar merasa bahwa perempuan itu adalah Kiara, tetapi setelah mencoba meyakinkan pandangannya, Damar menemukan kenyataan yang berbeda.
Pria bertubuh sedikit pendek dari Arga itu penasaran. Isi kepalanya mendadak dipenuhi dengan berjuta pertanyaan. Untuk menjawab semuanya, sengaja dia mengikuti ke mana mobil sang kakak pergi.
Menunggu hingga tengah malam akhirnya Damar melihat kakaknya keluar dari kediaman perempuan itu.
Flash back.
"Mas Arga!" panggil Damar seraya membuka pintu lalu mendekat.
Arga yang baru saja hendak masuk mobil menghentikan langkah. Wajahnya pias seketika, tak menyangka sang adik ada di tempat itu.
"Ngapain kamu di sini?" tanya Arga heran seraya menoleh ke sekitar seperti mencari jawaban sendiri.
"Aku yang harusnya tanya kenapa Mas ada di sini!"
Arga memindai wajah Damar yang tampak curiga. Adiknya itu memang gemar menganalisis apa pun yang dia ketahui.
Sejak kecil di balik tingkah lucunya, Damar merupakan anak yang cerdas, sangat peka dengan kondisi apa pun. Dan sialnya hal itu terjadi sampai saat ini. Lebih sial lagi, dirinyalah yang kini tengah dianalisis oleh Damar.
"Kenapa diam, Mas? Siapa perempuan itu? Kenapa Mas selarut ini ada di rumahnya? Mana Mbak Kiara?" cecarnya dengan wajah serius.
Ditanya seperti seorang terdakwa, Arga meradang.
"Bukan urusan kamu!" tukasnya dengan tangan meraih pintu mobil bermaksud untuk masuk, tetapi cepat lengannya ditahan oleh Damar.
"Mas selingkuh? Mas selingkuh dengan perempuan yang ada di dalam sana?"
Arga merasa darahnya mendidih hingga ke ubun-ubun mendengar pertanyaan dari Damar. Sekuat tenaga dia menarik lengannya hingga membuat Damar sedikit mundur.
"Jangan asal bicara kamu! Aku ada urusan kerjaan sama dia!"
"Selarut ini dan harus di rumahnya?" timpal sang adik masih dengan tatapan penuh selidik.
Arga semakin kesal, terlihat rahangnya mengeras sehingga terdengar gemeretak giginya.
"Kamu sejak kapan jadi mata-mata? Jangan sok ya. Kamu baru datang dan kemudian ingin mengaturku dan menjadi pahlawan begitu? Kamu adikku!"
Damar menyeringai.
"Jelas sudah! Nggak perlu menjelaskan apa yang sudah terlihat, Mas!"
Memindai sang adik, dia bertanya, "Maksud kamu apa?"
Masih dengan menyeringai, Damar menggeleng cepat.
"Aku nggak nyangka Mas yang aku banggakan ternyata seorang pengecut!"
"Damar jaga mulutmu!"
Kali ini Damar tertawa sumbang.
"Menjaga mulut untuk seorang yang tidak setia? Seorang pembohong? Untuk apa?"
Wajah Arga memerah, tangannya mengepal, tak bisa menguasai keadaan dia langsung melayangkan tinjunya ke wajah sang adik. Tak terima diperlakukan seperti itu, Damar membalas dengan melakukan hal serupa.
"Kamu sudah bikin Mas kesal, Damar!" ucapnya dengan napas memburu.
Dengan bibir sedikit berdarah, Damar berkata, "Mas Arga, dengar! Apa pun alasan yang Mas ucapkan tetap nggak benar! Apa pun dalih yang ingin Mas sampaikan untuk membela diri tetap tidak bisa ditolerir. Mas itu punya istri, Mas!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Titian Takdir (Sudah terbit)
RomanceMencintai dan dicintai adalah impian siapa pun. Akan tetapi, apa yang dilakukan ketika mimpi itu harus pupus karena takdir? Kiara Paramitha harus menepikan perasaannya demi memberi bahagia untuk keluarganya. Demikian pula dengan Arga. Pria yang sang...