Arga nyaris frustrasi di bandara, Kiara tidak mengangkat teleponnya sejak setengah jam tadi. Pesannya pun tidak dibaca.
"Dia tahu, kan kalau kita ambil penerbangan lebih awal?" tanya Astrid seraya menyesap milkshake-nya.
Mereka berdua duduk di kafe tak jauh dari pintu kedatangan.
"Tahu," jawabnya seraya berulang kali mencoba kembali menghubungi istrinya.
"Mungkin lagi di jalan atau mungkin dia sibuk atau ...."
"Atau apa?"
"Bagaimana kalau orang tuamu tahu soal ini? Dan sekarang dia sedang disidang?"
"Nggak usah ngaco! Dia bilang ke aku bakal sembunyikan soal ini kok!"
Senyum Astrid terbit.
"Seyakin itu kamu sama dia? Padahal kalian, kan baru kenal, Ga!"
Mata Arga menatap wajah Astrid. Terlihat dia sedang berpikir.
"Kamu nggak tahu, kan seperti apa Kiara? Yang kamu tahu hanya profil dia aja dan itu kamu baca di majalah atau di media online. Sementara kepribadian dia yang sesungguhnya, kamu nggak tahu."
Arga mengedikkan bahu.
"Dia bukan perempuan bodoh, Ga! Dia berwawasan dan aku yakin dia juga punya rahasia yang kamu nggak tahu!"
Kali ini dahi Arga berkerut.
"Maksud kamu?"
Menarik napas dalam-dalam, Astrid meletakkan gelas minumnya yang hampir habis.
"Aku yakin dia juga tidak setuju dengan pernikahan itu, kan?"
Arga mengangguk.
"Tapi kenapa dia tetap mau mengikuti apa yang diinginkan oleh orang tuanya? Apa kamu nggak berpikir jika kalian bersama, jaringan bisnis keluarga kalian akan lebih luas dan demikian juga bisnis kamu juga Kiara!"
Astrid kembali tersenyum.
"Come on, Ga! Aku yakin ini bukan hanya soal bakti seperti yang dia ucapkan ke kamu. Aku yakin ada hal lain sehingga dia mengorbankan perasaannya sendiri."
"Coba kamu pikirkan, mana ada perempuan yang dengan sukarela membiarkan suaminya pergi berlibur dengan kekasihnya? Dia tahu dan bahkan tidak melakukan apa pun untuk mencegah. Padahal dia bisa saja melakukan hal itu! Coba kamu pikir deh!" Astrid bertutur panjang lebar.
Arga menghela napas, meletakkan ponsel ke meja lalu meneguk secangkir kopi putih di depannya.
"Kamu sedang menganalisis atau memang karena nggak suka dengan dia?"
Astrid tertawa kecil, sambil meraih tangan Arga dia berkata, "Bukan tidak suka, aku hanya sekadar mencoba mencari ada apa dengan dia."
"Lalu?"
"Selain itu, tentu saja karena aku cemburu!"
Bibir Arga tertarik miring. Pria yang memiliki sedikit cambang itu mengusap puncak kepala Astrid.
"Setelah kita berlibur ke sana kamu masih cemburu?"
Membuang napas kasar, Astrid mencebik.
"Seharusnya bukan madu itu milik kita, Ga. Bulam madu, bukan liburan seperti kemarin!" ungkapnya.
"Jujur aku happy, tapi bukan seperti itu yang aku inginkan. Aku ingin kita benar-benar merasakan bulan madu yang sesungguhnya. Aku ingin Kita menikah, Ga!"
Arga mengangguk paham.
"Kamu bilang kamu mau menunggu dan sabar, kan?"
"Aku sabar, tapi please, jangan terlalu lama ya. I love you, Ga!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Titian Takdir (Sudah terbit)
RomanceMencintai dan dicintai adalah impian siapa pun. Akan tetapi, apa yang dilakukan ketika mimpi itu harus pupus karena takdir? Kiara Paramitha harus menepikan perasaannya demi memberi bahagia untuk keluarganya. Demikian pula dengan Arga. Pria yang sang...