Malam semakin naik, Kiara merasakan kepalanya makin berat, bahkan badannya terasa semakin menggigil. Perempuan itu semakin menyembunyikan tubuhnya di balik selimut.
Sementara Arga yang berada di ruang tengah tak bisa memejamkan mata sedikit pun. Dia merasa bertanggung jawab atas kondisi istrinya. Berkali-kali dia melayangkan pandangan ke arah kamar sang istri berharap perempuan bermata indah itu muncul.
Namun, tentu saja itu hanya harapan Arga, karena yang terjadi justru sebaliknya. Kiara bahkan semakin menggigil tanpa Arga tahu.
"Ini semua karena aku. Andai kemarin tidak terjadi hal itu, aku yakin dia nggak seperti ini. Maafin aku, Ra," gumamnya kemudian bangkit menuju kamar istrinya.
Perlahan dia membuka pintu, terlihat Kiara meringkuk di ranjang membuatnya kembali panik.
"Ra?" Lembut disentuhnya kening sang istri. Keningnya berkerut seketika menyadari suhu tubuh Kiara meninggi.
"Panas banget badanmu, Ra. Kita ke dokter sekarang!" Dia berusaha membopong sang istri berniat membawa ke dokter.
Tak bisa menolak, Kiara membiarkan dirinya digendong sang suami menuju mobil.
"Sabar ya, Ra. Kita langsung ke rumah sakit aja," tuturnya setelah Kiara duduk di samping kemudi.
Hujan masih menyisakan gerimis, Arga mengemudikan mobilnya sedikit cepat. Dia tak pernah melihat Kiara dengan kondisi seperti ini.
Satu tangannya mengemudikan, sementara tangan lainnya meraih dan menggenggam tangan Kiara. Wajah Arga terlihat sangat khawatir, terlebih perempuan di sebelahnya itu tak menolak saat dia sentuh.
Ada perasaan berbeda saat melihat wajah cantik itu pucat. Kali ini Arga sangat merasa bersalah.
"Maafin aku, Ra. Please, kamu sembuh ya," tuturnya pelan seraya menoleh sekilas pada istrinya.
"Masih lama kita sampai? Aku nggak kuat! Sakit banget kepala," keluhnya dengan mata terpejam.
"Sebentar lagi kita sampai. Sabar ya," balas Arga sedikit menaikkan kecepatan.
Mereka berdua tiba di pelataran rumah sakit. Bergegas Arga membuka pintu mobil dan kembali membopong istrinya menuju UGD.
Setelah Arga mengatakan semua keluhan sang istri, dokter segera memeriksa perempuan itu. Resah kembali mendera saat dia merasa tenaga kesehatan begitu lamban menangani kondisi Kiara. Hingga akhirnya pemeriksaan selesai, Kiara terlihat tengah di beri cairan infus untuk memulihkan kondisi. Mata perempuan itu terpejam dan terlihat lebih tenang.
Dari keterangan dokter, diketahui jika tekanan darah Kiara sangat rendah.
"Terlalu sibuk dan stres adalah salah satu pemicunya, Pak," terang perempuan yang mengenakan snelli itu ramah. "Apa Ibu Kiara bekerja, Pak?" tanyanya.
"Iya, Dokter."
"Beliau pasti sering abai soal makan, betul?"
Arga mengangguk ragu. Dia sebenarnya juga tidak begitu memperhatikan seperti apa pola makan sang istri. Yang dia tahu hanya Kiara seorang perempuan yang gemar memasak.
"Ibu Kiara nggak apa-apa. Beliau hanya butuh istirahat dan makan dengan nutrisi seimbang dan teratur. Eum ... tentunya juga nggak boleh stres, itu juga salah satu faktor penting."
"Iya, Dokter," sahutnya seraya menarik napas dalam-dalam.
"Untuk malam ini, biar beliau istirahat di sini. Besok jika kondisinya membaik, beliau boleh pulang."
"Baik, Dokter."
Dokter itu kemudian mengatakan akan segera memindahkan Kiara ke kamar rawat inap. Arga meminta pelayanan paling baik untuk sang istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titian Takdir (Sudah terbit)
RomanceMencintai dan dicintai adalah impian siapa pun. Akan tetapi, apa yang dilakukan ketika mimpi itu harus pupus karena takdir? Kiara Paramitha harus menepikan perasaannya demi memberi bahagia untuk keluarganya. Demikian pula dengan Arga. Pria yang sang...