Bagian Sembilan Belas : Mimpi Buruk Sean

14.2K 2K 58
                                    

Sean tak mengerti tentang apa yang ia mimpikan malam itu. Begitu ia bangun, seluruh tubuhnya basah kuyup karena keringat. Ia ingat jelas kata-kata Ibunya yang jatuh terduduk di depan sebuah batu nisan.

"Evelyn telah pergi, Sean."

Pergi, Evelyn telah pergi. Memang benar bahwasannya Evelyn telah menyingkir dari hidupnya, dengan mengundurkan diri sebagai tunangannya. Namun, hanya sebatas itu.

"Dia mati, dan itu semua karenamu."

Lantas, mengapa ibunya berkata demikian? Mengapa ia mengatakan bahwa wanita yang memukulinya hingga babak belur meninggal?

Nyatanya, mimpi buruk Sean pada malam itu membuatnya membeku. Otaknya selalu berpikir mengenai maksud dari mimpi yang menghantuinya selama berhari-hari. Dan karena itu pula, Grand Duke dari Erhad itu menjadi sangat pendiam akhir-akhir ini. Banyak waktu yang ia habiskan untuk berpikir perihal mimpi yang masih menghantuinya berhari-hari. Namun, alih-alih mendapat jawaban, Sean hanya menemui jalan buntu.

"Baiklah, lupakan. Barangkali itu hanya bunga tidur semata."

Bukan hanya sekali Sean berkata demikian. Namun, berulangkali. Naasnya, setiap ia memutuskan untuk berpikir seperti itu, Sean kembali dihadapkan oleh mimpi yang sama, mimpi yang selalunya membuatnya menjadi gila.

"Suatu kehormatan bertemu Tuan Grand Duke. "

Mimpi Sean membuatnya memutuskan untuk menjauh sejenak dari hal-hal berbau Evelyn. Namun, mereka kembali bertemu di halaman luas istana Kekaisaran. Wanita berambut perak tersebut menggandeng Joshua, Pangeran Kedua dari Kekaisaran Turca sebagai pasangan.

Sean kala itu merasa aneh. Tentu saja. Dahulu, Evelyn begitu gencar memaksanya menjadi pasangan pesta, tak peduli berapakali pun Sean memilih untuk menolak. Ia jelas tak suka dengan Evelyn yang seringkali bersikap manja, mengejarnya dan memaksanya untuk menyukainya.

Tapi, ketika Evelyn sendiri telah berbalik arah, Sean malah merasa aneh dan kesal tanpa sebab.

"Apakah anda membawa Lady Blumaz sebagai pasangan, Yang Mulia?" Bak orang yang tidak memiliki akal, Sean menanyakan sesuatu yang sudah jelas.

Disini, ia mampu melihat wajah Evelyn yang merah, kesal bukan main. Wajah mantan tunangannya penuh dengan kalimat cibiran dan hinaan.

Sean bahkan mulai bertanya apa salah dirinya hingga perempuan itu mengatakan permusuhannya dengan sangat jelas. Ia bahkan tidak melakukan tindak kejahatan yang harus membuatnya mendapat pandangan hina seperti itu.

Jujur saja, Sean tidak mengerti.

"Ya! Aku datang mendampingi Kakak." Joshua kemudian membalas dengan riang. Mata hijaunya yang sewarna zamrud diam-diam melirik Evelyn jahil. Ia mengulum senyum sejenak sebelum mengatakan kalimat yang membuat perempuan dari Blumaz itu diterjang kemarahan yang luar biasa.

"Tuan, kau tahu? Kakak sungguh menyedihkan. Ia memintaku datang bersamanya, karena tak ada seorangpun yang sudi menjadi pasangannya!" Pekik Joshua kepada Sean.

Segera setelah itu, wajah Evelyn menjadi sangat-sangat merah, mata ungunya yang bersinar, melebar. Tangannya yang memegang kipas terkepal dengan sangat erat.

Diam-diam, sudut bibir Sean terangkat tanpa sadar.

Ah, bukankah benar seseorang akan menjadi lebih menarik ketika sudah menjadi Mantan?

Bukankah begitu, teman-teman?

------

"Ini seharusnya menjadi malam yang indah." Aku menggerutu sembari menarik nafas dalam-dalam. "Tapi, aku mendapat kesialan dengan gelang sialan ini."

Male lead, Get away from me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang