2,1k+
Selamat baca💜
⚪ E v l a n k a ⚪
Lanka menatap ke arah pintu utama, kemudian menatap jam dinding. Jarum jam menunjukkan tepat di pukul sembilan malam. Siapa yang bertamu di jam segini? Apa Fendy pulang? Tapi, tidak biasanya dia mengetuk. Padahal Lanka sudah senang seharian ini Hesa tidak melakukan apa-apa.
Takut-takut Lanka mengintip lewat jendela, kemudian menghela napas lega ketika tahu siapa pelakunya. Tangannya segera memutar kunci, membuka pintu lebar-lebar.
“Ngapain? Kak Fen, kan, di rumah—“
“Maaf.” Pian menyela seenak jidat. Dia mengeluarkan sebuah boneka boba berwarna ungu. Menyodorkannya pada Lanka dengan harapan gadis itu menerima maafnya.
“Lo habis ngapain?” tanya Lanka bingung. “TOD?”
“Gaklah. Mana jaman itu game. Bukan level gue juga.”
“Ja-di?” Alis Lanka terangkat semakin tinggi.
“Maaf gue udah ngebentak, teriak-teriak sama lo.”
Lanka mengerjap dengan polosnya. Cowok itu baru minta maaf setelah berapa hari kejadian? Lanka curiga Pian disuruh oleh Fendy.
“Lo gak mau terima?”
Lanka semakin dibuat kebingungan. Wajah serius Pian benar-benar tidak seperti dia yang biasanya. Cowok yang suka bergelut dengan gim perang dan horor ini pasti tertekan ketika memikirkan kejadian ini.
“Gak tidur berapa hari?” tanya Lanka, masih tak menerima boneka pemberian Pian.
Si empunya menggaruk tengkuk, mengusap wajahnya. “Diterima, gak?”
Lanka tersenyum manis, menerima boneka dari Pian lantas memeluknya gemas. Warnanya ungu, jadi makin sayang. “Lain kali kalau minta maaf gak usah pakai sogokan, oke?”
“Gue liat orang-orang—” Pian bergumam tak selesai. Tiga hari ini dia berpikir dengan keras bagaimana cara membujuk cewek yang sedang merasa sedih dan takut karena ulahnya. Merelakan kolom pencarian daringnya diisi dengan hal seaneh itu.
“Hm?”
“Gak papa. Gue pulang.”
“Gak mau mampir sebentar? Lanka habis order piza. Mau?”
Rezeki tak boleh ditolak. Itulah prinsip hidup Pian. Dengan senang hati karena sudah lama sejak terakhir kali Fendy membelikannya piza. Cowok itu masuk, menemani Lanka menonton sebuah drama Cina di TV.
Di tengah cerita Pian menyerah, bukan hanya karena drama itu bergenre romantis, tapi juga karena bicara mereka yang terlalu cepat membuat subtitle-nya segera hilang tanpa sempat dibaca sampai habis.
Pian sudah berusaha keras, tapi apalah daya. Pian jadi tak mengerti jalan ceritanya.
Menyadari Pian merasa bosan dan tak tertarik, Lanka menghentikan tontonannya. Menoleh membalas tatapan Pian yang bingung karena Lanka melakukannya.
“Kenapa?”
“Capek gak sih baca subtitle-nya?”
“Buanget,” jujur Pian tanpa basa-basi.
“Ada rekomendasi, gak? Soalnya ini gue pilih random aja.”
Pian mengunyah piza dengan benar seraya berpikir. “Takut hantu, gak?”
“Lebih takut gelapnya.”
Pian mengernyit, sesuatu yang menarik. Dia mendengkus geli, mengambil sepotong piza lagi. “Lo takut gelap, Fendy parno hantu. Cocok.”
“Kak Fendy takut hantu?”
“Dia sih gak mau ngaku. Tapi, setiap bahas horor dianya pergi. Cemen. Makanya cuma bisa mabar gim perang, mentok juga zombie.”
Lanka menggeleng, tidak setuju. “Yang cemen itu yang udah tahu orang takut masih aja ditakut-takuti! Udah cemen gak berperasaan lagi!”
“Gaklah! Siapa suruh dia takut? Horor itu udah jadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia. Banggalah menjadi orang Indonesia!”
“Gak gitu konsepnya!”
“Digituin aja.”
Lanka mendesis, membuang muka kesal.
Sadar Lanka mulai kesal lagi padanya, Pian bergerak mengambil remote. Dia mengetikkan sebuah judul film yang sudah dengan susah payah dia pikirkan. Bukan film horor, tapi film Disney Cruella.
“Kayaknya Fendy sensitif.” Pian menekan tombol mulai. “Nonton ini gimana?”
Lanka menatap layar televisi, mulai tertarik dengan film yang Pian pilih. Suara televisi dan kaleng minuman menguasai penjuru ruangan. Saking fokusnya, Lanka tidak menyadari Pian sudah tertidur di sebelahnya. Pasalnya, Pian sudah pernah menonton film itu sejak pertama kali dirilis.
Filmnya selesai, Lanka menoleh hendak memberikan penilaiannya tentang film itu. Namun, dia mengurungkan niatnya dan memilih untuk memperhatikan Pian.
Bermunculan berbagai spekulasi di dalam kepala Lanka. Dia sedang mencari cara agar Pian tak disentuh oleh Hesa. Dan seperti yang sudah terjadi, terpaksa dia mengorbankan Bagas agar perhatian Hesa beralih.
Lanka tersenyum kecil, membenarkan tatanan rambut Pian hati-hati. Sepertinya dia memang tak bisa tidur nyenyak sejak kejadian itu. Ketika dia berhasil meminta maaf, ada satu beban yang hilang. Sehingga tubuhnya benar-benar merasa lega dan bisa beristirahat dengan benar. Manisnya ...
Besok tanggal merah. Jika Pian tak bangun, biar saja cowok itu menginap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evlanka
Teen Fiction| Fenly UN1TY | ⚪ E v l a n k a ⚪ "Lan, lo mau pakai mata gue?" "Lo cuman anak buangan yang beruntung ketemu Lim!" "Gue sayang lo, Lan. Kita semua sayang lo." "GUE BENCI LO, LAN!" "Lan ... maaf ... gue telat." "Sampai mati gue benci sama lo!" "Samp...