BAB 19 || Menjawab Dugaan

37 11 1
                                    

Hai apa kabar?

Udah streaming Ya Udah belom?

Happy reading 💜

Oh ya, latar waktunya sebelum SBMPTN ganti nama, ya. Hehe:)

2,1k+

⚪  E v l a n k a ⚪


“Beres H-lima! Gila! Tinggal dekor panggung, dekor lapangan sama photo booth. Lumayan istirahat sehari.”

“Jangan lupa persiapan panggung indoor kalau tiba-tiba hujan.”

“Tenang aja. Pasti didekor juga tuh aula. Kan, dipakai lomba melukis sama pameran foto.”

“Yang ngurus bazar jangan lupa koor setiap kelas buat dekor bazarnya.”

“Eh, itu bazar di kelas apa stand?”

“Kalau gak hujan ya stand, kalau hujan terpaksa di kelas. Ketimbang terbang kebawa puting beliung kayak tahun lalu.”

“Iya, ih. Anginnya kenceng banget!"

“Ada pawang hujan gak, sih?”

“Jangan bikin awannya ngambek makanya.”

Tawa para penghuni ruang OSIS melebur jadi satu. Kalau sudah dekat, satu orang saja yang receh maka semuanya ketularan receh.

Waktunya istirahat sebentar sebelum bersih-bersih ruang OSIS. Furniture yang sudah mereka buat tinggal disimpan rapi untuk digunakan sebagai dekorasi nanti. Dari tema HUT yang terbuat dari kardus bekas kemudian dibentuk menjadi huruf, diisi dengan bunga warna-warni, pernak-pernik photo booth, dekorasi gantung dari keresek berbagai warna, dan lain sebagainya.

Benar-benar budget pas-pasan, tapi ingin dekorasi meriah.

“Koor lomba gimana? Daftar pesertanya sudah lengkap?”

Satu persatu pasang mata menoleh ke arah Bagas. Laki-laki itu bicara dengan tatapan fokus pada ponsel di tangan. Sejak mereka tahu Bagas berpacaran dengan Hesa dan melakukan tindakan yang sangat luar biasa mengerikannya, mereka sedikit ngeri dan menjaga jarak.

“Pak Imam tanya.”

“Oh, kelas dua belas, sih, Kak, yang paling susah. Kalau ditagih banyak alasan.”

“Biar OSIS masing-masing kelas yang tagih kalau gitu. Yang penting kelas sepuluh sama sebelas beres, kan?”

“Ya ... lumayan, Kak. Paling satu dua yang belum nyerahin nama.”

“Kasih batas lusa paling lambat. Kalau ada perubahan peserta boleh.”

“Iya, Kak.”

“Ren, balon gimana? Sudah booking?”

Rena mendongak lantas mengangguk. “Gampang. Malam sebelum hari-H dia pastiin bisa. Kalau gak bisa gue punya cadangan, kok.”

Banner sama papan ucapan kapan jadi?”

“Paling lambat gue minta H min dua.” Giliran Fendy yang bicara. “Biar gak kejadian kayak tahun lalu tinta banner belum kering jadi luntur.”

Nice. Gue laporan dulu ke Pak Imam. Thanks, guys, kerja kerasnya. Selamat istirahat.”

“Gak gue aja yang laporan?” tanya Fendy. Sebagai ketua panitia acara, Fendy pikir lebih baik dia saja yang melaporkan.

“Kalau ada yang kurang Pak Imam pasti nyariin lo, kok.” Bagas nyengir. Dia pamit lagi sebelum berlari kecil keluar dari ruang OSIS.

Ruang OSIS yang sempat hening kembali ramai. Kalau begitu, lebih baik Fendy pulang sekarang.

“Gue pulang duluan, ya? Gue sudah beresin sampah di bagian gue.”

Teman-temannya mengiyakan. Fendy segera beranjak, mengambil tas dan helmnya lantas keluar dari ruang OSIS sambil memakai sepatunya. Dia akan pulang ke rumah untuk memastikan keadaan Lanka.

Fendy masih tak habis pikir bagaimana jalan pikiran Hesa. Meludahi seseorang sudah lebih dari melewati batas. Nuraninya telah tertimbun dosa atau apa? Keterlaluan. Sampai Fendy sendiri lelah mengakuinya.

Lima belas menit habis di perjalanan. Fendy membuka gerbang, kemudian membawa motornya masuk. Jika diingat-ingat kembali, seharusnya Lanka sedang menyiram tanaman di jam segini.

Fendy mencoba membuka pintu dengan pikirannya yang berkata jika Lanka sedang tidak ada di rumah. Dan benar. Pintu terkunci serta tidak ada satu pun gorden yang terbuka, persis seperti sebelum berangkat sekolah.

Fendy mengeluarkan benda pipih andalannya dari dalam tas. Mencari kontak Lanka untuk menghubunginya. Beberapa saat menunggu sampai panggilan itu terhubung.

“Halo? Di mana?”

“Halo. Di jalan. Kak Fen di mana?”

Suara kendaraan lalu lalang menjadi bukti dari perkataan Lanka.

“Gue baru sampai rumah. Di jalan mau ke mana? Sama siapa?”

“Oh, syukurlah. Selamat beristirahat. Oh, Lanka habis dari rumah teman mau ke Gramedia. Teman cewek.”

“Hati-hati.”

Fendy menghela napas sambil geleng-geleng setelah mematikan panggilan itu. Dia beralih dari ponselnya, mencari kunci rumah untuk membuka pintu. Lebih baik Fendy membersihkan diri kemudian menyiapkan makan malam dibanding mengkhawatirkan Lanka tanpa ujung. Selama Lanka tidak sedang bersama Bagas, Fendy percaya gadis itu akan baik-baik saja.

Fendy harus percaya.

EvlankaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang