BAB 23 || Bukan

40 10 1
                                    

Halo apa kabar???

Selamat membaca💜

2,1k+

⚪  E v l a n k a ⚪


Lanka sedang memikirkan siapa yang merekam dan menyebarkan video saat teman-teman Hesa memperlakukannya dengan tidak baik. Berpikir keras siapa lagi yang diperbolehkan membawa ponsel selain Bagas yang waktu itu sedang ke ruang guru. Apa benar ada guru yang berani mengambil risiko untuk membantunya hingga menyelusup ke grup angkatan? Rasanya agak—

“Gue gak nemu kain bekas. Makasih seragam olahraganya.”

Hesa tersenyum, menepuk-nepuk pundak Lanka yang terdiam menatap ulahnya. Sebentar lagi HUT, karena itu diberikan waktu untuk mempersiapkan agenda lomba kebersihan dan lomba mading.

Dengan sukarela Hesa turun tangan membantu membersihkan jendela. Lebih tepatnya menyediakan kain untuk melap debu-debu di sana.

“Oh, ya. Lo, kan, baru beli seragam kemarin. Banyak uang, dong, ya? Traktir sekelas gak masalah, dong.”

Lanka membuang napas lelah. Dia lebih suka ketika Hesa membawanya ke tempat sepi di mana Lanka bisa menunjukkan taringnya. Jika begini, citra tertindas harus dia tonjolkan demi menarik simpati semua orang. Melelahkan, tapi itulah yang Hesa inginkan bukan?

“Gue tunggu di kantin.” Hesa beranjak, segera memberi pengumuman jika Lanka akan mentraktir mereka makan. Sepuasnya, tidak perlu sungkan.

Tidak ada satu pun yang berani membantah. Semua langsung berhamburan keluar kelas menuju kantin, kecuali Lanka. Gadis itu menatap seragam olahraga miliknya yang sudah digunting jadi beberapa bagian, basah, dan kotor.

“Lan, you ok?” Evelyn bertanya khawatir.

Lanka mendongak sambil tersenyum. “Udah pergi sana, entar Hesa marah.”

Sorry.” Ilmi ikut merasa bersalah. Kemudian menarik Evelyn pergi dari sana.

Sudut bibir Lanka terangkat, geleng-geleng kecil kemudian membereskannya.

Lanka yakin tidak hanya ini. Akan ada pertunjukan yang lebih menarik nanti di kantin. Dia perlu menyiapkan diri untuk itu. Atau ... Lanka tidak usah datang saja? Akan dia bayar utangnya sepulang sekolah saja.

“Kakak bakal ada di kantin gak, ya?” Lanka mengetuk-ngetuk permukaan meja sambil menatap ke luar jendela. Jika Fendy juga berada di kantin dia pasti akan khawatir. Secara otomatis Lanka tidak akan punya waktu untuk keluar rumah hari ini. Sedangkan ada yang harus dia lakukan.

Hah ... kenapa dia lelah-lelah berpikir jika ada Pian? Tentu cowok itu yang dengan sigap memberi segala informasi pada Fendy tanpa perlu cowok itu selidiki sendiri.

“Cari Kak Bagas, deh.”

Lanka beranjak, mampir ke kelas Bagas kemudian ke ruang OSIS karena tidak menemukannya.

⚪  E v l a n k a ⚪


Pandangan Hesa menyapu seluruh kantin, mangsa yang dia tunggu-tunggu tak kunjung datang kemari. Waktu istirahat pun hampir habis, semua orang juga hampir bubar. Padahal Hesa ingin membuat semua orang percaya kalau video itu disebarkan sendiri oleh Lanka. Dia ingin memfitnah salah seorang yang dekat dengan Lanka.

“Bagas mana, ya?” Hesa bergumam, pasalnya cowok itu tak kunjung datang.

“Eh, lo mau ke mana, Sa?” Gaby bertanya, sadar Hesa sedang meresahkan sesuatu dan mulai beranjak.

“Cari pacar gue.”

“Kita?”

“Di sini aja. Gue pergi sendiri.”

Hesa memutar kedua bola matanya malas, muak melihat mereka bersikap baik hanya agar dibiarkan oleh Hesa. Kakinya melangkah menuju ruang OSIS, merasa yakin cowok itu ada di sana, dan kemungkinan Lanka pun ada di sana karena tak kunjung datang ke kantin. Boleh juga, Hesa pikir Bagas tidak akan pernah mau melakukannya. Ternyata dia sadar diri jika dia butuh lulus dari sini.

Dikunci.

“Bagas? Sayang?”

Tiga menit Hesa menunggu sampai Bagas membukakan pintu. Penampilan yang berantakan menarik puas kedua sudut bibir Hesa. Kemudian satu tangannya mendorong tubuh Bagas agar memberinya jalan masuk. Dia ingin melihat seperti apa keadaan mangsanya.

“Lo gak boleh sembarangan masuk ruang OSIS.”

“Sembarangan?” Hesa berbalik. Menatap Bagas tak habis pikir. “Jadi, selingkuhan kamu boleh?”

“Selingkuhan?” Kening Bagas mengernyit bingung.

“Ya, Lanka. Kamu sembunyikan di mana, hem?”

“Ngapain Lanka ke sini? Gue dari tadi sendiri.”

“Lo tahu fatalnya kalau lo bohong.”

“Astaga ...” Bagas mengusap wajahnya gusar. “Sumpah, Sa. Gue sendirian dari tadi.”

“Trus kenapa kunci pintu?”

“Gue ganti baju, jadi gue kuncilah.”

“Oh, dia udah pergi, kan?”

Bagas menghela napas, membuangnya malas. “Iya-iya.” Kali ini memilih memberikan jawaban yang Hesa inginkan.

Hesa tersenyum puas. Dia berbalik, berjalan mendekati Bagas. Jemari lentiknya bergerak mengancingkan dua kancing teratas dari seragam pacarnya. “Gue butuh rekamannya.”

“Nanti gue kirim.”

“Oke. Kerja bagus. Kita putus.”

Hesa kembali ke kelas setelah menyelesaikan urusannya dengan Bagas. Dia tidak menemukan Lanka di sana, dari tas maupun buku-bukunya. Ya, setidaknya itu membuatnya percaya pada Bagas. Karena ancaman yang Hesa beri tidak akan mampu dia tolak.

EvlankaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang