BAB 29 || I Love You

29 0 0
                                    

Hai apa kabar?😆

Selamat membaca 💜

1,6k+

⚪  E v l a n k a ⚪

“Lan?”

“Hem?”

“Bangun, ayo sekolah!” Lanka merasakan selimutnya ditarik oleh si pemilik suara. “Hari ini kamu belajar di kelasku dulu biar bisa aku temani. Papa sudah minta izin sama guru. Jadi kamu gak sendirian di kelas kayak kemarin.”

“Gak mau ... Lanka takut.” Lanka menarik kembali selimutnya. Meski tak bisa melihat dengan jelas, perkataan teman-temannya dan bagaimana mereka kepo terhadap mata Lanka membuat hatinya terluka. Sekolah Lim memang bukan sekolah biasa, tapi entah kenapa guru pendamping Lanka seolah tidak peduli dan membuatnya ketakutan.

“Gak papa, kan, ada Kakak.”

Lanka menghela napas, kemudian membuka mata. Pandangannya yang makin hari makin gelap masih bisa menangkap senyuman manis kakaknya. Laki-laki itu sudah siap dengan seragam SMP-nya, tinggal menunggu Lanka bersiap.

Sesampainya di sekolah, rupanya Lim tidak berbohong. Lanka sungguh-sungguh dibiarkan belajar di kelas bersama Lim. Mendengarkan mata pelajaran yang harusnya Lanka pelajari tahun depan. Lalu saat jam istirahat mencicil tugasnya sendiri dibantu Lim.

Berbeda di jam istirahat kedua. Lanka mulai merasa ketakutan karena atmosfer kelas Lim mendadak berubah. Semua orang yang berada di kelas seolah sedang menatap Lanka. Padahal Lanka tak mendengar mereka membicarakan Lanka, juga tak bisa melihat jelas ekspresi wajah mereka, tapi Lim tidak ada di sebelahnya.

Lanka ingin beranjak, menyusul Lim yang katanya pergi ke toilet. Sudah hampir bel masuk, tapi Lim belum kunjung kembali.

Lanka sudah tidak tahan. Dengan sisa keberaniannya beranjak, memakai tongkatnya agar tak tersandung di jalan.

“Oh, dia adik lo?”

Lanka berhenti. Tidak mengenal suara itu, tapi merasa kata adik tertuju padanya. Memangnya siapa lagi? Hanya dia satu-satunya adik kelas di sini.

“Jangan ganggu adik gue.”

“Kenapa? Dia, kan, bukan adik kandung lo.”

“Ganggu gue aja, jangan adik gue!”

“Hm, menarik.” Hesa mengambil botol dari tempat sampah. Masih ada sedikit air di dalamnya. Lantas tanpa sempat Lim cegah sengaja melemparkan botol itu mengenai kepala Lanka.

“Hesa!”

Lanka terkejut sambil memegangi kepalanya. Kacamatanya nyaris lepas, lalu dia pun menolehkan kepala. Nama yang Lim teriaki barusan ... ternyata itu suara Hesa.

Lanka menatap Hesa lamat-lamat, benar. Itu wajah Hesa.

Kacamata Lanka dilepas, kini mata mereka saling bertatapan tanpa sekat. Hesa melambaikan tangan di depan wajah Lanka lalu tertawa.

“Dia buta, Lim. Kenapa dibelain segala, sih. Dia tuh gak berguna. Bikin jelek sekolah aja."

Lanka mendengar suara kacamatanya diinjak. Bisa melihatnya samar saat menundukkan kepala. Jadi ini yang Lim alami selama ini?

“Kasihan. Lim sayang sama lo cuma karena lo pantas dikasihani. Bukan karena lo cantik. Bukan karena lo pintar. Bukan juga karena lo kaya. Karena yang punya itu cuma gue.”

Lanka mundur ketika merasakan Hesa mendekat. “Lo hampir mati, tapi gak marah sama Lim? Aneh.”

“Hesa.”

Plak.

Lanka terbangun dengan napas memburu. Air matanya sudah hampir jatuh. Ingatannya kembali muncul di dalam mimpi, tapi kali ini lebih gelap, nyaris tak terlihat. Hari di mana akhirnya Lanka tahu Lim dijadikan mainan di sekolah. Hanya karena Lim tidak mau melawan. Hanya karena Lim dididik untuk tidak mendahulukan kekerasan.

⚪  E v l a n k a ⚪

“Fendy pulang.”

Lanka tak merespons seperti dahulu. Itu yang paling berbeda setelah pertengkaran mereka. Itu juga yang paling menyakiti hati Fendy sekarang. Laki-laki itu berjalan mendekati Lanka, memperhatikan adiknya untuk beberapa saat sebelum masuk ke dalam kamar dan membersihkan diri. Dalam hati Fendy masih berharap Lanka menyambutnya.

Lanka beralih dari TV di depan, melirik kepergian Fendy. Dia tidak keterlaluan, kan? Kalau begini baru Fendy bisa mengerti hal buruk apa yang terjadi jika dia menyakiti Lanka.

Lagi pula, Lanka tak punya semangat setelah memimpikan Lim tadi siang. Kepalanya masih terasa pusing, badannya juga agak panas.

“Lan, gue beli buah. Mau?”

“Gak, makasih.”

Fendy mengangguk kecil. Kecewa mendengar jawaban dari Lanka, tapi tak berhak marah. Dia pun membawa buah-buahan tadi untuk diletakkan di kulkas. Lantas kembali ke ruang TV, duduk di sebelah Lanka.

“Sudah dikompres?”

“Sudah.”

“Sudah dikasih salep?”

“Sudah.”

“Sudah makan?”

“Sudah.”

Fendy menghela napas. Sepertinya Lanka tidak ingin Fendy ada di dekatnya. Lebih baik dia kembali ke kamar sebelum membuat Lanka semakin kesal padanya.

“Mau ke mana?”

Fendy menoleh kebingungan. “Ke kamar.” Fendy menjawab dengan polos.

Lanka menatap kakaknya beberapa saat kemudian membuang muka. Dia ingin Fendy tetap ada di sampingnya. Bujuk gitu bujuk! Malah pergi.

“Ada yang bisa gue bantu?” tanya Fendy masih tidak mengerti.

Lanka mendengkus, menggeleng. Si kakak menatap adiknya semakin bingung. Tak lama setelah itu Fendy masuk ke kamarnya dan kembali dengan buku milik Lim di tangan.

“Gue bakal baca sampai habis kali ini.”

Lanka menoleh, memperhatikan Fendy yang serius membaca lembar demi lembarnya. Saat itu juga Fendy berusaha untuk tidak terusik dengan tatapan Lanka.

Sisa bukunya menjelaskan banyak hal tentang Lanka. Juga menjelaskan informasi yang sebelumnya Fendy dapat dari Hesa. Fakta bahwa Lanka pernah jadi seorang tunanetra. Pernah buta karena terlibat kecelakaan mobil waktu SMP. Ah, Fendy ingat Lanka juga sudah mengatakannya hari itu.

Tertulis kesimpulan kecil di sudut kertas. Asal mula kenapa Lanka sangat benci gelap. Karena tentu saat itu seakan adalah titik terendah dalam hidupnya.

“Jadi ...” Fendy menoleh, menatap wajah datar Lanka. Mendadak tidak enak menanyakannya.

“Mata Lanka?” Lanka menebak.

“Y-ya.” Fendy menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Merasa tidak enak dan jadi canggung.

“Ini mata pendonor.”

Ah ... tentu saja.

“Jadi, setelah kecelakaan pandangan lo buram?”

Lanka mengangguk. Fendy semakin mengerti kenapa Lim begitu menyayangi Lanka pun sebaliknya. Karena mereka saling membutuhkan satu sama lain, saling melengkapi kekurangan satu sama lain.

“Lim ... Lim diganggu karena nolak Hesa?”

“Itu yang Kak Lim tulis. Alasan yang sebenarnya, sekarang yang bisa ditanyai cuma Hesa.”

Kalau Fendy tidak lupa, Lanka pernah memberikan salah satu alasan yang nampak.

“Hesa terbiasa dituruti, penolakan sekecil apa pun bisa buat dia sakit hati. Akhirnya nekat.”

“Lanka gak mau menyimpulkan sesimpel itu kalau bahas alasan yang sebenarnya.”

Fendy kembali menatap Lanka. Dia mengerti jika Lanka lebih rasional dan lebih pandai mengatur emosi dibanding dirinya. Walau yang Fendy lihat adalah Lanka yang terlalu emosional, mudah menangis karena suatu hal. Namun, sekarang Fendy sadar bahwa itu adalah sosoknya ketika berperan sebagai adik perempuan.

Kelebihan overthinker adalah di mana mereka bisa menyimpulkan sesuatu dari segala kemungkinan yang ada. Itu kelebihan Lanka.

“Tadi Lanka ke rumah Kak Bagas.”

Kini Lanka yang menoleh, membalas tatapan mata Fendy yang cukup terkejut Lanka mendadak mengubah topik.

“Sebelum cerita. Kak Fendy harus janji. Kalau gak bisa, Lanka gak berani cerita.”

Fendy tahu kesalahannya yang berulang. Jika dia berjanji begitu saja tanpa disertai keyakinan di dalam dirinya. Kesalahan itu akan terus terulang ke depannya.

“Gue minta maaf, Lan. Gue mau tahu, tapi gue takut untuk janji.”

“Memangnya aku minta janji apa?”

“Atur emosi?”

Lanka menggeleng sambil tersenyum tipis. “Cukup dengarkan Lanka sampai akhir. Setelah itu terserah. Karena buat terima Kak Fendy sama-sama sulit seperti Kak Fendy terima Lanka. Ada banyak hal yang harus diadaptasi dari satu sama lain. Termasuk watak Kak Fendy yang kadang bicaranya keras padahal gak lagi emosi. Pian sudah jelasin ke Lanka dan harus terbiasa mana bentakan mana bukan.”

Tidak tahu harus membalas apa, Fendy pun memilih diam. Ketika ditanya lagi, barulah Fendy mengangguk. Siap untuk mendengarkan.

“Kak Bagas jemput Lanka untuk bantu menjelaskan kronologi kenapa Kak Bagas bisa sampai diskors. Karena gak ada yang percaya sama Kak Bagas.” Lanka menjeda, memperhatikan sekilas ekspresi Fendy. “Setelah Lanka jelaskan, Lan berikan bukti untuk penguat—“

“Ada—“ Fendy mengatup mulutnya rapat-rapat. Refleksnya karena terkejut Lanka mengatakan ada buktinya. Tentu saja itu akan sangat berguna untuk melawan Hesa.

Lanka mendengkus geli. Fendy hampir kelepasan. “Setelah itu mereka percaya. Ada beberapa saran yang masuk. Akan sangat logis kalau lawan Lanka bukan Hesa, tapi Lan dan Kak Bagas tahu bagaimana Hesa. Jadi Lanka tolak dengan alasan—

“Gak beda jauh sama pemikiran Kak Fendy. Lapor. Ya, kita semua mau itu jadi ultimatum. Tapi bukan sekarang.

“Lanka sudah tahu kapan waktu yang tepat, I think. Sesuai janji Lanka, sebentar lagi. Jadi jangan seenaknya ambil tindakan. Jangan melukai diri sendiri demi Lanka. Kalau sampai terjadi, Lanka bakal selesai.”

Deg.

Mata Fendy tak lepas dari Lanka. Tatapan terkejutnya dengan kalimat terakhir dari Lanka begitu jelas terpancar.

“Sudah. Giliran Kak Fendy.”

Mulut Fendy keluh. Di saat seperti ini dia malah tak bisa bersuara. Semua spekulasi dadakan di dalam otaknya yang biasa langsung terucap untuk menyela, seketika lenyap.

Cukup lama hanya ada sunyi di antara mereka. Lanka pun tak ingin menunggu hanya dengan memperhatikan Fendy. Dia menarik afeksinya menuju televisi di depan, mencari saluran TV mana yang menarik perhatian.

Biarkan Fendy berpikir. Jika Lanka terus-terusan mendominasi, harga dirinya akan tersakiti. Kemudian seorang laki-laki kehilangan respect pada lawan bicaranya, bahkan membenci. Repotnya berhadapan dengan laki-laki ya seperti itu. Yang terlihat wajar karena situasi, bisa saja menyakiti gengsi mereka.

“Oke.”

“Oke apa?” Lanka menoleh. Mengembalikan penuh atensinya pada Fendy.

“Gue ngerti. Gue minta maaf karena sering gegabah. Gue minta maaf karena terlalu plin-plan. Gue minta maaf karena terlalu meremehkan lo hanya karena lo adik dan seorang perempuan. Gue minta maaf karena gak pernah berpikir kenapa masalah ini belum juga selesai. Gue minta maaf untuk itu semua.”

“Ya ... Lanka juga minta maaf gak bisa selalu muasin ego Kakak.”

“Bukan gitu, Lan ...”

Lanka terkekeh geli. Menatap Fendy beberapa saat, kemudian kedua tangannya terbuka untuk memeluk kakaknya. Dia harap masalah seperti ini tidak akan terulang lagi. Lanka tidak ingin merancang alur yang terus-terusan menyakiti Fendy untuk melancarkan aksi.

Lanka sadar dia tidak jauh berbeda dengan Hesa. Keberadaannya bukanlah sesuatu kebahagiaan, melainkan malapetaka. Akan ada banyak hati yang terluka. Maka dari itu Lanka tidak ingin hati yang sakit memiliki fisik yang sakit juga karenanya.

Karena itu Lanka bertahan sampai sekarang. Setidaknya sampai masalah ini selesai saja. Sisanya ... akan dia pikirkan nanti. Menyusul Lim atau menikmati hidup yang selama ini tersita balas dendam.

I love you.”

⚪  E v l a n k a ⚪

Buat yang berpikir I Luv U cuma buat pasangan, hei! Gak ya, sama Mama, Papa, Ibu, Bapak, Ayah, Bunda, adek, Kakak juga gak papa banget.

Rasa cinta bukan tentang nafsu right? Jadi ke siapapun kita bisa mencintai dengan tulus.

Agak random, ya? Pas ngedit ini sambil terkantuk-kantuk, jadi, ya ...

See ya!

11 Agust 23

-Princboo-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 11, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EvlankaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang