Selamat membaca,
Malam hari yang terasa menyesakkan mendengar kabar buruk yang terus terusan terdengar mulai dari masalah Cakra yang cukup sulit diatasi ditambah lagi dengan sakitnya sang ibu Amira. Amira sosok ibu yang bisa dikatakan jarang sakit, entah ia tidak mau memperlihatkan pada anak anaknya tau memang imun sang mama yang kuat.
Kini Juna dan ketiga anaknya tengah diperjalanan menuju rumah sakit. Suasana malam yang terlihat ramai oleh para orang orang yang keluar malam memenuhi jalan raya dan taman sekitarnya. Aca menyandarkan punggungnya didada tegap Bima yang berada disampingnya, memandang lurus ke luar jendela yang tertutup agar udara malam tidak terhirup.
Hanya menatap diam dan lurus keluar jendela, biasanya Aca akan bersemangat jika akan keluar rumah pada malam hari. Anak gadis yang bisa dikatakan sangat jarang menginjakkan kaki diluar rumah jika sudah malam. Sekalinya dibawa keluar malam Aca ini akan bersorak kegirangan, tapi berbeda dengan sekarang ia hanya diam membisu tanpa menunjukkan ekspresi apapun.
Sedangkan tangan kanan Bima senantiasa mengulus lembut puncak kepala Aca yang berbalut hijab instannya. Bima juga sama terkejutnya dengan Aca dan Cakra mengetahui sang ibu berbaring lemah di rumah sakit. Disebelah kiri Bima juga duduk termenung Cakra yang menunduk menatap sepatunya, sedari masuk mobil Cakra belum mengangkat kepalanya.
Bima terpukul melihat keadaan kedua adiknya ini, lalu tangan sebelah kiri Bima menepuk beberapa kali paha Cakra. Berniat menyalurkan ketenangan juga pada sang adik keduanya ini. Bima sangat mengerti kegalauan Cakra saat ini, masalah perkelahiannya juga belum selesai ditambah keadaan kesehatan Amira memburuk.
Tidak terasa 30 menit waktu yang dibutuhkan Juna mengendari mobil untuk sampai dirumah sakit ini, ia benar Juna sendiri yang menyetir mobil menjamin keselamatan ketiga anaknya. Juna yang keluar terlebih dahulu, membuka pintu samping dimana Aca duduk, merangkul bahu Aca lalu mengusapnya lembut.
Setelah keluarga ini turun dari mobil, Juna bertatap sebentar dengan Bima, lalu berkata, "Bantu papa Bima, tenangin Cakra juga. Kita saling kerjasama. Bima yang saat ini bisa papa andalin." lembut Juna.
Dan dibalas anggukan mantap oleh Bima, dan kemudian dengan cepat Bima merangkul bahu tegap milik Cakra. Cakra yang sedikit terkejut dengan tindakan tiba tiba abang sulungnya ini, menatap heran kesamping melihat wajah Bima dan Bima hanya membalas tatapan Cakra dengan senyum tipisnya.
Juna yang memandu perjalan menuju ruang inap Amira, tapi ditengah perjalanan anak dua pemuda yang tidak henti hentinya menatap Aca dari atas kepala sampai kebawah kakinya. Aca yang tidak menyadari hal ini, berbeda dengan Cakra, Bima dan Juna yang sudah sedari tadi menyadari hal tersebut.
Cakra menatap keduanya tajam, dengan tangan yang mengepal, "Ngapain lo liat adek gua sebegitunya, hah?! Sopan lo liat perempuan seperti itu?!" sentak Cakra.
Sentakan Cakra yang menyadarkan Aca langsung, menatap lirih kearah Cakra yang tengah emosi berdiri gagah didepan kedua pemuda itu.
"Trus masalahnya apa buat lo?! Gua mikir lo bxb tuh ama orang ngerangkul lo," sinis salah satu pemuda.
"Jaga ucapan lo ya! Ya masalah buat gua, lo mandangin adek gua dengan mata bejat lo itu. Lo nggak diajarin cara memperlakukan wanita, hah?!"
"Gaya lo, santai aja kali!"
"Anj--
Dengan cepat Aca memeluk lengan kiri Cakra, mengelusnya dengan lembut. Lalu menatap langsung mata Cakra, "Udah ya bg, tapi tadi janji mau kontrol emosinya. Kita mau jengukin mama kan? Kenapa malah berantem?!"
"Tapi mulut dia tuh loh Ca, abang geram banget. Nggak bisa jaga mata, mulutnya juga busuk!" sentak Cakra.
"Udah ya bg, mama nunggu kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Salsabila🌻
Fiksi RemajaAku yang selalu saja berada lingkup keluarga yang bisa dibilang toxic. Papa yang selalu mengurungku dalam rantai yang diciptakannya. Semua kegiatan yang akan aku lakukan harus seizin papa dulu. Aturannya yang begitu banyak menuntutku harus tunduk d...