^Selamat membaca^
Dengan lesu Aca mengikuti Bima yang berjalan didepannya, Cakra yang bersebelahan berjalan dengan Aca, mengandeng lembut tangan sang adik bungsu. Aca ingin menginap dirumah sakit saja, untuk menghindari omelan dari Bima, tapi Juna yang tidak mengerti malah menyuruh Aca ikut pulang bersama para abangnya.
Selama perjalanan, Aca tetap diam tanpa memghiraukan kedua abangnya, Bima yang tengah menyetir dengan Cakra yang duduk dikursi penumpang. Aca memandang keluar jendela, memandang orang orang yang tengah bercanda ditepi jalan sambil menikmati makanannya. Disaat lampu merah, fokus Aca hanya teralihkan sepenuhnya melihat sekelompok anak muda yang tengah asik nongkrong.
"Abang," panggil Aca.
"Hm," balas keduanya.
"Berhenti dulu ya nanti."
"Berhenti dimana? Ini udah malam ya." balas Bima.
"Iya tau, cari makan aja."
"Dirumah aja,"
"Ihh apa sih salahnya makan diluar, kan sekali kali dong loh bg."
"Udah diam Ca, udah mau lampu hijau itu."
"Kek gitu aja terus, apa apa nggak boleh."
"Aca!" geram Bima.
"Iya maaf, itu udah hijau, mau pulang."
"Kamu benar be--
"Udah lah bg, ini lagi dijalan jangan ribut." lerai Cakra.
"Adek lo tuh, bertingkah mulu."
"Udah bg,"
"Hm gua tau apa maksud lo Aca, lo mau nongkrong kayak anak remaja itu kan?!" sentak Bima.
"Keliatannya seru aja gitu bg." lirih Aca.
"Udah ketebak isi kepala lo, jad--
"Bg udah, nanti kita bahas di rumah. Lo nggak bisa marah dijalan gini. Keselamatan kita yang lo pertaruhkan. Sekali ini tolong dengerin gua, gua tau gimana buruknya lo kontrol emosi." jelas Cakra.
Brakkk...
Dengan keras Bima memukul stir mobil, menyalurkan emosinya. Dibelakang Aca sudah gugup melihat Bima yang tengah emosi. Lagi dan lagi Aca merasa bersalah dan takut setelah sekian kalinya ia melawan ucapan Bima.
Ditengah perjalanan, hanya keheningan yang mendiami kakak beradik ini. Masalah yang terus terusan datang menghampiri Aca. Semakin kesini Aca, semakin merasa tidak puas jika tidak membalas ucapan dari Bima. Aca sangat tau ujung ujungnya ia yang akan disalahkan, dan berujung minta maaf.
Sesampainya dirumah, Bima yang turun terlebih dahulu, membanting pintu mobil cukup keras menyalurkan kekesalannya. Karna kejadian yang mendadak ini, Aca terdiam cukup lama di dalam mobil. Cakra si abang kedua yang selalu mengerti membaca suasana sekitarnya, membuka perlahan pintu mobil samping Aca.
"Hey, ayok turun." balas Cakra menyadarkan Aca dalam lamunannya.
"Eh maaf." lirih Aca.
"Yok turun," titah Cakra lalu meraih tangan Aca, mengandeng sang adik masuk kedalam rumah.
Sedangkan didalam rumah Bima tengah menunggu disofa ruang tamu, menanti kedua adiknya memasuki rumah. Memejamkan matanya, menghela nafas beberapa kali guna menurunkan sedikit emosinya. Dan tak henti hentinya beristigfar didalam hatinya.
Setelah keduanya masuk, Bima membuka matanya menatap dingin yang langsung ditujukan pada Aca. Bima sungguh muak dengan sikap Aca akhir akhir ini sangat banyak membantah, mengeluarkan kata kata penolakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salsabila🌻
Teen FictionAku yang selalu saja berada lingkup keluarga yang bisa dibilang toxic. Papa yang selalu mengurungku dalam rantai yang diciptakannya. Semua kegiatan yang akan aku lakukan harus seizin papa dulu. Aturannya yang begitu banyak menuntutku harus tunduk d...