HARI baru, blok baru, penampilan baru, haha.
Selamat datang hari pertama kuliah setelah menjalani liburan selama dua hari yang tak jauh-jauh kuhabiskan mengurusi pasien dengan indikasi medis demam akibat kurangnya waktu istirahat yang entah seseru apa obrolan chat-nya sampai lupa waktu begitu.
Berbicara soal penampilan, hari ini aku hendak mengenakan sesuatu yang fresh. Kalau kemarin kuliahku masih mengenakan bawahan Denim Wide, Cullotes, dan sejenisnya, mulai blok ini aku pakai rok!
Hayo, kurang greget apa coba?
Hari biasa aku kadang sih pakai rok ke kampus, apalagi kalau sedang tidak ada lab. Khusus hari-hari yang mengharuskan adanya praktikum, aku lebih suka menggunakan Denim Wide longgar, untuk mengurangi potensi “ujung bawahan terinjak” akibat ketergesah-gesahanku tiap waktu praktikum yang sebentar lagi usai dan pekerjaanku masih belum sepenuhnya beres.
Hari di luar waktu-waktu lab juga kadang aku tetap pakai celana yang hampir serupa longgarnya dengan rok, macam Pleated Pants, Cropped Wide Leg, Palazzo, atau bahkan pakai rok langsung, tapi rasanya tetap saja tidak senyaman setelah mendengar wejangan sedap Bang Harun kemarin.
Dia memang abang terbaikku! Lah, iya, abang cuman satu. Haha.
Pokoknya aku harus komitmen bisa menjaga diri, bisa lebih tertutup dan bisa jadi permen yang tidak bisa disamakan dengan permen yang bungkusnya sudah tanggal.
Azeeg.
Setelah menunggu Lintang yang baru datang setelah menunggunnya belasan menit, aku segera naik dengan wajah sumringahku di mobilnya. Seperti biasa, lelaki yang kutebak baru bangun ini pasti masih akan mengenakan pakaian tadi malamnya dengan kaos selengan dan celana training selutut. Begitu sih kalau ngototan jadi orang, dibilang aku ke kampusnya tak usah menunggu dia yang mengantar, kan jadi dia repot sendiri. Padahal kalau belasan menit yang lalu Go-Car menjemputku pasti sekarang sudah hampir sampai di kampus.
Okey, dia memang suka merepotkan diri sendiri.
“Gimana demamnya? Udah turun?” tanyaku lepas mendaratkan sandaran di jok sampingnya.
“Nih udah jemput kamu,”
“Udah sembuh berarti,” simpulku.
“Laki-laki emang pantang sakit, Na. Kata Papa kalau cuman demam doang mah, cuman perlu perhatian doang, habis tuh sembuh sendiri,”
“Nyesel juga aku dateng kemarin, kalau tahu bakal sembuh sendiri mending aku ikut Bang Harun ke Bekasi kemarin beres kerjaan di kantornya selesai,” umpatku.
“Lah nggak nyesel dong, Na, kan ceritanya obat demamnya dari kamu juga. Setengah dari Mama, setengahnya kamu. Mama mana sanggup ngurus pengikut-pengikutnya dalam rumah. Kemarin aja udah mumet banget, sakit nggak sakit, pada manggil Mama semua. Untung ada kamu,” Begitu rayunya. Aku hanya mencebik bibirku mengejek sebelum terpikir satu hal penting.
Dia harus senang melihat ini.
“Lintang, Lintang coba liat aku dulu!” kataku membenarkan dudukku di sampingnya, senyumku melebar, dan kupikir poseku sudah cantik dengan kemeja biru langit, rokku yang hendak kupamer, juga jilbab gelap yang automatis mengontraskan wajahku jadi berseri.
“Coba kamu liat, kira-kira apa yang beda hari ini?” ucapku lagi lalu dia mengalihkan manik menerawangnya ke arahku.
“Hmmm,” air mukanya nampak serius sekali menganalisa dengan menyipitkan sedikit pandangannya, “Muka kamu agak putihan, pasti pake bedak Alisha lagi ya?” tebaknya yang ternyata masih tak sadar.
Heuh, baiklah!
“Yap, bener!” ucapku membenarkan begitu saja meski bukan itu yang kumaksud. Sepertinya dia memang tak menyadari bahwa aku tampil lebih baik sekarang. Ya sudahlah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nggak Mau Pacaran Lagi
Teen FictionIni hanya kisah perbucinanku yang begitu mencintai Lintang, meski ... dengan jalan yang salah :) -Ana 🎀 Aku yang terbekali dengan keluarga berlatar religius serta pendidikan kedokteran membuatku merasa dibentuk menjadi pribadi yang harus siap dala...