Bucin 23: Truth Or Dare

30 8 0
                                    

HARI berlalu, pekan berlalu, serta bulan terlewati. Rona bahagia kini memancar dari kedua wajah sahabatku. Deandra yang melanjutkan kehidupannya kembali bersama lelaki yang menerima segala kekurangannya serta Faya yang hidup berdampingan dengan Faro sekarang. Lalu aku? Tunggu saja kabarku kedepannya, itu pun kalau tak diundur-undur lagi oleh Lintang. Jelasnya, sekarang aku tengah duduk menikmati liburan semester genap. Sebentar lagi aku akan memasuki tahun ketiga masa perkuliahan.

Oh iya, tentang pendidikan mereka, kalau semua sudah mengetahui tentang perkuliahan Faya yang terhenti di tengah jalan, lain halnya dengan Deandra. Deandra tetap memilih melanjutkan perkuliahannya tanpa memedulikan apa kata orang. Mungkin di Psikologi dia sudah mendapat ilmu bagaimana cara menanggulangi bullying.

Tentang bayinya, karena sekarang kegiatan perkuliahanku sudah dialihkan penuh ke Rumpun Ilmu Kesehatan kampus utama Depok, aku kadang melihat bayi kecil itu menjemput Deandra loh di kampus bersama ayahnya yang masih memiliki ikatan darah dengan Lintang. Kebetulan RIK dan gedung Deandra hanya dipisahkan Art and Culture Center Building, masjid kampus, gedung fakultas hukum, dan sudah gedung Deandra, jadi kadang-kadang bertemu sih, tapi jarang sekali kusapa apalagi kalau sudah bersama suaminya. Makanya, hari ini aku dan Alisha berniat untuk mencari sesuatu yang bisa kuserahkan kepada baby Naila, sekaligus bisa bertemu dengan Deandra dan Faya juga. Aku jadi rindu setelah beberapa bulan tak bertemu lagi.

“Na, kamu yakin mau ketemu Deandra sama Faya ngajakin aku?” Lintang jadi bermuka tak habis pikir tatkala kami sudah di tengah jalan melewati ruas menuju Grand Indonesia, tempat biasa kita jalan.

“Kenapa emang?”

“Kamu ketemu Deandra sama aja aku ngenalin kamu ke Omku juga loh,” adunya.

“Ya terus?”

“Kamu kan biasanya pemalu,”

Ah iya, benar ya? Sejak kapan aku mau diajak bertemu begini dengan teman-temanku membawa serta pasangan. Salahnya karena pasangan Deandra juga masih keluarga Lintang, secara otomatis aku akan memperkenalkan dong bahwa aku adalah perempuan yang telah ditaklukkan oleh ponakan suami Deandra, dan aku adalah bucin yang termakan cintanya.

Hash, ini gila!

“Iya juga, ya, tapi ya udahlah. Udah di jalan juga ini, masa batal,” balasku.

Tidak mungkin kan kukirimkan pesan kepada Faya dan Deandra bahwa aku mulas di tengah jalan, jadi tidak bisa datang, hanya karena tidak ingin bertemu suami Deandra? Cepat atau lambat dia akan mengetahuiku juga, tapi paling tidak jangan hari ini juga dong. Aku bahkan belum bersiap-siap, paling tidak aku terlihat lebih good looking sedikit lah, masa iya aku tampil seperti penampilan mahasiswa tingkat akhir? Ala kadarnya.

Tanpa make up selain face mist, dress selutut dengan rok jatuh sebagai bawahannya. Grand Indonesia lagi!

Kuharap aku tidak baperan lagi nanti, seperti biasanya menyambangi GI tanpa menonjolkan bahwa aku setara dengan high class yang berkeliaran di sana.

Setelah beberapa saat mobil menjadi hening, suara Lintang kembali menyahut, di sepanjang pengetahuanku Lintang memang tak pernah suka suasana hening, setidaknya ada satu topik yang akan meriuhkan suasana mobil dengan topik-topik anehnya.

“Na, kamu inget nggak mainan yang kamu suka banget jaman SMA dulu,”

“Mainan apa?”

“Yang jujur-jujuran itu loh. Aku dulu suka liat kamu main sama si Siska sama Alda, kayanya bahagia banget,”

“Oh … yang truth or dare itu, ya? Itu seru loh, Lint. Mau main nggak?” tawarku sembari membenarkan pangkuanku di mana Alisha tengah anteng memainkan ujung jilbabku di sana.

Nggak Mau Pacaran LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang