BEBERAPA hari yang lalu, aku dan Lintang baru saja mengikuti seminar khusus ilmu berkeluarga dan parenting, hari ini Lintang sudah sok paling iya saja menuntut sesuatu di akhir pekanku.
Ada satu kutipan yang dia highlight besar-besar dari seminar kemarin, bahwasanya istri dianjurkan mendukung hobi suami yang menurut si suami itu adalah gue banget-nya.
Yaiya, aku setuju, aku tidak mengingkari hal tersebut, seharusnya memang seorang istri berlaku demikian. Yang menjadi masalahnya, Lintang memintanya padaku yang belum diperistrinya! Harus gitu aku menekan highlight tambahan pada kata istrinya itu?
Dan pada akhirnya aku tetap saja mengalah, datang berpanas-panasan di bawah terik sore hari menonton Lintang bermain dengan amat serunya di lapangan Gambir.
Catatan tambahan: aku duduk menjaga bayi setahun sekarang.
"Alisha sabar ya, Dek, Kakak Lintang sebentar lagi beres. Nanti kalau udah selesai langsung pulang ya," kataku mencoba menghibur Alisha.
Sebenarnya dengan menonton permainan orang dewasa di depannya juga Alisha sudah kelihatan senang kok.
Berselang lima menit, untuk keempat kalinya Lintang datang kembali meneguk air minumnya sebentar. Sepertinya permainan sudah benar-benar selesai, Alhamdulillah.
Lintang kemudian duduk berjongkok, bertemu Alisha yang sedari tadi berusaha meraih ujung jersey Lintang.
"Hei, ini si cantik seneng banget kayanya. Habis ngapain aja sama Kakak Ana? Nungguin Kak Lintang main aja ya? Ugh, pasti lama banget, maaf ya Alisha,"
Mereka berdua jauh lebih punya ikatan batin sendiri, Alisha kelihatan ceria meladeni Lintang dengan racauannya yang belum begitu jelas.
"Maaf, Lint," ucapku ikut meraih handuk kecil di samping botol minumnya tadi. Keringat yang semakin jatuh memancing kepekaanku untuk mengacaukan obrolannya dengan Alisha.
Lintang mendadak anteng, bertumpu dengan kaki berjongkoknya di bawah sedang aku membersihkan peluh keringatnya yang runtuh.
"Makasih," ucapnya setelah selesai.
"Widih! Pengantin baru bisa-bisanya uwu di sini! Tuh cewek-cewek pada merhatiin lu tuh!" sahut tiga orang teman Lintang tiba-tiba datang menggodanya. Di seberang lapangan memang banyak kaum hawa yang juga ikut menonton latihan mereka tadi.
"Bodoamat. Oh iya, kenalin nih ... ibu negara!" timpal Lintang dengan gaya hiperbola congkaknya.
"Ohhh jadi ini nih yang namanya Ana?" Mereka menyelidikku, aku balas tersenyum kepada mereka. Sepertinya Lintang sudah pernah membicarakan tentangku sebelumnya pada mereka, makanya bisa langsung tahu nama segala.
"Na, ini yang namanya Luki, yang suka comblangin aku sama cewek-cewek bening. Ini Raka, yang ngatain kamu janda—"
"Eh, enggak Ana! Apaan sih lu, Lint! Wah, ngajak perang lu!"
"Kalau sewaktu-waktu dia chat atau DM kamu, bilang ke aku! Aku pites depan kamu saat itu juga!" kata Lintang lagi entah sedang membahas apa.
"Kalau yang ini, Valdo. Sumber seluruh ilmu perselingkuhan yang pernah kamu kuak dari aku, hehe," Lintang terkekeh menyamarkan kesalahan besarnya yang dari dulu itu.
"Iya, aku Ana. Maaf Lintang ngomongnya agak kasar ke kalian, dia emang suka kelupaan nata bahasa dia. Maaf sekali lagi ya," kataku mewakili dia yang asal menghina teman-temannya tadi.
"Tuh, cewek lu aja tahu cara bergaul dengan sopan, Lint!" sahut lelaki bernama Luki.
"Udah sopan, cantik, calon dokter, sayang keluarga, sayang adek, sayang elu, kurang cerah apalagi sih masa depan lu ini, Lint?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Nggak Mau Pacaran Lagi
Teen FictionIni hanya kisah perbucinanku yang begitu mencintai Lintang, meski ... dengan jalan yang salah :) -Ana 🎀 Aku yang terbekali dengan keluarga berlatar religius serta pendidikan kedokteran membuatku merasa dibentuk menjadi pribadi yang harus siap dala...