34. Pending

1.7K 151 43
                                    

Alfa duduk berhadapan dengan Syilla di salah satu restoran saat jam makan siang tiba. Syilla yang baru saja pulang setelah satu minggu berada luar kota, sengaja meminta suami sirinya itu untuk datang. Ada beberapa hal yang ingin dia sampaikan kepada Alfa. Sebenarnya dia belum bisa sepenuhnya menghilangkan rasa kesalnya lantaran masalah yang terjadi. Namun, dia pikir harus segera bicara agar tidak ada harapan yang terlalu membumbung pada rencana  pernikahan sah yang akan mereka lakukan seenatar lagi.

"Kamu kok nggak bilang kalau hari ini pulang? Aku kan bisa jemput kamu di bandara," ucap Alfa begitu berhadapan dengan Syilla. Senyumnya mengembang sempurna, tidak seperti Syilla yang terus memasang wajah datar.

"Nggak perlu. Biasanya juga sendiri."

Alfa mengangguk. "Gimana perjalanan kamu? Menyenangkan?" tanya Alfa lagi. Dia bersikap seolah tidak ada sesuatu yang terjadi di antara mereka.

"Biasa saja."

"Kalau begitu kita langsung pesan makan siang saja ya."

Alfa nyaris memanggil waiter saat Syilla tiba-tiba saja bersuara.

"Nggak perlu. Aku di sini cuma mau bicara sebentar sama kamu," ucap Syilla dengan intonasi datar dan tanpa ekspresi.

Hal itu tentu saja menarik perhatian Alfa. Dia tatap lekat-lekat wajah yang dirindukannya. Apa cuma perasaannya, Syilla tampak tidak senang bertemu dengannya setelah berpisah satu minggu lamanya.

"Ada apa, Sayang?" tanya Alfa sedikit mencondongkan tubuhnya.

Syilla berdeham sesaat. Dia berharap Alfa bisa mengerti keputusannya. Setelah melalui beberapa hari, Syilla yakin bahwa keputusannya adalah hal terbaik untuk mereka berdua.

"Al, aku memutuskan untuk menunda pernikahan kita," ucap Syilla dengan pandangan lurus menatap Alfa.

Senyum yang terus mengembang di bibir Alfa kontan surut. "Kamu bercanda kan? Selangkah lagi kita akan sah menjadi suami istri menurut hukum dan negara, Syill."

Syilla menggeleng tegas. "Itu nggak akan terjadi. Aku bisa memaafkan apa pun kesalahan kamu selain pengkhianatan."

"Tapi aku nggak berkhianat!" seru Alfa tanpa sadar sehingga membuat pengunjung lain menoleh ke arah meja mereka. Namun, Alfa tidak peduli, emosinya telanjur meluap mendengar omong kosong kekasih sekaligus istri sirinya.

Syilla meneguk ludah. Dia memalingkan wajah menghindari tatapan Alfa. Beberapa saat keduanya hanya saling diam bergelut dengan emosi dan perasaan masing-masing.

"Apa selama kita berhubungan kamu pernah melihatku jalan sama wanita lain, baik dulu atau pun sekarang?" tanya Alfa. Namun, Syilla bergeming bahkan wanita itu tidak mau menatap lelaki bermata cokelat itu.

"Oke, kalau itu mau kamu," pungkas Alfa akhirnya. Dia kesal bukan main.  Percuma juga menjelaskan sekarang, Syilla tidak akan percaya sebelum dia menunjukkan bukti yang sebenarnya.

Jujur dia kecewa. Entah di mana sosok Syilla yang biasanya selalu percaya padanya. Alfa memutuskan pergi dari restoran itu. Hilang sudah rasa lapar yang sempat hinggap. Harapannya makan siang bersama dan saling melepas rindu menguap. Syilla sukses mempermainkan perasaannya untuk kedua kali.

Sepeninggalan Alfa, bahu Syilla bergetar. Dia menutup wajah dengan kedua telapak tangannya seraya sesenggukan. Dia menangis. Sungguh, bukan ini yang dia mau. Hanya saja, dia masih ingat bagaimana perempuan gila bernama Bella itu melakukan hal yang membuatnya tak berdaya.

Beberapa Hari lalu entah bagaimana caranya Bella ada dalam kamar hotelnya dalam keadaan tak sadarkan diri. Pergelangan tangannya tersayat dan mengeluarkan darah. Syilla panik bukan main, dan segera meminta pertolongan. Dia bersyukur karena wanita itu bisa tertolong meski dalam keadaan lemah. Sungguh dia ingin memaki, tapi melihat keadaan Bella yang memprihatinkan dia urung.

"Bu, teman Anda sedang mengandung. Tolong ya jangan sampai hal ini terulang lagi. Kasihan janin di dalam perutnya. Ibu hamil juga tidak boleh stres. Jadi, saya harap Anda bisa membantunya untuk tidak terlalu memikirkan hal-hal berat," ucap dokter yang menangani Bella waktu itu.

"Iya, Dok." Tidak ada yang bisa Syilla katakan selain itu. Ternyata Bella memang benar-benar hamil. Dan, parahnya wanita itu melakukan percobaan bunuh diri di tempatnya.

"Kamu masih tidak percaya kalau ini darah daging Alfa? Kalau kamu masih tak mau mengalah mungkin aku akan melakukan hal ini lagi di tempat yang tidak kamu duga," ucap Bella lirih di tengah pembaringan.

Syilla tidak mengeluarkan sepatah kata pun untuk membalasnya. Dia hanya bisa mengepalkan tangan di kedua sisi tubuhnya. Lantas berlalu meninggalkan wanita gila itu.

Syilla mengusap kasar air matanya yang terus bercucuran. Lantas memegang kepalanya frustrasi. Dia tidak selemah itu. Tapi, intimidasi Bella saat itu benar-benar membuatnya terus berpikir. Hingga sampailah pada keputusan berat yang dia buat saat ini.

***

"Tunda saja," ucap Syilla dengan pandangan menunduk. Saat ini dia sedang berhadapan dengan kedua orang tuanya.

Anton dan Caroline saling melempar pandang. Mungkin mereka kira putrinya itu sedang bercanda.

"Kamu bicara apa sih? Jangan ngaco deh. Persiapan pernikahan sedang berjalan," ujar Caroline heran.

"I know, Ma. Tapi, sepertinya aku harus berpikir ulang lagi menikah secara serius dengan Alfa."

Anton mengerutkan kening. "Pernikahan kalian yang kemarin itu serius. Kamu pikir janji suci itu main-main? ada apa sebenarnya? Kalau ada masalah lebih baik dibicarakan. Jangan ambil keputusan yang akan membuat kamu menyesal nantinya, Syilla," terang Anton lantas berdiri. Dia mengeluarkan ponsel. "Aku akan menghubungi Alfa sekarang juga. Tidak akan ada asap kalau tidak ada api."

Untuk beberapa saat Anton bicara via telepon dengan Alfa. Dia meminta menantunya itu datang ke rumah untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

"Kita tunggu Alfa. Kita lihat apa yang akan dia katakan sampai-sampai Kamu mau menunda rencana menikah sipil," ujar Anton setelah mengakhiri panggilannya.

"Nggak perlu menunggu. Keputusan Syilla itu benar. Malah seharusnya dibatalkan saja. "

Semua kepala menoleh saat suara Bastian terdengar. Lelaki yang menuruni garis wajah sang ibu itu berjalan mendekat.

"Ternyata dugaanku tidak meleset. Alfa itu bukan pilihan tepat. Dia tidak ada bedanya dengan Jimmy. Berengsek," lanjut Bastian seraya menenggelamkan tangan di saku celananya. "Bahkan dia lebih parah karena menghamili seorang gadis, tapi tidak mau bertanggung jawab."

Ucapan Bastian membuat kedua orangtuanya terbelalak.

"Bas! Kamu bicara apa?" tanya Anton tak percaya begitu saja.

Bastian tersenyum miring. "Alfa itu berengsek, Pa. Makanya Syilla nggak mau melanjutkan pernikahannya."

Caroline menatap Syilla yang masih saja menunduk. "Syilla, apa benar yang Bas katakan itu?" tanya wanita berdarah Amerika itu.

"Tidak sepenuhnya benar," jawab Syilla.

Caroline makin tidak bisa memahami situasi ini. Kepalanya mendadak berdenyut. "Sudah. Lebih baik kita tunggu penjelasan Alfa. Mama beneran pusing sekarang," ujarnya putus asa. Dia tidak menyangka saja bakal ada hal mengejutkan seperti ini.

Syilla tahu berita ini akan sampai juga di telinga orang tuanya. Dan, dia yakin orang tuanya setelah ini akan mendukung keputusannya. Hanya saja, alasan utama dia menunda pernikahan bukan itu. Dia masih memiliki kepercayaan kepada Alfa, makanya dia hanya ingin menunda, bukannya membatalkan pernikahan.

Dear, My Pretty 🔞 ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang