12

530 93 3
                                    

Mansion Mahendra.

Dahyun yang didampingi oleh Juno menatap pada siwon dan pengacaranya. Lalu menatap pada Damian, mantan pengacara pribadi keluarga Mahendra. Lebih tepatnya lagi pengacara Daddy nya dulu semasa hidup. Dahyun tampak bingung, saat melihat Damian datang bersama siwon.

"Ada apa ini tuan Damian?" Dahyun menatap tajam pada mantan pengacara keluarganya.

"Begini Tuan dahyun, aku datang kemari karena sudah waktunya aku memberikan amanat dari Tuan dan Nyonya Mahendra." Damian mengambil sebuah berkas dari tasnya.

"Amanat?" gumam Dahyun. "Apa maksud anda?"

Pengacara Damian memberikan berkas yang tadi diambilnya di dalam tas pada dahyun

Dahyun membuka berkas itu lalu membacanya. "Ini tidak masuk akal!" Dahyun melempar berkas berisi amanat dari orang tuanya.

"Dahyun itu semua benar. Kedua orang tuamu menginginkan hal tersebut sebelum mereka meninggal." siwon menatap dahyun yang sudah ia anggap sebagai putranya sendiri.

"Tapi uncle," Dahyun mengepalkan kedua tangannya berusaha meredam emosi yang ada dihatinya.

"Sampai kapan pun aku tidak akan mau menjalankan isi wasiat yang tidak masuk akal itu." Dahyun berdiri dari duduknya.

"Maaf Uncle, aku sangat sibuk. Jika tidak ada kepentingan lainnya, silahkan kalian keluar!"

Siwon menghela napasnya dengan berat, ia sudah tahu dahyun pasti akan menolak mentah-mentah isi surat wasiat tersebut.

"Kalian keluarlah dulu!" siwon menyuruh kedua pengacara itu untuk pergi terlebih dahulu. Setelah melihat kedua pengacara itu keluar, siwon berjalan mendekat ke arah dahyun.

"Uncle tahu kau pasti tidak akan percaya pada semua itu. Tapi kau bisa membacanya ulang! Uncle tidak akan pernah memaksamu untuk menjalankan isi surat wasiat itu. Tapi – " siwon menghela napasnya.

"Apa kau tidak sedih? Jika keinginan kedua orang tuamu yang sudah meninggal tidak kau kabulkan!"

Deg..

Dahyun tiba-tiba merasakan sesak dihatinya.

"Uncle pulang dulu dan pikirkanlah baik-baik!" siwon berjalan keluar dari ruang kerja dahyun

Setelah semua orang keluar, Dahyun mengambil kembali isi surat wasiat tersebut. Dan membacanya berulang kali. "Juno, kau periksa apa dokumen ini asli!" Dahyun menyerahkan berkas tersebut.

"Baik tuan." Juno mengambil berkas tersebut dan langsung memeriksanya.

Dahyun langsung terduduk dengan lemas sambil memijat keningnya yang terasa pusing. Dahyun tidak habis pikir kenapa kedua orang tuanya memutuskan sesuatu yang penting tanpa memikirkan perasaannya. Bagaimana bisa kedua orang tuanya itu menginginkan dirinya menikah dengan mina

"Ah!!!..." Dahyun membanting semua benda yang ada di atas meja kerjanya.

Sementara itu di sebuah mobil mewah, tampak laki-laki yang memakai kacamata menatap kearah jendela mobil dengan menghela napasnya.

"Maafkan aku Mahendra, aku melakukan semua ini untuk satu-satunya putriku mina." Gumam siwon.

"Baik fani atau pun mina, semuanya sama. Mereka semua putriku, dan tidak ada salahnya jika aku mengganti fani dengan mina."

Siwon mengingat kembali pada masa-masa pertemanan antara dirinya dengan keluarga Mahendra. Hubungan diantara kedua keluarga mereka sudah terjalin sangat lama, karena mereka sudah berteman sejak jaman kuliah dulu.

Hubungan pertemanan siwon dan hendra terjalin sangat baik, mereka saling support dan hubungan mereka sudah seperti saudara kandung. Karena kedekatan itulah membuat dirinya dan Mahendra, akhirnya sepakat untuk menjodohkan dahyun dengan fani, lalu di buatlah surat perjanjian itu antara dirinya dan Mahendra

"Maafkan aku hen, aku sudah merubah nama fani menjadi mina. Dan aku harap kau tidak akan kecewa padaku, karena aku melakukan semua ini demi putriku." siwon meneteskan air matanya

Andai saja mina tidak mengancam dirinya siwon tidak akan mungkin melakukan tindakan tercela ini. Untung saja pengacara Damian mau membantunya untuk merubah nama fani menjadi mina

.

Sana yang berada di ruang tengah Apartemen, sedang berjalan mondar-mandir. Bukan karena ia sedang berolahraga, tapi pikirannya saat ini sedang gelisah. Dia sudah dikurung dua hari ini di apartemen milik dahyun dan sudah dua hari ini pula ia tidak pernah bertemu dengan tuannya.

"Ada apa sebenarnya?" gumam sana. "Kenapa aku tidak boleh keluar? Sedangkan dia bisa bebas berada diluar sana? Aku ini bukan tahanan." Gerutu sana dengan wajah yang kesal.

Entah mengapa dua hari ini tidak melihat dahyun membuat sana merasa sangat kesal. Padahal seharusnya sana merasa senang, karena dahyun tidak datang ke apartemen. Setidaknya sana tidak perlu berusaha payah menyiapkan segala kebutuhan dahyun, seperti saat di mansion Mahendra

Cklek

Mendengar suara pintu dibuka, dengan segera sana berlari menuju ruang tamu. Dia berharap orang yang datang itu dahyun, karena sana ingin sekali meminta ijin untuk keluar dari apartemen.

"Juno ... !" seru sana dengan wajah yang kecewa. Saat melihat sosok yang masuk kedalam apartemen adalah asisten pribadi dahyun

Juno yang menatap wajah kekecewaan di raut sana hanya bisa tersenyum tipis. "Aku datang kemari, untuk menyampaikan pesan dari tuan dahyun."

"Pesan tuan dahyun? Memangnya tuan dahyun kemana? Kenapa sudah dua hari ini dia tidak datang kemari?"  pertanyaan bertubi-tubi keluar begitu saja dari bibir sana

"Tuan dahyun sangat sibuk, itu sebabnya beliau tidak bisa datang kemari." Juno menjawab pertanyaan tersebut dengan suara yang datar.

"Tuan dahyun berpesan, anda boleh keluar dari apartemen ini untuk jalan-jalan atau hanya sekedar berbelanja." Juno memberikan black card kepada sana

"Apa ini?" sana menatap kartu yang ada di tangannya.

"Gunakan kartu itu untuk membayar belanjaan anda." Ucap Juno "Dan para pengawal yang di depan akan mengantar anda."

Sana lalu terdiam sambil menatap kartu yang ada di tangannya. Entah mengapa sana tidak merasa senang menerima kartu tersebut, terlebih lagi diijinkan untuk pergi jalan-jalan oleh dahyun. Dia merasa bingung dengan keinginan hatinya saat ini.

"Apa ada pertanyaan lain yang ingin ditanyakan?"Juno menatap pada sana yang terlihat bingung.

"Tapi tuan dahyun baik-baik saja bukan?" lirih sana

Juno terdiam sesaat, lalu tersenyum tipis. "Tuan dahyun baik-baik saja, anda jangan khawatir."

"Khawatir?" sana tertawa kecil. "A-aku bukan khawatir padanya, aku hanya ingin memastikan saja. Apa beliau masih hidup atau sudah mati?" sana berkata dengan gugup, dengan cepat dirinya berlari masuk kedalam kamar.

"Dasar wanita!" gumam juno dengan tersenyum. Lalu bergegas keluar dari apartemen dahyun

.

Intel Group.

"Bagaimana kabar sana?" tanya dahyun tanpa melihat ke arah Juno Tatapan matanya sibuk mengamati berkas yang ada di tangannya.

"Aku rasa tuan sudah tahu jawabannya! Bukankah tuan selalu melihat nona sana melalui CCTV yang ada di apartemen." Jawab Juno

"Juno, aku ingin mendengarkan jawaban. Bukan sebuah sindiran." Dahyun dengan cekatan membuka berkas yang lainnya.

Juno menghela napasnya dengan berat. "Keadaan nona sana baik."

"Syukurlah." Gumam Dahyun

"Nona sana, tadi menanyakan keadaan anda. Tuan."

"Benarkah?" Dahyun langsung menatap pada juno berkas yang ada ditangannya dibiarkan begitu saja olehnya.

"Benar tuan, nona sana bertanya apakah tuan baik-baik saja."

"Ternyata dia peduli padaku." Gumam dahyun dalam hati. Dan tanpa sadar, bibirnya sudah membentuk sebuah senyuman lebar.

"Nona sana juga bertanya. Apakah anda sudah mati atau belum?" Juno berkata dengan menahan tawanya.

"What? Apa maksudmu?" pekik dahyun, senyum dibibirnya hilang begitu saja. Tergantikan dengan wajah yang kesal.







Jangan lupa vote

[END]POSSESSIVE YOUNG MASTRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang