Usai sampai di kantor pengadilan distrik Seoul, gadis Boo itu langsung melangkah berlari kecil menuju ruangannya. Dia menyiapkan berkas-berkas yang akan dipakai dalam persidangan hari ini, setelahnya dia menghampiri Lee Seokmin, kepala Hakim yang akan memimpin persidangan pagi ini.
"Hhgg~ aku benar-benar ingin memukul wajah pria itu, sungguh." keluh Seungkwan setelah persidangan usai.
Seungkwan, Seokmin, dan Jaebum berjalan beriringan meninggalkan ruang sidang menuju ruangan masing-masing.
Seokmin terkekeh mendengar dumelan hakim muda disamping kirinya. "Sekalipun kau sangat membenci orang itu, tapi sebagai seorang Hakim, kau harus netral."
"Ya, dan dia beruntung karena posisiku sebagai Hakim." jawab Seungkwan.
"Oh iya, waktunya makan siang, bagaimana kalau kita makan siang bersama?" tawar Seokmin setelah melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
Seungkwan mengangguk mengiyakan, berbeda dengan Jaebum. "A-ah maaf Hakim Lee, Hakim Boo, aku ada jadwal mengajar setelah ini." tolak Jaebum tak enak.
Seungkwan dan Seokmin mengangguk, mereka memahami bahwa selain berprofesi sebagai Hakim Jaebum juga berprofesi sebagai seorang dosen.
"Ya, tak apa." jawab Seokmin mengangguk.
Jaebum pamit, Seokmin dan Seungkwan melepas toga serta atribut kehakimannya dan disimpan diruangan masing-masing. Setelahnya keduanya berjalan menuju kantin yang ada dilantai dasar.
Seokmin dan Seungkwan memang cukup akrab, sebab dulunya Seokmin merupakan dosen wali Seungkwan saat S1, dan merupakan dosen pembimbing Seungkwan saat menyusun Thesis S2nya.
"Raut wajahmu terlihat tidak mengenakan hari ini, Kak." ucap Seungkwan.
Dulu Seungkwan memang memanggil Seokmin dengan panggilan 'Pak', tapi semenjak Seungkwan bekerja di pengadilan, Seokmin kebih suka dipanggil 'Kak' saat diluar pekerjaan atau saat berdua seperti sekarang.
Seokmin mengangguk membenarkan. "Terlihat jelas ya?"
Seungkwan ikut mengangguk. "Sejak pagi aku lihat seperti ada sesuatu yang mengganjal dari ekspresi wajahmu."
Pria itu menghembuskan nafasnya berat, dia menunduk sambil mengaduk makanannya. "Ya, ada masalah di rumah. Tadi pagi aku membentak anakku."
Kejadian tadi pagi bukanlah yang pertama kali Seokmin membentak Chan. Semenjak istrinya meninggal, Seokmin memang acap kali melampiaskan amarahnya pada sang putra. Selama ini dia merasa biasa, tapi saat tadi pagi Jisoo mendebatnya dan saat gadis itu menenangkan Chan, hati Seokmin tergerak. Dia merasa bersalah pada anaknya itu, apalagi saat mendengar apa yang anaknya inginkan sebenarnya.
"Hei kak, kau melamun?" Seungkwan melambaikan tangannya didepan wajah Seokmin.
Pria itu lantas mengerjap kemudian tersenyum tipis. Dia menunduk saat merasakan sebuah perasaan bersalah.
Seungkwan mengerti bagaimana perasaan pria itu pasti Seokmin sedang merasa bersalah sekarang.
"Kak Seokmin, aku tahu bahwa mengurus anak itu bukanlah hal yang mudah. Apalagi statusmu sekarang sebagai single parent. Ya, memang kadang saat kau lelah pasti kau akan hilang kendali bahkan melampiaskan amarahmu pada anakmu. Tapi kak, masih ada kata maaf. Kau mungkin sudah membentak anakmu entah karena kesalahannya atau-"
"Aku membentaknya saat dia ingin bersamaku." potong Seokmin.
"Itu sifat naluriah anak-anak, Kak. Mereka pasti ingin selalu bersama orang tuanya. Mungkin mereka mengerti jika orang tuanya bekerja, tapi sebagai seorang anak mereka juga ingin memiliki waktu bersama orang tuanya." ucap Seungkwan menatap pria dihadapannya yang sedang tertunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling For U
FanfictionKecelakaan beruntun yang terjadi di Jembatan menuju Bandar Udara Internasional Incheon merupakan sebuah tragedi yang memilukan bagi para korban. Selain merasakan sebuah sakit dan trauma, mereka juga harus merasakan kehilangan keluarga/teman/kekasih...