#29

25 11 1
                                    

Jangan lupa vote dan komen di setiap episodenya. Kontribusi dan dukungan anda sangat membantu saya dalam proses kreatif. Selamat membaca. ^^

*****

Setelah mendapatkan kabar dari Chandra bahwa kelompok mereka telah menaiki pesawat menuju Semarang, Ida dan lima anggota timnya tengeah menuju kediaman Raymond.

Satu wilayah elit yang tak mudah dimasuki, kini disenyapkan oleh kedatangan para metafisikawan. Mereka menidurkan para penjaga yang seorang manusia biasa. Lantas, bersiap menyergap Ari.

"Ini tempatnya." Cetus Ida setelah memastikan rumah besar yang dideskripsikan oleh Hanum.

Rumah dengan tiga lantai yang disangga oleh pilar-pilar megah itu dikepung gelap.

"Kita mulai darimana, Pak Ida?" tanya seorang pria dari kelompok Ida.

"Kata Hanum, mereka melakukan uji coba di lantai dasar. Rumah ini memiliki ruangan bawah tanah. Kita langsung ke sana."

"Mengerti, Pak."

Mereka lantas mengendap, melewati pagar yang dikunci dengan sedikit sihir. Terbukalah. Begitu juga pintu menuju ruang tengah.

Sampai di dalam, tak terasa ada kehidupan. Lampu-lampu dibiarkan padam. Lantas, tergeserlah lantai, pintu-pintu, dan dinding membentuk sebuah ruangan lain.

Ida dan kelompoknya dibuat terkejut. Segenggam abu dalam kantung ditiupkan pada udara kosong oleh Ida. Terbentuklah simbol-simbol di dinding berupa persegi dengan garis yang memotong bagian tengah, yang Ida kenal sebagai....

"Mantra Nyanyu. Tidak dapat dihilangkan begitu saja. Kita harus mengikuti permainan dari mantra ini. Pintu yang tepat adalah kuncinya, kalau salah pintu atau tidak memutuskan pintu mana pun, ruangan ini akan membentuk labirin lain dan permainan dimulai dari awal lagi. Sampai pintu yang tepat ditemukan, kita akan terjebak di sini dengan ruangan yang terus berubah-ubah."

"Sial. Kita dijebak, mereka pasti sudah tahu kalau kita akan datang."

*****

Bandara Jenderal Ahmad Yani masih saja ramai ketika petang hendak berganti subuh. Orang-orang berlalu lalang membawa tas, menanti, datang, dan pergi.

Chandra yang baru saja keluar dari bandara, segera meraih ponselnya dan menghubungi Ida. Namun, panggilan tak terjawab. Tak satupun kabar diterimanya.

"Pak Ida tidak dapat dihubungi." Ujar Chandra.

"Masa? Biar aku coba." Martha menggenggam ponselnnya. Benar saja, tak ada jawaban.

"Apa yang terjadi? Apa mereka mengalami kesulitan di sana?" Helena berpendapat.

Chandra mengangkat wajahnya. Tentu saja, menuntaskan masalah ini akan penuh dengan rintangan. Ia teringat bahwa Raymond tak hanya berkomplot dengan Ari yang jenius, tetapi juga dengan Suzy.

"Pasti mereka sudah tahu kalau kita mulai mengawasi." Cetus Chandra, "Sekarang yang terpenting, kita fokus pada misi kita. Apa yang terjadi dengan Pak Ida, kita percayakan pada timnya."

*****

Semilir udara dingin dataran Dieng terasa menusuk kulit. Cukup membuat pori-pori meremang. Mengembunkan nafas. Menggetarkan tulang-belulang. Sejuk pun tak kalah ingin beradu menghibur paru-paru yang sesak akan polutan kota. Lantas, Dieng memang tempat yang unggul untuk mendinginkan kepala.

Winter masih berdiri di balkon vila milik Raymond. Seorang diri. Mereka sudah sampai sedari tadi. Dan kala dini hari, mata Winter masih enggan terlelap. Kesadarannya masih ingin memberontak untuk menikmati pekatnya malam. Bukankah selalu begitu? Malam adalah waktu yang tepat bagi raga yang tertekan untuk melampiaskan pikiran.

MetafisikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang