#4

49 19 0
                                    

Jangan lupa vote dan komennya ^^

*****

Lampu-lampu di kantor kepolisian mulai dinyalakan ketika adzan maghrib berkumandang. Cahaya lepas menerobos masuk celah ventilasi, menambah penerangan di ruang kepala satuan kepolisian yang hanya diwarnai cahaya lilin-lilin.

Ida Respati meletakkan paku-paku yang terbungkus kantung plastik dengan rapat di hadapannya. Ia duduk bersila memandangi air yang berwadahkan periuk kuningan. Ditaburi bunga-bunga, Ida mulai membakar dupa. Membunyikan lonceng dan membaca doa-doa.

"Jagad ane nyingakin becik lan kaon. Tiang mapinunasan kasujatian ane mangkeb ring sajeroning peteng, sira sujatine sane salem ngernger lan dursila ngae sungkan."

Sekali lagi, Ida menggetarkan loncengnya.

Sampai dupa habis dan rasa penasaran belum terkikis. Meski mata terpejam dengan gelap mengepung tubuh. Seolah dinding besar menghalangi gelombang yang ingin menerobos ruang rahasia berisikan jawaban dari pertanyaan yang membuncah di kepala Ida.

Usai membereskan perlengkapannya, Ida duduk di hadapan Komandan Dirga dengan pasrah.

"Apa bapak sudah menemukan titik terang?" Tanya Komandan Dirga.

Ida menggeleng. "Sampai saat ini belum, Komandan. Mantra saya tidak cukup kuat, seolah mata semesta ditutup oleh orang-orang yang ingin menyakiti Pak Ruslan."

"Tapi Pak Ida yakin kalau ini ilmu santet?"

Ida membeku. Ia meragu. "Mungkin. Saya tidak yakin karena, air dalam bejana tidak berubah warna. Jika santet pun akan sangat mudah ditemukan siapa pengirimnya dan setiap ilmu guna-guna akan mudah diditeksi. Dan saya berusaha berjalan di alam bawah sadar Pak Ruslan, tetapi saya tidak menemukan beliau. Seumur hidup saya, saya belum pernah menemukan kejadian metafisika serupa ini."

Ia tak ingin menutupi. Meski kepercayaan Komandan Dirga kepada metafisikawan, mungkin akan goyah.

"Berita di luar sana tentang Pak Ruslan sudah tersebar. Jika orang ini berhasil ditangkap sekalipun, masyarakat mulai mempertanyakan fungsi disahkannya Komunitas Metafisikawan. Mereka akan meragukan keamanan mereka sendiri karena mereka berpikir bahwa mereka dapat diserang oleh benda tak kasat mata. Jika terjadi kerusuhan, mau tidak mau kami harus melarang kembali praktik paranormal dan komunitas bapak seperti dulu."

"Komandan, saya pernah meyakinkan bahwa ilmu kami seperti ilmu yang lain, dapat digunakan untuk kebaikan dan keburukan. Para kimiawan juga bisa membuat bom jika ingin menyakiti atau membuat obat jika ingin meredakan penyakit.

"Saya akan tetap berusaha. Orang ini akan diadili, dan saya harap kontribusi kami, para metafisikawan, dapat menghapus stigma itu, Komandan. Saya akan meminta bantuan orang-orang dari Klan Boraspati, mereka bisa membaca masa lalu dari benda yang mereka sentuh."

Komandan Dirga menyandarkan punggungnya. Ia sama sekali tak meragukan kemampuan metafisikawan. Ia bukan orang yang mudah menggeneralisasi satu kelompok hanya dari satu kesalahan individu. Hanya saja, Ia tidak menyangka bahwa dirinya akan kembali berurusan dengan hal ghaib setelah sekian lama tak menyentuh kasus seperti ini.

Ingatannya kembali ia seret 13 tahun silam.

Saat itu Komandan Dirga bukanlah orang yang percaya pada klenik. Ia hanya mempercayai apa yang ia lihat.

Semesta meruntuhkan keraguannya. Meletakannya pada kasus pembunuhan berantai dengan pembunuh yang sulit sekali dicari. Pembunuh yang telah menghabisi tujuh nyawa manusia dengan rapi tanpa meninggalkan bukti.

Dalam kepayahan, salah seorang rekan kerjanya menyarankan untuk menggunakan jasa paranormal. Sempat ia tak percaya namun Ida Respati menawarkan diri, dengan jaminan keselamatan.

Dengan mantra-mantra dan prosesi yang dilakukan Ida, dalam waktu tiga hari, mereka berhasil dipertemukan sosok pembunuh yang juga merupakan metafisikawan. Pembunuh tak waras yang menggunakan keahlihannya membaca masa depan sehingga ia dapat merapikan sisa perbuatannya tanpa meninggalkan jejak.

Pembunuh itu mengaku, sengaja membuat onar untuk menarik perhatian para metafisikawan yang lama bersembunyi karena tak ingin dibenci.

Pada pertemuan itu, di sebuah ruas jalan tol, baku tembak sempat terjadi. Kecelakaan tak dapat dihindari. Pembunuh yang berhasil membaca masa depan dapat menghalau segala macam serangan.

Hingga Ida turun tangan. Ia yang berasal dari Klan Janma Sumpena dapat merasuki alam bawah sadar si pembunuh dan melarutkannya dalam mimpi sampai tak sadarkan diri.

Pembunuh itu berhasil dipenjarakan dan diadili. Jiwanya disesatkan dalam limbo yang diciptakan oleh Ida dalam mimpi. Lantas raganya yang terlelap dipenjara di suatu pulau kecil antah berantah yang dikepung oleh samudera.

Kesuksesan itu membangun kepercayaan masyarakat kepada metafisikawan. Dan meski komunitas metafisikawan bukanlah himpunan yang diakui, tetapi mereka diperbolehkan mengadakan pertemuan meski diskriminasi masih sering terjadi.

Pengalaman itu juga meyakinkan Komandan Dirga untuk mempercayai kemampuan metafisikawan yang sangat berguna. Menyusuri ingatan itu membuatnya kembali memupuk keteguhannya kepada metafisikawan. Kepada Ida.

"Baik, saya mohon bantuan, Pak Ida. Saya yakin dengan kemampuan Bapak. Saya akan membuat daftar orang-orang yang patut dicurigai terkait dengan masalah ini."

"Terimakasih, Pak."

Ida memungut paku yang dimuntahkan oleh Ruslan. Lantas menyimpannya untuk segera ia selidiki secepat mungkin.

Ia meraih gawainya dan mencari nama yang ia anggap dapat membantunya.

"Pak Raymond, kami ingin mengadakan pertemuan esok hari."

*****

MetafisikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang