#13

38 14 0
                                    

Jangan lupa vote dan komennya ^^

*****

Internet serupa vektor virus berita yang paling mangkus untuk menyebar informasi. Televisi nasional pun menyusul untuk meramaikan kasak-kusuk beberapa tokoh yang terkena santet. Menarik antusias warga tentang hal-hal ghaib yang akhir-akhir ini terjadi.

Baru dua puluh menit yang lalu Winter mengeksekusi para napi dan mantan napi. Dan sekarang ia melihat berita tentang mereka bertaburan.

Di ruang BEM fakultas, mereka yang menyaksikan berita itu nampak riuh berpendapat. Beberapa khawatir, beberapa mendukung. Dalam diam namun mengamati, Winter mulai memikirkan siasat.

Idenya mendongkrak kakinya berdiri dan mengalirkan rencana yang ia pikirkan.

"Kita akan orasi di tempat ramai di kampus." Cetusnya.

"Kenapa mendadak?" salah seorang koleganya bertanya.

"Ini kesempatan kita mengambil simpati publik perlahan-lahan. Mulai dari media sosial, kita serukan keberpihakan kita pada kasus ini. Teluh yang dikirim oleh tersangka ini menyerang para mantan napi, termasuk calon walikota yang pernah tersandung kasus suap pembangunan supermarket. Ini menjadi masuk akal jika tersangka berusaha menghapus kejahatan. Dan lagi ini juga akan membantu membersihkan nama metafisikawan. Kita akan menunjukkan bentuk dukungan terhadap masyarakat biasa dan metafisikawan. Mengarahkan logika berpikir mereka untuk selaras dengan apa yang kita pikirkan."

Ide yang cemerlang menurut Tim Winter. Segera mereka mengerahkan pikiran dan tenaga. Dimulai dengan menjarah media sosial. Berorasi di publik kemudian.

Segala peran ini membuat Winter mulai menikmatinya. Selama bayangan Chandra sedang tak mengganggu dirinya.

*****

Satu waktu, Winter pernah merasakan titik balik dalam hidupnya. Pikirnya, belum terlambat untuk mulai menyusun mentalnya. Mulai dari memberontak Karmila. Dan merasakan hubungan yang lebih serius dengan seseorang.

Sepulang dari sekolah. Winter melihat Karmila sangat antusias dengan kedatangannya. Memasang wajah paling riang yang pernah ia temui.

"Winter, kita akan pindah ke Jakarta. Kondisi keuangan kita sudah mencukupi untuk pindah. Mama juga sudah menemukan SMA yang bagus di sana." Cetus Karmila.

"Apa? Tapi, kenapa Ma?"

"Tentu saja itu akan memudahkan karirmu. Kamu tidak hanya akan casting untuk iklan atau pemeran pembantu. Setidaknya kesempatan jadi pemeran utama bahkan di film layar lebar akan terbuka untuk kamu."

"Apa salahnya kalau Winter bolak-balik?"

"Itu tidak efektif, sayang." Karmila menyentuh pipi Winter dengan lembut, "Buang-buang uang juga buat pesawat. Di sekolah baru kamu juga akan lebih bahagia. Sekolah ini lebih bagus buat karirmu ke depan."

"Sejak kapan mama peduli dengan kebahagiaanku?" Winter berhambur begitu saja tanpa menggubris panggilan Karmila.

Suasana hati Winter tidak sedang membaik. Ia butuh asupan penenang. Bertemu dengan Chandra adalah penenang yang paling mujarab baginya. Namun, kesibukan Chandra di OSIS membuat waktu istirahatnya tersita. Di Menara pun hanya ada dirinya seorang diri. Ceritanya tertahan diujung lidah. Apa reaksi Chandra jika tahu bahwa ia akan pindah?

Dari jendela menara yang mengarah ke luar, ia melihat Chandra sedang menikmati obrolannya dengan teman-temannya di OSIS. Bahkan mereka cepat berbaur.

Winter senang ketika melihat Chandra tenang. Tetapi keserakahannya justru memupuk egonya. Rasa sesal terkadang mengintip untuk diperhatikan. Rasa sesal karena tak memiliki waktu Chandra yang saat ini tenggelam dalam kesibukan yang menyita pertemuannya.

MetafisikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang