#6

60 19 4
                                    

Jangan lupa vote dan komennya ^^

*****

Perundungan yang dialami Chandra karena kemampuan metafisikanya terjadi berganti-ganti setiap ia naik tingkat sekolah.

Di SD, teman-temannya merundungnya secara fisik, dijauhi dan dikucilkan. Di SMP, Chandra mulai terbiasa dengan kekerasan fisik dan verbal. Beranjak di SMA, perundungan teman-temannya berupa upaya pemanfaatan kecerdasan Chandra. Memalsukan wajah-wajah mereka dengan menyenangkan di hadapan Chandra, akan tetapi bergunjing ketika ia tak hadir di tengah mereka.

Di SMA, Chandra terbilang aktif berpendapat. Ia mampu menghidupkan kelas ketika pelajaran atau sewaktu di organisasi. Guru-guru di sekolah tertarik kepadanya. Pada kecerdasan Chandra yang menonjol di antara siswa lainnya. Inilah alasan teman-temannya lebih merapat kepadanya. Tak lain agar tugas-tugasnya selesai. Atau agar Chandra berkenan membantu mereka. Setelah menggunakan jasa Chandra, mereka enyah dan bersiap kembali ketika membutuhkan bantuan lagi.

Chandra mengetahui kepalsuan yang dimainkan teman-teman di sekolahnya. Tetapi, ia lebih memilih untuk memendamnya. Mengingat ia tak layak untuk protes saat itu.

Hingga suatu ketidaksengajaan, ia berpapasan dengan Winter yang berbeda kelas dengannya ketika kelas sepuluh.

Teman-teman Chandra menyapanya di pagi yang tak begitu sejuk. Di lorong sekolah, mereka meminta catatan sejarah milik Chandra.

"Akan kami kembalikan secepatnya. Makasih, Chan!"

"Iya."

Teman-teman Chandra enyah begitu saja. Tanpa sadar mereka menjatuhkan beberapa lembar kertas milik Chandra yang terselip di buku catatannya.

Kertas-kertas itu berisi lukisan-lukisan sketsa yang digambar oleh Chandra.

Tanpa mengeluh, Chandra segera mengoleksi kembali kertas-kertasnya.

Sekelompok anak laki-laki, berjalan dari arah berlawanan sembari tertawa melewati Chandra begitu saja. Termasuk Winter yang hanya melangkahi kerta-kertas milik Chandra yang berserak. Bahkan hanya melirik Chandra yang tengah berjongkok memungut kertas-kertasnya.

Siang di kantin sekolah, seluruh meja tampak penuh. Chandra mengedarkan pandangan mencari tempat duduk yang lenggang. Bahkan teman-teman Chandra yang telah meminjam buku catatan sejarah tak mengajaknya untuk duduk di meja yang sama. Begitu juga teman-teman sekelasnya yang lain.

Lantas hanya duduk di tempat paling ujung dari barisan yang sama dengan kelompok Winter.

Setelah beberap sendok ia makan, sekelompok siswi meminta izin untuk duduk di tempat Chandra. Chandra mengiakan. Namun ia tetap sendiri tanpa seorangpun mengindahkan.

Chandra hanya mendengar pembicaraan mereka yang sedang berbisik lirih. Tentang Winter yang memesona. Remaja hasil kawin campur Indonesia-Inggris yang berada di sekolah mereka.

Banyak hal yang membuat mereka membicarakan Winter yang tampak teduh dengan senyuman ramahnya. Rambut cokleat yang berkilauan. Mata biru yang berbinar serupa zamrud. Dan tinggi badan semampai dengan badan atletis. Mereka merasa beruntung dapat duduk satu baris dengan Winter yang berjarak beberapa meter. Mereka dapat mengamati keindahan hanya beberapa langkah dari mereka.

Pagi selanjutnya, Chandra berjalan menyusuri koridor. Lantas melewati depan ruang kelas Winter dengan segerombolan anak sedang membicarakan Winter.

"Sial, si Winter bilang dia belum mengerjakan tugas matematika. Tapi waktu paginya dia mengumpulkan lebih dulu." Kata salah seorang di antara mereka.

"Benar. Aku juga waktu mau lihat tugas fisikanya tidak dikasih. Pelit sekali anak itu. Apa susahnya sih membantu teman. Kita kan sudah mau berteman dengan dia." Ujar yang lain.

MetafisikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang