#8

36 17 2
                                    

Jangan lupa vote dan komennya ^^

*****

Lukisan-lukisan dari berbagai masa tergantung berderet di dinding aula. Seluruhnya dijaga dengan dibatasi oleh tali yang menjuntai memanjang. Memperingatkan pengunjung untuk berdiri pada batas yang ditentukan dan menikmati lukisan dari kejauhan.

Sembari berkeliling, Martha menjelaskan sejarah lukisan-lukisan yang dipamerkan kepada Chandra, Hanum, Helena, beserta lima orang pengunjung lain yang masuk kelompok mereka.

Tanpa sengaja, Hanum menjatuhkan brosurnya. Seorang pria memungutnya dan mengembalikannya kepada Hanum. Ia mengenali pria itu adalah Ari, dosen Departemen Fisika yang sering berlalu-lalang di fakultas. Meski tidak pernah mengajar di kimia, Hanum familiar dengan rupanya.

"Pak." Hanum menyapa.

"Malam. Kamu dari Departemen Kimia ya?"

"Benar, Pak."

"Jarang-jarang orang eksak datang ke sini. Selain saya tentunya."

Hanum terkekeh.

"OK, nikmati pamerannya." Ari bergeser pergi.

Martha berhenti dan menunjuk sebuah lukisan klasik yang memotret keindahan sebuah candi di puncak sebuah bukit dengan gradasi warna jingga. Rerumputan hijau di lukisan itu tampak menggoda untuk merebah dan menatap langit dunia.

"Ini salah satu masterpiece dari Max Fleicher, seorang pelukis dan juga bryologist asal Jerman yang ditugaskan untuk melakukan penelitian di Indonesia. Lukisan ini berjudul Painting of Candi Bima in Dieng Plateau, tahun 1912."

Helena memandangi lukisan itu dan merasa sangat tertarik dengan keindahan yang terkunci di sana.

"Boleh aku pegang?" tanya Helena.

"Ko tak membaca aturan di depan, Len?" tukas Martha.

"Eh, aku ini bisa membaca masa lalu dari benda yang aku sentuh. Aku bisa memastikan lukisan ini asli atau tidak, dan sejarah lengkapnya yang paling orisinil."

"Kalau ko ingin tahu lukisan ini, baca saja rangkuman sejarahnya di perpustakaan. Nanti sa kasih tunjuk judul bukunya. Dan karya di sini, semua asli. Kami mengundang promotor-promotor terpercaya untuk kerjasama."

"OK-lah." Helena mengiakan.

Martha kembali menggiring rombongan. Tetapi, bukan Helena Markos jika menyerah pada rasa penasarannya.

Sedangkan yang lain berkeliling, Helena melangkahi tali pembatas dan menyentuh lukisan Candi Bima. Seketika dirinya ditarik masa lalu dari lukisan itu. Tentang sebuah garis yang dibentangkan pada kanvas. Sebuah titik dan warna-warna. Tangan putih-lembut yang memoles rahasia.

"Helena!" Martha bersungut-sungut. "Sudah sa peringatkan, jangan ko sentuh."

Tangan Martha menggamit lengan Helena menjauhi lukisan.

Helena masih terbenam dalam lamunan dan kebingungan.

"Sa menyesal ajak ko lihat-lihat di sini."

"Martha, tenang dulu, Helena pasti memiliki alasan."

"Ah, ko bela calon wakilmu saja e, Chandra. Sudah, ko orang sebaiknya keluar dari gedung ini karena sudah melanggar aturan."

"Martha, sebentar."

"Keluar atau sa panggil keamanan."

"Baik, kita keluar."

Chandra dan Hanum segera menyeret langkah sembari menarik lengan Helena yang masih limbung.

Di mobil, Helena masih termenung di kursi belakang.

MetafisikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang