#14

33 13 5
                                    

Jangan lupa vote dan komennya ^^

*****

Beberapa anggota polisi sedang menyelidiki kematian mendadak yang terjadi pada salah seorang mantan terpidana kasus pencucian uang. Kematian yang cukup sadis membuat kesenyapan di rumah sakit riuh oleh bisik-bisik ketakutan pengunjung maupun pasien yang lain. Setelah autopsi yang cukup lama, beberapa buah paku dapat dikeluarkan dari tubuh korban.

Ida memandang korban dengan miris di luar ruang operasi berdinding biru yang mendingin. Sedingin pembunuh yang tega melenyapkan musuhnya dengan cara menyiksa perlahan-lahan seperti santet.

"Pak Ida," Komandan Dirga memanggil dari balik punggung Ida. "Jadi apa yang bisa kita lakukan selanjutnya. Meski korban-korban adalah narapidana dan mantan narapidana, tetapi kematian itu sesuatu yang harus diadili sesuai aturan negara, Pak." Komandan Dirga melirik tubuh korban yang tak ada lagi nyawa bersemayam di sana. "Orang ini ingin kita melihat hukuman yang sedang mereka lakukan. Ini seperti sebuah peringatan. Mereka ingin melawan dengan cara terkeji. Kekhawatiran ini akan berdampak pada komunitas anda, Pak."

Mau tak mau, Ida menyepakati pendapat Komandan Dirga. Komunitas metafisikawan kini berada pada tubir jurang yang membahayakan keberadaan mereka. Kondisinya yang terdesak mengharuskan ia untuk melompat terlebih dahulu. Memotong sumbu pikirnya yang panjang menjadi lebih pendek untuk dinyalakan. Ide yang paling pendek. Cara yang paling cepat.

"Saya telah memikirkan sebuah cara, Pak. Saya akan menemui Menteng."

*****

Sinar lantam dari surya semakin cerah kala Winter sudah memegang pengeras suara sembari menggiring opini publik tentang kasus santet yang terjadi. Beberapa orang memperhatikan. Sebagian berlalu lalang tak mengindahkan.

Secara tak sengaja, Hanum dan Helena terhenti dan ikut mendengarkan dari kejauhan. Mereka menyimpulkan, lawan mereka sedang berambisi serius kala Chandra tak berada di tempat.

Siang tadi, Hanum menerima telfon dari Chandra yang terburu-buru mencari penerbangan tercepat menuju Surabaya. Dari napasnya yang terengah-engah tanpa jeda, Hanum merasa Chandra sedang terdesak. Cerita tentang Mahendra yang celaka karena santet, membuat Hanum bergidik. Ia pun berjanji untuk tidak memublikasikan cerita itu kepada siapapun kecuali Helena. Tak ada satu orang pun yang dapat menyembunyikan kebohongan dari Helena.

"Sayang sekali Chandra tidak ada di sini." Helena bertolak pinggang, menyesalkan.

"Tapi kalau kita bergerak seperti Winter, ini tidak menguntungkan bagi kita, Len."

"Kenapa begitu?"

"Kalian sama-sama metafisikawan, jadi akan terkesan kalian membela komunitas kita."

"Ah, sial. Kenapa ya Chandra memilihku?"

Hanum tersenyum simpul, "Helena, kamu lebih layak dari siapapun. Chandra melihatmu bukan karena kamu metafisikawan. Kamu jujur dan idealis. Kamu juga cerdas dan baik. Itu yang terpenting."

"Tetapi percuma, orang juga melihat aku sebagai metafisikawan."

"Kamu memang metafisikawan. Tapi masih banyak orang yang percaya kalau kamu selayaknya manusia." Hanum menguatkan.

Sederet pikirannya tentang Helena kembali ia ingat. Tentang bagaimana Helena memperkenalkan diri kepadanya pertama kali di BEM pada divisi yang sama. Atau kepada orang-orang lain yang baru dikenal Helena.

Helena selalu menjelaskan tentang dirinya sebagai Klan Boraspati sebelum memberikan jabatan tangan hangat. Ia lakukan untuk menjaga privasi lawannya. Ia tak ingin melihat masa lalu orang secara tiba-tiba, karena tidak semua orang merasa nyaman jika masa lalunya diulik. Jika pun terjadi karena ketidaksengajaan, kebanyakan juga waktu bersama teman-teman dekatnya saja. Frekuensi mereka bertemu dan sifat yang cocok membuat mereka saling dekat dengan sendirinya. Dan memilin sebuah persahabatan.

"Kalian mendengarkan pidato Winter yang terlihat bagus, kan?" Tiba-tiba Suzy menghampiri mereka usai membagikan beberapa brosur kampanye yang mereka buat. "Apa kalian sudah mengecek quick count di ponsel kalian? Chandra kehilangan banyak suara." Desis Suzy.

"Iya, kami sudah lihat, kita selisih tujuh persen di bawah." Hanum melipat tangannya dan menaikkan wajahnya, "Tapi dengar Suzy, kita masih punya senjata di akhir untuk mendongkrak angka kami."

"Kamu hanya menggertak, Hanum. Apa yang sudah kalian keluarkan? Terlibat eksorsisme? Membantu mengungkap pencurian lukisan yang dilakukan kakak-kakak Chandra? Atau mengungkap kasus santet?" Suzy menyeringai. "Orang-orang saat ini sudah melihat tukang santet sebagai pahlawan dan sudah enggan untuk mengungkap identitas pelaku. Perlahan-lahan."

"Suzy, kenapa kau sejahat itu hanya karena kompetisi." Helena menyela.

"Aku suka melihat kalian hancur. Aku suka melihat Chandra hancur."

"Apa salah Chandra?"

"Len, sudahlah. Kita tidak berdebat dengan sampah. Entah apa yang membuatnya membenci Chandra, setahuku, dia hanya insecure dengan posisinya yang tak pernah lebih bersinar daripada Chandra." Hanum menarik lengan Helena. "Ayo kita masuk kelas."

Semburat wajah Suzy terlihat jemawa mendengar kata-kata Hanum. "Kamu tidak tahu saja, Num, Chandra telah mengotori Winter."

Hanum menahan langkahnya. "Apa maksudmu?"

"Chandra menghancurkanku dan telah mengotori hati Winter. Kalau kamu tahu betapa busuknya pacarmu, kamu tidak akan pernah mau berhubungan dengan dia."

"Jadi itu alasanmu?" Hanum mengangkat alis kanannya. " Chandra adalah orang terbaik yang pernah aku temui. Jika kamu melihatnya seperti itu, itu hanyalah alasanmu karena kamu tidak bisa seperti dia. Dan ya, aku percaya pacarku. Kita saling percaya. Dan aku selalu mendukungnya untuk meraih kebahagiaannya. Sekarang, kamu. Apa Winter mempercayaimu? Atau kamu hanya dijadikan pelampiasan saja?"

Suzy mematung tanpa jawaban. Keraguan yang sempat tertanam dan ia coba lupakan, seolah mulai berkecambah.

"Semoga keluarga Chandra baik-baik saja!" Seru Suzy kepada Hanum yang sudah melangkah lebih jauh.

Tetapi sesuatu mengganjal pada kalimat Suzy. Pikiran Hanum mulai bekerja.

"Cewek gila." Celetuk Helena.

"Sebentar, Len. Apa dia tahu kalau keluarga Chandra sedang tidak baik-baik saja? Selain kita, tidak ada yang tahu kalau ayah Chandra diteluh. Bahkan media pemberitaan pun juga senyap."

Helena berdecak. "Kau benar. Apa dia tahu sesuatu?"

Langkah Hanum kembali terhenti. Ia berbalik badan. Menyipitkan kelopak matanya untuk memperjelas pandangannya kepada Suzy dan Winter di ujung sana.

"Bukan, apa mereka tahu sesuatu?"

*****

MetafisikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang