Prolog

244 28 5
                                    

Jangan lupa vote dan komennya ^^

*****

"Kita akan membawa perubahan di masa yang akan datang!"

Begitulah Ruslan menutup pidatonya dengan berapi-api. Diiringi tepuk tangan dari segenap pendukungnya di panggung politik sebagai calon wali kota, ia pun turun dari podium.

"Baiklah, tadi adalah pidato singkat dari Pak Ruslan Gunandi," seorang wanita mengambil alih acara, "masih semangat?"

"Semangat!" Para audiens berseru keras di tengah siang yang terik.

Ruslan merasa bangga pada pendukung setianya. Pikirnya, pemilihan walikota tinggal menghitung minggu. Sampai saat itu, ia masih berada di posisi unggul.

Ponsel Ruslan berdering. Segera ia menatap layar gawainya. Nomor tanpa nama, pemanggil tanpa angka. Ia menduga salah seorang tim suksesnya menelfon. Tanpa pikir Panjang, Ruslan mengangkatnya.

"Halo."

Jawaban tak terdengar. Sunyi, tak bersuara.

"Halo!" Panggil Ruslan sekali lagi.

Bunyi dengung menggaung. Sinyal mungkin mengganggu.

Gendang telinga Ruslan seolah tercubit. Ia lantas mematikan ponselnya segera sembari membisikkan umpatan.

Ruslan mengambil kursi dan duduk.

Tiba-tiba, tenggorokan Ruslan berkedut. Ada sesuatu menendang tubuhnya hingga ia terdorong meski tak sampai jatuh.

Ia mengedarkan pandangan dan tak menemukan satu fisik yang memberi gaya dorong pada tubuhnya.

Kini dada Ruslan mulai sesak. Tenggorokannya ditusuk nyeri yang tak lazim. Seolah ia merasakan ada duri yang merongrong pita suaranya.

Ruslan berusaha mengeluarkannya dengan batuk kecil. Batuk kecil itu membesar, berfrekuensi sering tanpa kendali.

"Bapak kenapa?" ujar salah seorang tim sukses Ruslan.

"Ambilkan air minum!" sahut yang lain.

Ruslan menegak segelas air. Namun batuknya tak berhenti sampai ia menumpahkan darah dari mulutnya.

Semua orang panik. Mata mereka terbelalak ketika tubuh Ruslan mengejang sambil terbatuk dengan memuntahkan darah.

"Cepat panggil medis!"

Seluruh penonton hanya terpaku menonton.

Pada ujung batuknya yang paling keras, Ruslan memuntahkan sebuah benda logam yang dikenali sebagai....paku.

Setiap rahang dari yang hadir pada acara itu, dibuat menganga hingga melupa cara tertutup. Mata mereka terbelalak oleh kejutan yang menendang perut mereka.

"Santet!" seru salah seorang peserta yang hadir.

"Bapak kena santet!"

Begitu yang didengar Ruslan lamat-lamat ketika suara riuh itu mulai menghilang. Dan kelopak matanya yang berat, menutup cahaya masuk hingga gelap.

*****

MetafisikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang