#24

35 13 5
                                    

Jangan lupa vote dan komennya ^^

*****

Ari menatap lukisan Candi Bima yang begitu megah. Matanya berbinar, mendambakan kesejukan yang ditularkan dari citra lukisan itu. Suatu ketika, ia akan berdiri di sana merasakan sendiri aroma rerumputan yang membentang di sekitarnya.

"Padahal, kalau lukisan ini dilelang, anda bisa membelinya, lho, Pak. Tidak perlu mencuri." Tutur Ari pada seseorang di balik pintu, di sudut ruangan. Raymond.

"Sayangnya tidak dijual, Pak." Jawab Raymond yang masih berdiri di bawah bayangan anak tangga.

"Baiklah, selebihnya, saya dan mahasiswa saya akan mengecek. Bapak bisa terima jadi."

"Ngomong-ngomong, anda percaya sekali kepada dua mahasiswa anda itu, ya, Pak?" Raymond berbisik sembari menunjuk Winter dan Suzy yang masih berkemelut dengan mesin rancangan mereka.

"Tentu saja, Pak. Saya menemukan mereka dalam keadaan limbung. Makanya sangat mudah untuk mengarahkan mereka membantu misi kita. Mereka berdua berotak cerdas. Terutama Winter, dia yang paling cemerlang di kampus. Juga dari siratan matanya, terlihat jelas bahwa ia lelah dengan kepalsuan dunia."

"Apapun itu, yang penting proyek kita tak terhambat. Saya khawatir saja karena mereka terlalu cerdas, jadi mereka akan berbelok."

"Bapak tidak perlu cemas. Bapak sudah lihat sendiri kan bagaimana mereka menyusun dan melakukan uji coba pada mesin kita. Tinggal menunggu waktu sampai media memberitakan berapa banyak orang yang sudah menerima paket-paket kita." Ari menghela napas sembari tersenyum simpul, "Winter bisa kita andalkan juga kan nanti sewaktu ekspedisi. Kasihan, anak itu, dia tidak memiliki sandaran di hidupnya. Bahkan keluarga juga tidak lagi ia percayai."

"Baiklah, kalau Pak Ari sudah menyeleksi dengan baik." Raymond berkacak pinggang, "Oh iya, rumah ini sudah jarang dikunjungi, Pak. Jadi, bebas anda gunakan untuk merencanakan ekspedisi kita. Pak Ari tidak perlu lagi pakai gedung kampus. Itu terlalu berisiko."

"Siap, Pak. Segera saya akan mengatur ekspedisi kita."

"Saya akan mengantar anak dan istri saya ke Bandung terlebih dahulu supaya dapat lepas pengawasan. Setelah itu, kita lanjutkan misi kita."

"Baik, Pak."

*****

Di masa lalu, Ari merupakan siswa unggul di kelasnya. Tetapi menjadi siswa teladan tak serta merta ia menjadi sosok yang disegani. Ia kecil dan lemah. Kerap kali menjadi sasaran empuk perundungan.

Berbagai masalah yang ia hadapi ia telan sendiri. Sampai ia bertekad untuk menjadi sosok yang sukses di masa depan. Mulailah, Ari mempelajari sains yang menurutnya wahana yang tepat untuk mendapat bingkai tercerah dari segala sudut pandang.

Tenggelam ke dalam dunia sains fisika membuatnya semakin terobsesi pada ilmu pengetahuan. Ia menjadi semakin menggila dengan segala macam bentuk teori kuantum. Menyelaminya sampai ke dasar.

Banyak karyanya yang diterbitkan dan membawanya sampai di puncak. Berharap ketika ia di titik tertinggi, ia dapat disegani. Tetapi, tidak. Justru di titik tertinggi, ia harus berhadapan dengan tiupan angin yang menggoyahkan. Perundungnya justru berada di titik di mana mereka tak bisa digapai. Pemangku kebijakan. Mereka mengendalikan keuangan riset yang seharusnya dapat menyinari namanya lebih cemerlang lagi.

Suatu ketika, seseorang datang kepadanya. Seseorang yang benar-benar menghargai kinerjanya. Raymond. Pria itu membawa sebuah batu asing seberat dua gram yang tak pernah ia tahu dalam sistem periodik.

Raymond memintanya untuk meneliti batu itu. Mendanai segala macam hal yang dibutuhkan oleh Ari untuk melakukan riset. Awalnya, Ari sempat menolak, tetapi keunikan batu itu justru menyeretnya pada rubrik tak beraturan yang coba ia susun bersesuaian.

Sempat tak percaya, Ari menemukan kekuatan yang dasyat pada batu itu. Ia mempelajari seluk-beluk serta sejarah batu itu berasal. Sebuah energi yang dapat memancarkan panas terkuat diradiasikan oleh batu itu. Menembakkan suatu sinar yang dapat mengonversi materi menjadi partikel kecil yang dapat dipindahkan melalui gelombang. Tinggallah Ari memindahkan gelombang itu dengan cara-cara unik. Hanya saja, batu itu membutuhkan bahan bakar untuk diaktifkan. Setetes darah manusia memperkuat kemampuannya tak terkendali.

Pernah sinar biru yang ganas dari batu sekecil kelereng itu, menjilat tangannya sampai melepuh. Ari mulai mengulik batu itu. Membuat sebuah konsep mesin sebagai pengendali kekuatan batu itu. Hingga ia berhasil membuat rancangan alat destilasi materi dengan energi yang berasal dari batu betuah yang sekecil itu.

Raymond menawarkan tawaran yang lebih membuatnya menganga. Batu itu hanyalah sebagian kecil. Terdapat hal yang lebih besar tersimpan di kedalaman Bumi yang tak banyak orang tahu. Dengan bagian terbesar yang lebih kuat, maka Ari menyetujui untuk proyek pencarian induk dari batu itu. Pelan-pelan mereka mencari kebenaran dan keberadaan induk dari batu itu. Yaitu sebuah pusaka kuno yang banyak dicari di masa lalu. Induk dari benda itu pastilah lebih kuat. Berenergi panas, sepanas matahari. Tenaga yang mereka cari untuk mengembangkan mesin yang lebih mutakhir. Mereka yakin akan hal itu.

Tak dapat bekerja sendiri, Ari pun mencari orang-orang yang sevisi dan berpotensi.

Kala awal semester genap ia mengajar kelas fisika, ia mulai menyeleksi. Memperhatikan seluruh mahasiswanya. Keaktifannya. Kecerdasan mereka. Ia menjelaskan tentang teori gelombang dan atom. Tentang perpindahan masa dan benda. Tentang sinyal yang dapat digunakan untuk teknologi yang berguna. Winter tampak begitu tertarik dan masuk dalam kriterianya.

Selain cerdas, Winter juga tampak limbung. Jiwa kosong yang putus asa sangat mudah dipengaruhi. Mengajak, Suzy yang memiliki pemikiran yang sama membuatnya berpikir untuk menyusupi pemikiran mereka dengan inovasi-inovasi bayangan Ari. Berhasilah ia menanamkan obsesi. Menarik Winter dan Suzy untuk menjadi pahlawan dari balik tangan. Mencari sebuah bahan yang tak seorang pun dapat melawan.

*****

MetafisikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang