a story written by idewsmile
.
.
.
“Saerom unnie?”
“Oh? Nakyung–ah?”
“Mianhae, karena aku menghubungi unnie malam-malam begini,” ujar Nakyung sedikit canggung.
“Gwaenchana, lagipula unnie sedang senggang. Ada apa Nakyung?” tanya Saerom lembut, “Oh atau kau sedang mencari Chaeyoung? Kau ingin bicara dengannya?” ujar Saerom menebak.
“Anniya,” potong Nakyung cepat. “Aku hanya ingin bertanya. Mmh apakah Chaeyoung ada di rumah? Seharian ini, beberapa teman menghubungiku. Mereka menanyakan dimana Chaeyoung berada. Apa dia baik-baik saja?”
“Chaeyoungie, dia sekarang berada di rumah. Jangan khawatir, dia sudah pulang barusaja.” jawab Saerom, “Hari ini memang dia sempat sulit di hubungi, tetapi dia baik-baik saja. Chaeyoung hanya pergi ke makam eomma dan Gaeun unnie. Mungkin dia mematikan ponselnya selama berada disana.” ucap Saerom menjelaskan.
“Ah begitu rupanya.... mm syukurlah, aku lega mendengarnya.”
“Jangan khawatir, Nakyung. Hal seperti ini biasa terjadi, kan? Tiap Chaeyoung merindukan eomma, dia pasti akan datang ke makam. Apalagi, hari ini hari peringatan kematian eomma dan Gaeun unnie.” Saerom menghentikan ucapannya sejenak, “Biasanya Chaeyoung selalu datang ke makam bersamamu,” ucapnya lirih. “Aku sedih mendengar jika kalian ternyata sudah putus,”
“Mianhae... unnie..”
“Jangan meminta maaf, meskipun kau dan Chaeyoung sudah tidak bersama-sama lagi, kau akan selalu menjadi bagian dari keluarga kami. Datanglah ke rumah seperti biasanya kalau kau ingin bertemu dengan unnie,” kata Saerom, “Tidak akan ada yang berubah, Nakyunga.”
Nakyung terdiam sejenak mendengar ucapan Lee Saerom.
“Kau ingin bicara dengan Chaeyoung?“ tanya Saerom memastikan.
“Anniyo unnie, tidak usah...” tolak Nakyung halus, “Mmm unnie... jangan bilang pada Chaeyoung kalau akau menghubungi unnie... Aku.. takut dia akan salah paham,”
“Arraseo, unnie tidak akan memberitahu Chaeyoung,“
“Gomawo unnie. K-kalau begitu... Aku tutup dulu teleponnya, unnie... selamat malam...”
“Nde... Selamat malam, Nakyung...”
PIP
Nakyung meletakkan ponselnya diatas meja seusai berbicara dengan Saerom melalui telepon. Ia menangkup wajahnya gusar, pikirannya kini berkecamuk antara rasa bersalah sekaligus rasa marah pada Chaeyoung. Nakyung menatap bingkai foto di meja belajarnya, ia meraih bingkai foto itu.
Foto dirinya dan Chaeyoung.
“Kenapa kau sangat bodoh, Lee Chaeyoung? Kenapa kau sangat menyebalkan? Kenapa kau membuatku khawatir seperti ini?” gumam Nakyung dalam hati.
.
.
.