Author: Idew Hwang
Instagram: idewsmile
.
.
.
“Aku sudah sampai di bandara Leonardo da Vinci,”
“Semuanya sudah kau bawa? Sudah memeriksa semua barang awaanmu?”
Jang Gyuri tersenyum mendengar suara Lee Saerom dari balik ponselnya, Gyuri memberi isyarat pada sopir untuk memasukkan barang bawaannya ke dalam mobil jemputan. Ia melirik pergerakan Jisun yang sibuk dengan beberapa lembar dokumen di tangannya, Gyuri kembali fokus pada Lee Saerom, meskipun hanya melalui panggilan telepon. “Aku sudah membawa semua barangku dan sudah memeriksanya beberapa menit lalu, tidak ada satupun yang tertinggal,” jawab Gyuri.
“Ah syukurlah, tidak ada yang tertinggal. Gyuri–ya, seharusnya kau tidak perlu repot menghubungiku melalui telepon ketika sampai disana, kau bisa menghubungiku ketika sampai di hotel tempatmu menginap, aku tidak mau merepotkanmu.”
Gyuri mulai memasuki mobil jemputan yang di sediakan Lee Enterprise, diikuti Jisun yang juga ikut masuk ke dalam mobil. “Kau tidak merepotkan aku, sayang. Aku membeli simcard baru ketika sampai di bandara agar aku bisa langsung menghubungimu. Aku merindukanmu,“
Saerom terkekeh pelan, “Kita baru berpisah beberapa jam, kau sudah merindukanku?” ia tertawa, “Mmmh aku juga merindukanmu, jadi selesaikan tugasmu dengan baik selama disana. Dan cepatlah pulang.”
“Arraseo, captain.” balas Gyuri, “Nanti aku akan menghubungimu lagi ketika aku sudah sampai di Hotel. Okey?” Gyuri tersenyum, “Aku juga mencintaimu– sampai nanti,”
Gyuri memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Sementara matanya menerawang keluar jendela– memandang sekitaran jalanan Fiumicino yang dipadati oleh mobil yang berlalu lalang.
Gyuri melirik ke arah Jisun, “Tutup saja dokumen itu, kau bisa memeriksanya besok pagi. Beristirahatlah,” tutur Gyuri.
“Nde, Direktur–” Jisun dengan cepat menutup semua berkas yang berada di pangkuannya.
“Kau tahu? Aku jadi tidak suka panggilan itu jika kau yang mengucapkannya,” gumam Gyuri sambil menyenderkan kepala pada bantalan kursi, lalu mulai memejamkan matanya perlahan.
Jisun menghela napas dalam, menggigit bibirnya cemas. “Aku tidak membayangkan bagaimana buruknya hari-hariku selama berada di Italy bersama orang ini.” batinnya dalam hati.
.
.
.
.
PROMISE
Jang Gyuri maupun Jisun belum pernah menginjakkan kakinya di kota Milan, Italy. Walaupun Italy masuk dalam salah satu negara dengan tingkat wisatawan memukau setiap tahunya. Jisun lebih menyukai berkunjung menuju tempat sepi dan tenang. Museum-museum kuno, tempat-tempat bersejarah (Dulu, Jisun pernah membawa Gyuri ke museum dan percayalah gadis itu menguap sebanyak tigaa puluh kali dan merengek setiap menit agar mereka segera angkat kaki dari tempat itu), maupun tempat-tempat rekreasi lainnya yang sepi pengunjung hanya agar ia menikmati liburannya dengan baik. Ia tidak berharap pada rekreasi ramai yang membuat kepalanya pusing, tempat paling digemari Gyuri yang memang bertingkah laku mirip bocah. Isi kepala Gyuri adalah kebebasan murni mengingat pada saat itu ia adalah seorang siswi SMA tingkat akhir yang menyukai tempat-tempat ramai.