🌾3 > Marah🌾

3.1K 306 36
                                    

Naruhina fanfiction.
Naruto milik Masashi Kishimoto.
Canon.

.
.

🍂 Happy Reading 🍂

.

.


"Apa yang kau lakukan disini kuso oyaji?" Boruto bertanya dengan nada dinginnya.

Naruto bungkam. Dia bingung harus menjawab apa.

"Boruto, jangan berkata begitu. Ini juga rumah tou-san," jawab Hinata, menasehati.

"Rumahnya?" Ulang Boruto. Dia semakin menatap ayahnya dingin "Oh kau ingat sekarang kalau kau masih punya rumah?" Dia menatap ayahnya dengan sebelah alis yang terangkat.

Naruto tersenyum getir, hatinya terasa sangat sakit. Demi Tuhan dia tidak pernah melupakan keluarganya. Dia tahu kalau sekarang dia punya rumah, ada istrinya beserta anak-anaknya yang akan selalu menunggunya pulang. Hanya saja tugas dan tanggung jawabnya sebagai Hokage membuat ia harus menomorduakan keluarganya.

"Boruto! Jangan bicara seperti itu! Ayahmu tidak mungkin lupa akan hal itu. Hanya saja dia adalah Hokage, karena itu dia tidak bisa terus-terusan bersama kita," ucap Hinata menegaskan.

"Heh ... Hokage?" Boruto tertawa sinis. "Hokage, Hokage, Hokage! Aku muak mendengarnya -ttebasa. Kaa-san kau tahu, ditengah-tengah kesibukannya sebagai Hokage, dia masih sempat merasa khawatir dengan Sakura oba-san dan Sarada, karena Sasuke sizou yang jarang berada di desa. Benar-benar lucu bukan? Bagaimana dengan kita? Dia ada di desa yang sama dengan tempat kita tinggal. Namun, tetap sangat sulit baginya untuk sekedar pulang dan menemui kita. Kalaupun dia pulang, dia akan mengabaikan kita, mengabaikan dirimu!" Bantah Boruto kesal. Dia muak melihat ibunya yang selalu saja membelah ayah bodohnya itu.

"Wajar jika ayahmu menghawatirkan Sakura-san, mereka sudah berteman sejak kecil." Hinata masih berusaha menjelaskan agar Boruto mau mengerti.

"Hah?! Dari pada itu aku pikir dia pasti khawatir karena tak mau melihat cinta pertamanya itu sedih, iya kan tou-san?"

Naruto terkejut dengan apa yang Boruto katakan. "Boruto jaga ucapan mu," bantah Naruto tegas.

Boruto semakin tersenyum sinis melihat reaksi ayahnya.

"Aku ragu, kau sudah melupakan Sakura oba-san. Kau tahu aku jadi berfikir kalau kau menerima ibu hanya karena terpaksa. Mungkin kau merasa kasihan padanya. Iya kan?"

"Boruto cukup," ujar Hinata memperingati dengan suara rendah.

Disisi lain Naruto terdiam, netra birunya membola sempurna. Dia berkaca-kaca disana. Demi Tuhan, dia benar-benar mencintai Hinata dan dua anaknya. Dia bahkan rela menyerahkan nyawanya untuk mereka.

"Kau pikir aku tidak tahu soal masa lalumu? Aku tahu -ttebasa. Kau tidak mencintai kaa-san kau hanya mencintai Sakura oba-san dari dulu hingga sekarang. Itulah kenapa kau sangat peduli pada dirinya dan anaknya. Kaa-san hanya menjadi pelampiasan saja 'kan? IYA KAN TOU-SAN?!"

"BORUTO CUKUP!" Hinata berteriak marah pada putra sulungnya, dia bahkan menggebrak meja di depannya dengan cukup keras.

Dadanya naik turun tak beraturan, matanya merah menahan tangis. Semua perkataan Boruto menamparnya dengan keras.

Dia tidak ingin meragukan perasaan yang Naruto punya untuknya. Dia tahu pria itu benar-benar mencintai dirinya. Namun, entah kenapa mendengar perkataan Boruto membuat dadanya terasa sesak. Sungguh teramat sakit.

[9] Rumah dan Keluarga ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang