🌾40 > Extra Part🌾

3.3K 235 9
                                    

Naruto bergerak gelisah di tempatnya. Rasanya sungguh menjengkelkan saat hari sudah larut dan dia mulai merasa lapar.

Pria itu mendengus kesal. Sungguh ia tidak rela jika harus melepaskan pelukan hangat dari Hinata hanya untuk turun ke bawah dan makan.

Tapi, mau bagaimana lagi, perutnya tidak bisa di ajak bekerja sama.

Dengan hati-hati, Naruto melepaskan pelukannya. Dia bergerak secara perlahan agar tidak membangunkan Hinata. Setelah berhasil, pria itu menyempatkan diri untuk mengecup kening istrinya sebelum beranjak pergi.

🌾🌾🌾

Naruto mengerutkan kening, saat telinganya menangkap bunyi-bunyi aneh dari arah dapur.

Mungkinkah kucing?

Atau sesuatu yang lain?

Oke kalian semua tau bukan, Naruto itu penakut. Dia takut pada hal-hal yang berbau mistis. Dan sekarang otaknya mulai memikirkan hal-hal aneh dan menakutkan yang mungkin saja terjadi.

"Apa yang kau lakukan disini?" Naruto terkesip saat ada seseorang yang bertanya padanya, ketika posisinya sudah begitu dekat ke arah dapur.

Lampu dinyalakan. Naruto langsung bernafas lega.

"Boruto, ayah pikir siapa." Dia mendekat tanpa ragu ke arah putranya yang sedang sibuk di depan counter dapur.

"Kau pasti pikir tadi itu hantu kan?" Boruto memasang tampang mengejek.

"Tentu saja tidak Boruto, mana ada hantu di jaman sekarang." Tidak mau kalah, Naruto memilih memasang ekspresi sombong.

Boruto mendengus. Dasar penakut, tapi tidak mau mengaku.

"Kau lapar?" Tanya Naruto lagi.

"Ya begitulah." Boruto menjawab seadanya.

"Ayah juga."

"Aku membuat ramen dengan porsi yang banyak, kita bisa membaginya."

Naruto melebarkan senyum. "Yoshhh."

🌾🌾🌾

"Apa kau akan pergi tidur sekarang?" Boruto berdiri sambil menatap ayahnya yang hendak berjalan ke arah tangga.

"Iya ayah sudah kenyang sekarang. Lagi pula ayah sangat merindukan ibu." Naruto tersenyum sambil mengamati Boruto yang hanya diam.

Cukup lama hingga membuat Naruto menghentikan niat awalnya untuk pergi. Dia berdiri lurus dan menatap putranya dengan kening yang berkerut.

"Ada yang ingin kamu bicarakan?"

"Ya, tidak banyak."

Naruto tersenyum. "Baiklah katakan."

"Sebenarnya bukan hal besar." Boruto mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Aku hanya ingin minta maaf."

Naruto heran. "Tiba-tiba?"

"Apanya yang tiba-tiba? Kau lupa aku sudah bersikap kurang ajar selama ini?"

Naruto menarik sudut bibirnya dan tersenyum tulus. Dia mendekat dan mengusap pucuk kepala Boruto, lalu berlutut di lantai untuk menyamankan tingginya dengan sang putra.

"Kamu punya alasan saat melakukannya. Tidak masalah, ayah sudah memaafkan mu. Jauh sebelum kamu meminta maaf."

"Kau seharusnya marah."

"Untuk apa? Ya, mungkin benar cara Boruto menegur ayah memang sedikit tidak sopan, tapi, ayah mengerti kenapa itu bisa terjadi. Sebaliknya justru ayah merasa senang dan bangga, kamu sudah tumbuh dewasa. Jadi, ayah bisa sedikit merasa tenang jika harus meninggalkan ibu dan Himawari di rumah. Karena ada Boruto yang akan menggantikan ayah untuk melindungi mereka."

"Bukankah ayah juga seharusnya minta maaf padamu? Maaf karena ayah belum bisa menjadi ayah yang baik untuk dirimu dan Himawari. Bahkan ayah masih terlalu jauh untuk disebut sebagai suami yang baik. Ayah punya terlalu banyak kekurangan. Tetapi terimakasih karena kalian masih mau menerima dan memaafkan kesalahan yang ayah lakukan."

"Mulai sekarang ayah akan berusaha sekuat tenaga untuk menjadi lebih baik. Jadi, tolong tegur ayah saat ayah kembali melakukan kesalahan. Oke?"

Boruto mengangguk. Dia berharap mulai hari ini semuanya dapat berjalan lancar.

"Baiklah, ayo tidur." Naruto beranjak untuk bangun, namun Boruto menahannya.

Dia mengangkat sebelah alisnya. "Ada lagi?"

"Aku ingin berlatih denganmu."

Naruto tersenyum lebar. Dia mengacak surai putranya. "Baiklah besok, ayo berlatih bersama. Hanya kita berdua."

🌾🌾🌾

Naruto merangkak naik ke tempat tidur dengan hati-hati. Dia membaringkan tubuhnya dan kembali membawa Hinata kedalam rengkuhannya.

Hinata mulai bergerak gelisah, tak lama kelopak matanya terbuka. Dia mendongak dan  mereka bertemu pandang.

Naruto tersenyum. Dia menunduk dan mencium bibir Hinata. Lalu tersenyum puas.

"Dari mana?" Hinata bertanya dengan suara serak. Mengabaikan kecupan tiba-tiba yang Naruto berikan.

"Dapur. Tiba-tiba aku merasa lapar."

"Kenapa tidak membangunkan aku?"

"Aku tidak bisa mengganggu waktu tidurmu. Kamu perlu banyak istirahat Hinata."

Hinata hanya mengangguk pelan sebagai tanggapan. Matanya terasa sangat berat. Dia kembali memejamkan mata dan tertidur.

Naruto tersenyum sayang, dia sedikit terkekeh, karena Hinata terlihat sangat imut. Dia menunduk dan mengecup kening istrinya lama. Lalu berbisik "Aku mencintaimu." Lagi.






🌾Official End🌾

[9] Rumah dan Keluarga ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang