33

610 31 0
                                    


Kejadian demi kejadian telah terlewati, meskipun sedikit berat, ya namanya hidup, pasti ada aja ujiannya.

Kini sudah 4 bulan semenjak kejadian yang menurut Alaina sangat konyol itu, dan tidak terasa juga Alaina dan Rayhan sudah memasuki satu tahun hubungan.

Alaina kini melihat arlojinya, menghela nafas lelah, semenjak magang Alaina merasa lebih lelah, ya meskipun pekerjaan Alaina merupakan pekerjaan yang dia impikan saat dia masih duduk di bangku SMA.

"Pak, saya ijin pulang duluan ya? Semua dokumen sudah saya revisi, catatan bangunan yang menurut saya kurang pas juga sudah saya perbaiki semua" ucap Alaina sopan ketika memasuki ruangan CEO.

"Baik Alaina, kamu bisa pulang duluan Nak, terimakasih ya sudah bantu Bapak"

Alaina mengangguk sopan.

"Iya Pak, kalau begitu saya undur diri ya Pak" ucap Alaina yang diangguki oleh Handono, lalu Alaina bergegas pergi.

Saat ini posisinya adalah sebagai sekertaris dua, ya jadi ruang dirinya dan Handono sangatlah dekat. Handono memiliki sekertaris pertama yang menurut Alaina tugasnya sedikit lebih berat daripada dirinya.

Awalnya Alaina pikir dirinya akan sama seperti karyawan lain yang akan bekerja di lantai bawah, bekerja mengurusi beberapa proyek biasa, nyatanya dia malah mendapatkan posisi sebagai sekertaris CEO. Kata Handono Alaina pantas menempati posisi sebagai sekertaris keduanya, karena memang Alaina memiliki potensi tersebut, dan ya Alaina sampai saat ini membuat Handono takjub dengan cara kerjanya itu.

***

"Beneran jadi berangkat ke Surabaya?" Tanya Bella yang langsung diangguki Alaina.

"Iya, Mas Rayhan juga udah berangkat, besok gue dijemput di bandara" jawab Alaina sambil menyiapkan beberapa pakaian untuk dia bawa ke Surabaya.

Memang dirinya dan Rayhan memutuskan untuk ke Surabaya, ya tentu saja untuk menemui orang tua Alaina, meminta restu dan menentukan tanggal lamaran.

Rayhan memilih berangkat malam ini dan bermalam di salah satu hotel, sedangkan Alaina memilih berangkat setelah shubuh.

"Udah ngomong sama Tante?" tanya Bella.

"Udah Bel, kemarin udah ngomong sama Ibu, malah Ibu antusias banget, tapi memang belom beritahu Bapak si"

Bella manggut-manggut.

"Ya udah tenang, om gak mungkin galak banget lah, paling ya cuma di tes, kan ya buat kebaikan lo juga Na. Udah tenang aja sekarang mending tidur besok berangkat gue anter" Alaina tersenyum mengangkat dua jempolnya ke arah Bella.

***

"Kangen banget" ucap Rayhan memeluk erat Alaina.

Alaina membalas pelukan hangat Rayhan mengelus punggung lelaki itu dengan lembut.

"Aku juga kangen banget" jawab Alaina ketika Rayhan melepas pelukan keduanya.

Rayhan tersenyum, mengelus rambut Alaina pelan.

"Mau langsung ke rumah kamu? Atau mau sarapan dulu?" Tanya Rayhan, pasalnya waktu masih menunjukkan pukul 6 pagi.

"Mau pulang aja, Ibu pasti udah masak deh Mas" Rayhan manggut-manggut mengandeng tangan Alaina menuju mobil sewaannya.

"Aku kok deg-degan ya sayang" ucap Rayhan sambil melajukan mobilnya.

"Tenang Mas, kan ada aku, masa kamu mau nyerah?" Rayhan langsung menggelengkan kepalanya keras.

"Gak dong, aku bakal perjuangin kamu, sampai restu kita dapatkan" ucap Rayhan tersenyum, mengedipkan matanya.

***

"Mbak, akhirnya datang juga udah Ibu tunggu" ucap Tiana ketika melihat putri sulungnya datang.

"Iya Ibu ku sayang, ini udah sampai loh" Tiana mengangguk tersenyum mengusap lengan Alaina pelan.

"Mana katanya sama calon suami?" Ucap Tiana ketika melihat-lihat tidak ada seorang lelaki yang dibawa Alaina.

"Assalamualaikum" tiba-tiba seorang lelaki dengan membawa dua koper terlihat memasuki pekarangan rumah Alaina.

Rayhan, lelaki itu menggunakan kemeja navy dengan lengan digulung sampai siku, terlihat sopan.

"Waalaikumsalam" jawab keduanya. Tiana tampak sumringah.

"Wah, ini Rayhan? Ganteng banget Mbak, kamu kok bisa dapat modelan kayak gini Mbak" Alaina geleng-geleng mendengar Ibunya.

"Ayo masuk dulu Bu, kasian tuh calon mantu Ibu belum sarapan, aku juga belum loh" Tiana menepuk jidatnya pelan. "Aduh sampai lupa, ayo ayo masuk dulu"

***

Setelah selesai sarapan, dan sedikit menanyai Rayhan, akhirnya sang Bapak, Soeparji membawa Rayhan ke ruang tamu untuk mengobrol santai sambil meminum kopi. Sedangkan Alaina, disuruh sang bapak membantu ibunya membereskan tempat makan.

"Usia kamu berapa?" Tanya Soeparji.

"26 tahun Om, tahun ini" Parji mengangguk.

"Saya kira masih 23, ternyata emang udah mateng, beneran mau nikahin anak saya? Dia masih 21 tahun, masih labil, mungkin pikirannya juga masih anak-anak, kamu sanggup?" Rayhan mengangguk mantap.

"Saya sanggup Om, apapun kekurangan Alaina, saya akan terima dengan tulus"

"Kamu siap menjadi seorang imam yang baik untuk anak saya dan keluarga kecil kamu nanti? Menjadi teladan bagi anak-anak mu kelak?" Rayhan lagi-lagi mengangguk mantap.

"Sangat siap Om" jawabnya.

"Baik, kamu bisa baca Al-Qur'an? Udah pernah khatam? Hafal berapa juz Al-Qur'an kamu?" Rayhan tersenyum bangga, untung saja didikan orang tuanya dulu begitu keras, selalu menyuruh Rayhan mengaji.

"Bisa Om, udah pernah khatam beberapa kali, hafal masih 5 juz Al-Qur'an tapi Ingsyaallah Om, saya bisa membimbing Alaina untuk membaca Al-Qur'an setiap harinya" ucap Rayhan mantap.

"Coba tolong kamu bacakan saya satu surat dalam Al-Qur'an yang kamu bisa"

"Saya mau baca surat Ar-Rahman om boleh?" Parji tampak mengangguk lalu Rayhan segera membacakan surat Ar-Rahman dengan suara yang sangat merdu, Parji bahkan sampai tersenyum, baru kali ini dia merasa bahagia saat anaknya diminta oleh seorang lelaki.

Beberapa menit kemudian akhirnya Rayhan berhasil menyelesaikan bacaannya, Parji tersenyum bangga, menepuk bahu Rayhan pelan.

"Bagus, saya rasa ucapan kamu memang benar adanya, dan tidak mengada-ada. Saya bangga sama kamu, anak muda jaman sekarang banyak yang lalai dengan agamanya. Tolong tuntun Alaina, bawa dia ke surga bersamamu, Alaina memang sedikit keras, tapi saat kamu bersikap lembut dia dengan senang hati akan luluh" Rayhan mematung, tidak percaya bahwa Parji menyukai dirinya secepat ini.

"Om? Saya dikasih restu?" Tanya Rayhan dengan sedikit berhati-hati.

"Ya, saya percaya sama kamu, saya tidak akan bertanya pekerjaan kamu apa, kamu anak siapa, karena menurut saya itu tidak penting Nak. Yang penting menurut saya yaitu ketika kamu benar-benar mencintai anak saya dengan tulus dan seberapa kamu mengenal agama kamu saya rasa cukup"

Rayhan rasanya ingin menangis sekarang.

Berdiri ingin mencium tangan Parji tapi Parji malah membawa Rayhan ke pelukannya. Menepuk punggung Rayhan pelan.

"Om terimakasih, saya pasti akan jaga Alaina, membahagiakannya, menuntunnya, saya siap Om" ucap Rayhan sambil berkaca-kaca, entalah Rayhan merasa sangat lega.

"Udah, santai saja, kamu jangan tegang-tegang gitu, jadi gimana? Mau bawa keluarga kamu kapan kesini?"

Distance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang