01. Dua sahabat

816 56 2
                                    


.
.
.
.
.
Seorang remaja tengah mendengus kesal saat lagi-lagi sahabatnya terlambat datang ke tempat mereka janjian, sebenarnya dia sudah tidak terkejut dengan hal ini, tapi tetap saja dia kesal.

Drap

Drap

Drap

"Igellll..!!!" Remaja itu menoleh dan menghela nafas panjang saat melihat sosok sahabatnya berlari ke arahnya.

"Lima belas menit." Igel menunjukan jam tangannya pada Rion, dan membuat sang sahabat merasa bersalah.

"Maaf, ibuk minta aku buat nganterin makanan ke ayah dulu." Igel tidak bisa lagi memasang wajah kesal, karena bagaimana pun alasan Rion kali ini adalah sang ayah.

"Besok-besok aku tungguin di rumah mu aja Yon." Rion hanya tersenyum saat mendengar gerutuan sang sahabat.

"Iya iya, lagian kenapa sih suka berangkat dulu? Kan bisa bareng aja." Igel hanya menggeleng.

"Nanti ada yang cemburu lah, aku gak mau di cemburuin sama kak Vania." Rion hanya tertawa.

"Ya masa dia cemburu sama adeknya sendiri sih, aneh itu." Rion menggeleng heran, kenapa Igel harus takut pada Vania sedangkan Vania adalah kakak dari pemuda itu.

"Ya tau sendirilah, ibuk sayang banget sama kak Vania."

Obrolan keduanya terus berlanjut sampai mereka tiba di perpustakaan kota, tujuan mereka kesini adalah untuk belajar, karena sebentar lagi mereka akan menjalani ujian kelulusan. Mereka akan segera mengganti seragam putih abu-abu yang selama dua tahun ini mereka gunakan dengan almameter kampus favorite mereka.

"Ayo semangat, biar bisa masuk kedokteran!"

"Beasiswa di fakultas kedokteran lumayan sulit buat di raih, tapi ayo semangat Gel!"
.
.
.
.
.
"Gel, kalian tadi habis kemana?" Igel menoleh menatap pada seorang perempuan yang baru saja keluar dari dapur.

"Dari perputakaan kota, kenapa?" Igel menyimpan sepatunya di tempatnya, sang mama bisa mengamuk jika melihat sepatu berserakan di depan pintu.

"Gak ada cewek yang deketin Rion kan?" Igel menghela nafas panjang.

"Mbok bisa tanya sendiri ke Rion, lagian kita ke perpustakaan itu belajar bukan buat main." Vania merengut, dia tidak suka dipanggil mbok oleh Igel.

"Jangan panggil mbok, panggil kakak, biar gaul!" Igel menatap datar pada sang kakak, sebelum mengedikan bahu nya.

"Aku lahir dan besar di bali, meskipun mama sama papa orang jawa. Jadi gak usah protes kalau di panggil mbok." Igel segera meninggalkan Vania yang menghentakan kakinya kesal.

"Aku laporin kamu ke ibuk, biar kamu di marahin!" Vania memekik, dia selalu saja kesal setiap berbicara pada Igel.

"Laporin aja, nanti aku juga laporan ke Rion kalau kemarin mbok habis jalan sama bli Ade!" Vania melotot saat mendengar jawaban santai Igel.

"Kamu gak akan berani, lagian Rion gak akan percaya." Igel akhirnya memutuskan berbalik dan menatap ke arah Vania.

"Rion bahkan selalu percaya tiap kali aku bilang aku sakit mbok, gak sulit ngebuat dia percaya sama omongan ku." Vania semakin kesal.

"Kamu jangan deket-deket sama Rion! Ngeselin banget!" Igel kembali mengedikan bahunya.

"Gak usah banyak protes mbok, belajar sana,  pacar mu itu udah mau lulus masa mbok masih kelas satu aja." Vania mengepalkan tangannya. Dia memang lebih tua dua tahun di banding Rion dan Igel tapi secara tingkat pendidikan dia berada di bawah keduanya.

Beta OrionisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang