Rekaman 005

26 5 0
                                    

Ciledug, 26 Agustus 1967, Pukul 20:11

-----


Hamba

Molly, kamu nyala, kan? Pasti nyala. Kalau tidak, Pak Maut atau Romo yang bakal marahi saya nanti.


[Suara sepeda motor berlalu]

[Suara pintu kayu dibuka]

[Suara pintu kayu ditutup]

[Suara tirai digeser]

[Hening selama dua puluh lima detik]

[Suara sepeda motor berlalu]

[Hening selama empat belas detik]

[Suara korek api dinyalakan]

[Suara rokok dibakar]


Hamba

Hari ini aku bertemu dengan Pak... Pak Gandaria. Kenalan dengan anjingnya juga. Senyumnya bukan main murah, dan tawanya hampir-hampir gratis. Saat ini hidup sendiri dengan pembantunya, Asri. Keluarganya sudah pulang ke kampung halaman.

Jalan pagi, minum teh, main remi, mengobrol hingga lupa waktu. Rasanya seperti bertemu kawan lama. Padahal baru tau wajahnya sehari ini saja. Kalau bukan karena kasusnya, aku akan bingung kenapa negara tidak ingin Pak Gandaria berlama-lama menetap di bumi pertiwi ini.

Kasus Pak Gandaria sudah menjadi rahasia umum, Molly. Setidaknya, bagi mereka yang baca surat kabar dari Amangkurat. Surat kabar tersembunyi, yang cuma bisa dibeli dari orang-orang tertentu. Bahkan kadang surat kabar Amangkurat dijual cuma-cuma. Siapa pun jurnalisnya, dia mementingkan kebenaran—dan tau orang dalam.

Kasusnya apa, Molly? Benar. Korupsi pajak skala besar. Sudah seperti sultan Arab yang gemar menyebarkan harta. Sayangnya harta itu tidak disebarkan secara merata.


[Suara tembakau terbakar]

[Suara desah napas]

[Hening selama delapan detik]


Hamba

Awalnya, Molly, aku kira aku akan mengunjungi istanah mewah. Ternyata hanya rumah biasa. Aku kira akan bertemu belasan penjaga. Ternyata hanya bertemu seorang pembantu. Aku kira akan dihadang tentara. Ternyata hanya dihadang seekor anjing yang lebih niat menjilat betis ketimbang menggigitnya. Aku kira akan bertemu sosok gendut berpakaian mewah dengan sigar yang dijepit bibirnya. Ternyata malah sosok kurus pakai kutang yang sama-sama merokok kretek. Aku kira akan selalu mendengar tawa jahat. Ternyata yang terdengar malah tawa riang gembira.


[Hening selama tigabelas detik]


Hamba

Aku tau harusnya aku tidak bertanya lebih lanjut. Tapi, Molly, benarkah Pak Gandaria ini orang jahat? Atau apakah memang penjahat bersembunyi di balik kebaikan? Apakah Pak Maut, Romo, dan siapa pun di luar sana, tau bahwa Pak Gandaria seperti ini? Aku ragu mereka tau, tapi sepertinya mereka sebenarnya sudah tau dari lama.

Waktuku terbatas. Terbatas, untuk mempelajari Pak Gandaria. Gerak-geriknya, apa yang ia lakukan pada Rabu pagi, Kamis malam, saat ia pergi ke gereja, saat ia pergi bekerja. Jika aku niat, aku bisa mengakhiri tugasku dalam waktu sebulan. Bahkan sebenarnya, aku tak perlu bertemu dengan Pak Gandaria. Pak Maut bisa mengikutinya dari belakang, di Sabtu pagi saat ia bawa Michael jalan pagi, dan mengantarkannya ke surga. Tapi, entah kenapa, sebelum Maut bertemu Gandaria, seorang Romo ingin agar seorang Hamba mengenalnya.

Nalarku berkata bahwa ada hal yang perlu aku geledah di balik senyum manis Pak Gandaria. Mungkin kenalan yang punya sangkut paut dalam korupsi pajak itu. Mungkin jalur harta yang sembunyi-sembunyi mengalir di luar pengetahuan negara. Mungkin oknum-oknum pengkhianat negeri yang bekerja sama dengannya. Namun, hatiku yakin bahwa Pak Gandaria hanya pejabat biasa, yang bekerja keras demi kesejahteraan keluarganya.


[Hening selama enam detik]

[Suara tembakau dibakar]

[Suara rokok dimatikan]


Hamba

Tapi, Molly, tidak ada satu hal pun di dunia ini yang dapat membenarkan korupsi. Mencuri uang rakyat demi kesejahteraan keluarga tidak bisa diselewengkan dengan menyalahkan rakyat kecil. Rakyat kecil tetap kecil karena itu. Rakyat kecil memilih untuk tetap kecil karena kepasrahan, bukan karena ingin mabuk atau ingin berbuat onar. Pengamen tidak bersekolah bukan karena mereka malas, tapi karena seragam, buku, sepatu, semua tetap butuh uang. Mau sekolah digratiskan pun, Pak Gandaria tidak punya hak untuk menuduh pengamen sebagai kaum pemalas yang hanya ingin mabuk.


[Hening selama empat belas detik]

[Suara gesekan kerah]


Hamba

Apakah aku berada di jalan yang benar, Molly? Apakah negara akan membaik tanpa pejabat seperti Pak Gandaria? Apakah benar bahwa orang seperti Pak Gandaria baiknya menjadi penjaga warung, atau seorang romo?

Harusnya benar. Toh, jalan yang dibuat oleh uang rakyat hanya digunakan oleh orang-orang bermobil seperti Pak Gandaria. Uang rakyat yang berlimpah hanya dikembalikan dalam bentuk kendaraan umum yang rongsok, dan sekolah yang sama rongsoknya. Jika Pak Gandaria tidak korupsi, uang berlebih itu bisa digunakan untuk membikin kendaraan umum semewah mobilnya, dan sekolah yang sama penyayangnya dengan senyumnya. Aku tidak boleh disesatkan oleh kebaikan fana, Molly. Aku tidak boleh disesatkan.

Semoga aku berada di jalan yang benar. Semoga, Molly, semoga.

Mungkin, sudah saatnya aku sembahyang istikharah.


[]

Sembari Menunggu HambaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang