#6

19 2 0
                                    

Voleta duduk di sebelah Theo yang hari ini membawa mobil.

"Diem aja. Sariawan?"

Voleta menggeleng, "Kesel."

Theo tertawa kencang, "Kesel kenapa lo?"

"Nggak usah nanya-nanya."

Theo berhenti tertawa dan berdeham, "Mau makan dulu nggak?"

"Nggak!" ketus Voleta.

"Tapi gue laper. Harus makan dulu. Nanti gue bisa pingsan kalo nggak makan."

"Gue naik ojek online aja kalo lo mau pingsan."

"Sadis banget. Kok pacar lo kuat sih?"

Voleta menoleh, "Emang kenapa?"

"Lo galak banget."

"Pacar gue singa. Jadi gue galak kayak pawang singa."

"Pantes."

"Kenapa harus elo sih yang nganterin gue pulang."

"Emang kenapa?" Theo balik tanya.

"Nyebelin."

"Yang sopan sama kakak senior."

"Iya, kakak senior nyebelin."

Theo tertawa lagi, "Baru kali ini ada yang manggil gue begitu."

Voleta ingin bertanya lagi tapi handphonenya berbunyi, ia menatap layar dan tertera nama Leo.

"Halo."

"Udah pulang? "

"Ini di jalan pulang."

"Pulang naik apa?"

"Naik...naik ojek. Iya, naik ojek."

Theo mendelik ke arah Voleta ketika dia bilang sedang naik ojek.

"Heh, gue bukan tukang ojek lo."

Voleta menaruh telunjuknya tepat di depan bibirnya sambil melotot.

"Kamu sama Bobby?"

"Eh bukan, eh maksudnya iya." Voleta gelagapan.

"Kok kayaknya tadi aku liat Bobby posting foto lagi nongkrong."

Voleta menggigit bibir bawahnya panik.

"Ya udah nanti kabarin kalo udah sampai rumah ya. Hati-hati di jalan."

"Iya, Yo."

Panggilan ditutup oleh Leo. Voleta segera memarahi Theo, "Kak, jangan gitu dong."

"Gue bukan tukang ojek."

"Iya tapi jangan begitu, kan jadi kedengeran sama pacar gue."

"Salah siapa elo bohong? Kalo nggak bisa bohong, jangan coba-coba bohong. Paham?"

Voleta langsung diam, iya benar dia tidak pandai berbohong.

"Kalo pacar lo marah, bilang ke gue."

"Kenapa harus bilang ke elo?"

"Ya nanti gue jelasin. Biar nggak salah paham."

"Nggak, nggak ada. Malah makin ribet yang ada."

Keduanya saling diam cukup lama.

Hingga Theo yang lebih dulu membuka obrolan, "Maaf."

"Buat apa, Kak?"

"Buat yang tadi."

"Nggak apa-apa."

"Tapi serius deh, gue kira dari awal ketemu lo sama Bobby pacaran."

"Lo orang ke sekian yang ngomong begitu."

"Beneran, lo nempel terus ke Bobby. Lo nggak takut saling baper?"

"Nggak pernah baper sih."

"Lo bilang begitu, tapi Bobby nggak ada yang tau 'kan?"

"Tapi dia nggak pernah baper kok."

"Trus dia juga nggak punya pacar selama temenan sama elo?"

Voleta menggeleng, "Nggak pernah cerita sih. Tapi dulu pernah bilang kalo lagi suka sama cewek."

"Saran gue, tapi bukannya gue mau misahin kalian. Mungkin Bobby juga pengen punya pacar atau deket sama cewek lain. Jadi elo harus tau batas sama dia. Maksud gue, biar dia ada waktu juga buat mikirin dirinya sendiri."

Voleta memahami ucapan Theo, "Bener juga sih, iya kali ya Bobby juga pengen punya pacar. Tapi direcokin gue melulu."

"Ya pikirin aja maksud gue tadi. Gue nggak bermaksud buat jauhin elo sama Bobby."

Voleta mengangguk kecil. Dulu, Leo juga pernah bilang begitu. Namun ia tetap dekat dengan Bobby seperti biasa.

Karena Bobby pun tidak keberatan dan terlihat tidak risih, jadi Voleta pikir Bobby pun tidak merasa terpaksa selalu dibuntuti olehnya.

Tapi omongan Theo barusan memang benar, apalagi mereka sudah makin dewasa.

Tak mungkin Bobby akan terus begitu, mungkin dia juga ingin punya pacar tanpa harus melulu dengan Voleta.

"Boleh tetep temenan. Sama sekali nggak ada yang salah. Cuma takutnya dia selalu prioritasin elo jadi dia lupa kalo dia juga butuh orang lain."

Voleta menoleh ke Theo, "Kalo lagi kayak gini, elo nggak nyebelin loh, Kak."

"Soalnya gue pernah ada di posisi elo."

"Serius lo, Kak?"

Theo mengangguk mantap, "Tapi dia lebih milih sama temennya yang lebih selalu prioritasin dia."

Theo tertawa sumbang, "Tapi gue nggak pernah nyesel sama kejadian itu."

Ia menoleh ke Voleta, "Makanya gue kasih saran ke elo. Biar elo nggak terlalu bergantung ke Bobby, biar Bobby juga bisa punya kehidupan lain."

Voleta tersenyum tipis, ia harus memikirkan kata-kata Theo kali ini.

Seniornya itu tak melulu menyebalkan ternyata, dia harus mengubah sudut pandangnya pada Theo.

INTERSECTION ▫ L.TaeyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang