Bobby menemui Theo di kantin fakultas. Tak sulit menemukannya. Theo mengangkat tangannya begitu Bobby terlihat mencarinya.
"Sori lama, gue ambil fotokopian dulu." kata Bobby.
Theo mengangguk, "Nggak masalah."
"Gue mau pesan minum dulu deh, kayaknya bakal ngobrol sampai haus."
"Ngeledek lo?" Theo tersenyum tipis.
Bobby kembali dengan segelas es teh manis dan duduk berhadapan dengan Theo.
"Jadi dari bagian mana yang perlu gue ceritain?" tebak Bobby.
Theo menyodorkan ponselnya, sebuah foto yang sama dengan apa yang Bobby punya.
"Dari mana lo dapat fotonya?"
"Cewek ini dulunya anak komunikasi disini. Tapi pindah ke luar kota. Termasuk cewek hits dari jaman maba."
Bobby tak kaget lagi, benar info yang beredar.
"Cowoknya Voleta 'kan?"
"Iya. Kok elo kenal?"
"Pernah ketemu."
Bobby mengangguk kecil, "Jadi intinya gini, gue, Voleta dan dua orang ini satu SMA."
"Voleta jalan sama dia lumayan lama, cewek ini anak pindahan. Ternyata mereka sempat jalan juga. Barulah ketemu sama Voleta."
"Cinta lama belum kelar maksudnya?"
"Begitulah."
"Trus Voleta gimana?"
"Ya sedih, Bang. Galau. Makan mie rebus doang sampai di Puncak."
"Nangis?"
Bobby menggeleng, "Dia kuat sih."
"Trus kenapa galau?"
"Mereka sempat putus tapi nyambung lagi. Tapi malah begitu cowoknya. Ya gimana nggak galau."
"Dia liat foto ini?"
Bobby mengangguk, "Iya. Apesnya juga mereka lagi di Puncak. Gue sama Vo liat mereka berdua, tapi kayaknya mereka nggak liat gue sama Vo."
"Lo tertarik sama Vo?"
Theo tersedak minumannya sendiri.
"Lo bilang apa tadi?"
"Lo naksir sama Voleta?"
"Iya."
Bobby menghela napas, "Gue sebagai teman Voleta, cuma mau pesan satu hal."
Theo menunggu ucapan Bobby selanjutnya.
"Tolong jangan bikin dia sakit lagi. Kalo elo dekati dia cuma untuk nyakitin, mainin, bohongin, mending jangan deh, Bang."
"Bob---"
"Serius. Gue orang paling pertama yang akan bikin perhitungan sama lo kalo sampai niat lo cuma untuk nyakitin dia."
Theo diam. Ia tak menutup kemungkinan jika dikemudian hari nanti akan menyakiti perasaan Voleta.
"Tapi menurut gue, biarin mereka selesaiin urusannya berdua dulu."
"Gue paham."
Bobby menepuk pundak Theo, "Sama siapapun, gue bakal dukung Voleta. Asalkan teman gue itu selalu dijaga."
"Gue tertarik sama dia. Begitu tahu kalo dia punya pacar, gue cuma amati dari jauh."
"Sesuai sama tebakan gue sih, ternyata benar."
"Gue malah mikir kalo elo sama dia pacaran."
"Lo adalah orang yang ke-sekian ngomong begitu."
Keduanya tertawa. Bobby paham betul tiap orang yang pertama kali melihatnya dengan Voleta pasti mengira mereka pacaran.