Theo yang bersiap menarik gas motornya mengurungkan niatnya ketika melihat seorang gadis yang sedang duduk di dekat halte bus yang ada di depan kampus mereka.
Tak lama ada sebuah mobil berhenti di depannya dan seorang pria turun dari mobil tersebut.
Lalu pria itu dan gadis tadi masuk ke dalam mobil dan pergi dari sana.
Theo membuntuti mobil tadi dengan jarak cukup jauh di belakangnya agar tidak begitu mencolok.
Hingga mobil itu berhenti di depan sebuah rumah, Theo juga berhenti dengan motornya.
Dua orang tadi terlihat keluar dari mobil.
"Nggak mampir dulu?" tanya Voleta.
"Aku masih ada yang harus dikerjain, nanti aku telepon."
Voleta mengangguk pelan, "Sibuk banget calon dokter." katanya.
"Mau peluk?" Leo merentangkan kedua tangannya.
Voleta tak menjawab tapi langsung memeluk Leo.
"Jangan telat makan, jangan nakal, belajar yang rajin."
Voleta mengangguk di dalam pelukan Leo.
"Kamu juga. Jangan lupa kasih kabar terus ke aku."
Leo mengusap rambut Voleta, "Iya, kalo agak telat kasih kabar ya aku minta dimaklumin aja ya."
"Iya, Yo."
Voleta dan Leo masih saling berpelukan sampai handphone Leo berbunyi.
Leo melepaskan pelukannya dan Voleta sedikit tak rela.
"Aku jawab dulu ya."
Voleta mengangguk kecewa. Ia menatap ke arah ujung jalan, ada sebuah motor yang menghilang di belokan namun ia seperti pernah melihat motor itu.
Leo menyudahi obrolannya di handphone lalu menggenggam tangan Voleta.
"Kalo udah selesai, nanti aku kesini lagi. Jangan cemberut." Leo mencubit pelan kedua pipi Voleta.
"Iya, Yo. Ya udah kamu kalo buru-buru, cepetan berangkat. Biar nggak ngebut."
"Kamu masuk dulu ke dalam. Baru aku pergi."
Voleta mencium pipi Leo, "Aku masuk ya. Kamu hati-hati di jalan."
Leo membalasnya dengan mengecup sekilas bibir Voleta, "Iya. Nanti aku telepon."
Voleta mengangguk dan masuk ke dalam rumahnya. Setelahnya Leo baru benar-benar pergi.
...
Voleta sedang menunggu bus di halte yang tak jauh dari rumahnya. Biasanya ia dijemput Bobby, namun kali ini jadwal kelas mereka berbeda.
Sebuah motor berhenti di depan Voleta.
Kaca helm full face pengendara motor itu terbuka dan memanggil Voleta.
"Naik."
Voleta menunjuk dirinya, "Gue?"
Pengendara motor itu mengangguk, "Iya. Elo. Cepet naik."
Voleta menghampirinya, "Lo siapa?"
"Bawel. Cepet naik."
"Nggak mau. Lo siapa, gue nggak kenal. Trus nggak pakai helm nanti ketilang."
Sebuah helm dipasangkan ke kepala Voleta.
"Udah 'kan? Apalagi?"
Voleta membetulkan rambutnya dan memegang helm yang terpasang pas di kepalanya ini.
"Trus lo siapa?"
"Naik dulu. Keburu telat."
Voleta melirik jam tangannya, benar. Ia hampir telat masuk kelas.
Lalu buru-buru naik ke atas motor dan memegang ransel pria di depannya.
"Ayo cepetan."
Mereka pergi dari sana dan Voleta tak lagi menanyakan siapa yang memboncengnya.
Motor tersebut memasuki parkiran kampus dan Voleta turun dari motor sambil melepas helmnya.
"Ih kok susah dilepas!" rengekan Voleta membuat pria itu menarik bahu Voleta untuk mendekat dan wajah mereka juga berdekatan.
Voleta berkedip beberapa kali ketika wajah pria itu dekat sekali dengan wajahnya.
"Udah. Lepas sendiri."
Pria itu menjauhkan wajahnya dari Voleta dan membuka helmnya sendiri.
Voleta hampir menjatuhkan helm yang ia pegang ketika tahu siapa yang memboncengnya.
"Kenapa lo? Terpesona sama gue?"
Voleta menggeleng lalu memberikan helmnya.
"Thanks ya, Theo." ucap Voleta pelan.
"Inget nama gue?"
Voleta hanya mengangguk kecil.
"Lo nggak buru-buru masuk kelas?"
Voleta tersentak dan langsung berlari meninggalkan Theo yang tersenyum kecil melihatnya.
"Gemesin banget ya pacar orang."