Voleta duduk menghadap ke arah matahari yang mulai terbenam sambil menikmati air kelapa.
"Vo." panggil Theo.
"Ya, Kak." sahut Voleta menoleh ke arah kirinya dimana Theo duduk.
"Mau kemana lagi?"
"Malioboro kayaknya seru kalo udah malam, Kak."
Theo mengangguk, "Mau belanja?"
"Nggak tahu. Kayaknya mau keliling aja."
Theo kini balik menatap Voleta. Gadis itu sejak tadi tak henti tersenyum sambil sesekali tertawa.
"Lo harus rajin senyum."
"Kenapa begitu, Kak?"
"Nggak ada alasan buat nggak senyum."
Voleta membetulkan rambutnya yang terkena angin lalu tertawa, "Maksa banget. Masa kalo lagi nggak bisa senyum, harus senyum."
"Pokoknya harus senyum."
"Oke." Voleta tertawa lagi.
Keduanya diam menikmati angin sore yang sudah mulai terasa dingin.
"Kak."
"Hm."
"Makasih udah mau jadi teman jalan hari ini."
"Nggak masalah. Tujuan kita kesini juga buat liburan."
"Kak Theo benar asli dari kota ini?"
Theo mengangguk, "Iya. Gue lahir disini. Pas SMA pindah ikut bokap kerja."
"Kirain becanda yang tadi."
"Gue nggak pernah becanda soal apapun."
"Trus Kak Theo sekarang disini nggak sekalian pulang kampung?"
"Bokap gue udah meninggal. Nyokap gue udah punya keluarga baru juga."
"Eh, sori banget."
"Nggak apa-apa. Ini bukan suatu aib kok."
Voleta yang merasa tidak enak karena sudah bertanya terlalu jauh pun lebih baik diam sekarang.
Ia mengeluarkan ponselnya. Hampir jam 6 sore. Ia membuka aplikasi kamera dan mengarahkannya ke arah matahari yang terbenam.
Theo hanya mengamati setiap gerakan Voleta.
"Kak, fotoin dong." kata Voleta sambil menyodorkan ponselnya.
Theo mengambil ponsel Voleta lalu mencari titik yang pas untuk memfoto gadis itu.
"Fotoin biar keliatan matahari terbenamnya."
Theo mengangguk paham, "Siap. Pose ya."
Voleta hanya menatap ke arah kamera lalu tersenyum. Theo terpaku melihatnya.
Rambutnya yang tergerai, terbawa angin. Membelakangi matahari yang terbenam. Theo beberapa kali mengambil fotonya.
"Bagus nggak, Kak?" Voleta menghampiri Theo untuk melihat hasil fotonya.
Theo memberikan ponselnya, "Bagus banget." Voleta memuji sendiri.
"Kak Theo nggak mau difotoin sekalian? Sini difotoin."
Voleta menyuruh Theo berpose. Ia memfoto Theo dengan kamera di ponselnya.
Theo berpose simpel. Wajahnya ia palingkan ke samping hingga rahang tajamnya lebih jelas terlihat.
Voleta akui, Theo memang tampan. Wajahnya tegas terkesan galak, tapi setelah lebih akrab ternyata tidak seburuk dugaannya di awal bertemu.
"Ganteng nggak?"